“Ketika terpuruk, yang dibutuhkan hanya satu; genggaman tangan dan pelukan hangat dari yang tersayang.” *** Qiana bolak-balik di kamarnya, antara mengiyakan ajakan Sean buat nonton, atau pergi ke rumah Erlangga untuk mengajari matematika seperti biasa. Masalahnya cowok itu tidak memberi kabar sama sekali. Biasanya Erlangga menelepon dan menunggu di rumahnya, tapi hari ini cowok itu seperti hilang bagai ditelan bumi. Qiana tidak mau ada urusan dengan Pak Kepala Sekolah lagi, kalau sampai nilai cowok itu tetap amburadul. Qiana mengambil ponselnya, ia berniat menelepon Erlangga daripada menunggu tidak jelas. Tanpa harus menunggu lama, akhirnya telepon pun tersambung. “Halo, Lang, gue ....” “Halo? Apakah Anda teman dari pemilik ponsel ini?” Qiana mengerutkan keningnya kar