Pisah Kamar

1575 Kata
Dengan tanpa banyak bicara, Erlin meninggalkan Rafael, Bram dan Kelvin yang sedang ngobrol di ruang tamu. Sekilas dia melihat suaminya membawa amplop cokelat yang berukuran besar dan tebal, lalu menyerahkannya pada Bram. ‘Semoga Mas Rafael benar-benar melunasi semua utang-utangnya. Dan dua manusia sangar itu tidak akan pernah datang lagi ke sini, Amiin,’ doa Erlin dalam hati sambil masuk ke kamarnya. Bahkan Erlin tidak menyediakan minum untuk suaminya. Mungkin terlanjur kesan dan marah sekaligus senang karena tidak perlu lagi menemani dua begundal itu. Erlin bersumpah tidak akan mau ikut campur atau terlibat lebih jauh dalam urusan suaminya dengan dua penagih itu atau dengan siapapun. Erlin sudah patah arang. Andai tak ada tuntutan kewajiban untuk tetap menghormatinya, ingin rasanya dia menampar dan memaki-maki suaminya yang sudah menjebloskan dirinya dalam situasi yang mengerikan seperti tadi. Erlin lantas mengunci diri dalam kamar sambil menenangkan pikirannya yang tadi sempat kocar-kacir. Lalu menjejali kedua telinganya dengan headset yang memutar musik syahdu dari ponselnya. Erlin tidak ingin mendengar obrolan suaminya dengan kedua debt collector itu. Ketika sedang asik mendengarkan ‘Sandiwara Cinta Semusim,’ pesan dari Reza pun masuk. Dia menanyakan rencana Erlin pulang kampungnya. Reza berencana akan mengmabil mobilnya di rumah sodaranya jika waktunya sudah jelas. Erlin belum berani menjawab pasti, karena tidak tahu apakah suaminya kan ikut atau tidak. Dia janji malam ini atau besok akan ada jawabannya. ‘Semangat banget Reza nganter aku pulkam, hihihi, dasar brondong nekad! Tapi gak mungkin juga sih Mas Rafael ikut ke kampung. Secara dia tidak akan mau ketemu Uwa-ku yang terkadang menurutnya terlalu sibuk ceramah, padahal menurutku sih nasihat biasa aja. Dasar Rafael, manusia anti nasihat!’ Kembali Erlin bergumam dalam hatinya. Tok tok tok Suara ketukan pada pintu kamar menghentikan aktivitas Erlin yang sedang asik berbalas chat dengan Reza. Tok tok tok.. “Lin, Erlin, buka dong pintunya.” Ketukan pintu dan suara Rafael yang cukup kencang telah membuat Erlin tergesa-gesa menghapus semua chatnya, jaga-jaga takutnya Rafael memeriksa, walau selama ini tidak pernah. “Ya!” balas Erlin sambil beranjak dari tempat tidurnya lalu membuka pintu sambil seklias menengok ke ruang tamu yang ternyata sudah kosong. Matanya juga melirik sekilas pada jam dinding yang menunjukan angka setengah enam. Ternyata tak terasa sudah hampir satu jam Rafael dan dua temannya ngobrol. “Mereka udah pulang,” ucap Rafael lembut. ‘Alhamdulillah! selamat’ seru Erlin dalam hati. “Tolong siapin makan malam ya, aku lapar banget nih,” lanjut Rafael sambil ngeloyor menuju kamarnya hendak berganti pakaian. Tanpa menjawab sepatah kata pun Erlin langsung menyiapkan makan malam seadadanya karena memang belum sempat masak lagi. Namun demikian Rafael terlihat sangat lahap dalam menikmatinya. Erlin bahkan hingga melongo menatap tingkah suaminya yang sangat rakus menyuap makannya, ‘Jangan-jangan selama tiga hari ini, dia tinggal di goa. Cari tambahan semedi dalam goa pantes aja gak pernah bawa hasil pulangnya. Kayanya dia gak makan selama tinggal di goa. Lagian punya rumah tangga, malah ngelayap kerjaannya, dasar suami kurang bersyukur!’ batin Erlin geram. “Lin," ucap Rafael yang membuat Erlin sedikit terpranjat karena sedang melongo. “I… eh iya, Mas!” Erlin menjawab sedikit gelagapan. "Hehehe, kamu kenapa sih, kok malah bengong, dan ditanya kaya terkaget-kaget gitu?" tanya Rafael sambil tersunggung. Matanya menangkap piring nasi beserta semangkuk sup yang sepertinya belum disentuh sama sekali oleh istrinya. “Eh, ah.. gak papa Mas,” jawab Erlin masih sedikit gelagapan. Sebanrnya saat ditanya Rafael, isi kepalanya sedang dipenuhi sosok Reza, untung saja tidak salah ucap. "Oh terus kenapa nasi dan supnya gak dimakan? Kamu belum laper? Apa sedang kepikiran sesuatu?" tanya Rafael mendadak perhatian yang malah kian membuat Erlin salah tingkah seakan ketahuan jika dirinya sedang memikirkan lelaki lain. “Hehehe anu itu, iya Mas, aku lagi kepikiran sesuatu," jawab Erlin sekenanya. Namun segera dia merasa lega karena seperti menemukan jalan untuk membicarakan sesuatu yang sejak tadi ditanyakan Reza. “Kepikiran Reza, bukan, hehehehe,” canda Rafael sambil terkekeh yang sontak membuat Erlin tersentak. “Ih apaan sih!” bentak Erlin kaget serasa disambar petir, “Ngapain juga harus mikirin orang lain, aneh-aneh saja kamu, Mas!” sangkalnya maish dalam nada menyentak dan jantungnya mendadak dag-dig-dug tak karuan. "Ya, terus mikirin apa dong? Cerita aja gak usah ragu,” tantang Rafael sambil menyimpan sendok yang digunakan untuk makan, di atas piring. Lalu Rafael melipat kedua tangannya dengan rapi. Sorot matanya menatap wajah istrinya yang malam itu tampak mendung dan gelisah namun juga tersipu-sipu. ‘Jangan-jangan Mas Rafael pernah melihat chat Reza di hapeku, walau tidak ada yang spesial namun relatif sering juga Reza kirim chat,’ batin Erlin kembali bertanya-tanya. “Mikirin Uwa di kampung, udah dari kemarin nanyain terus mau kapan kita ke sana.” Erlin akhirnya bisa menjawab setelah menenangkan jantungnya. “Oh itu, ya tererah kamu maunya kapan? Kalau bisa sih jangan besok, lusa aja.” “Iya, terus Mas bisa ikut gak?” Erlin kembali berani menatap wajah suaminya. “Gak lah kan lusa ikut diklat ke Jogja. Mungkin besok sore atau malam berangkatanya, tergantung rombongan aja, kan banyakan dari kantorku ada delapan orang yang ikut.” Rafael menjawab spontan. “Jadi gak bisa ikut ke rumah Uwa?” Erlin memastikan. “Ya mau gimana lagi, kan tugas perusahaan, Lin. Kamu naik ojek aja seperti biasa.” Rafael memberi opsi. “Iya gak papa, aku mau mastiin aja. Rencananya mau sewa mobil Reza.” Erlin sengaja menyebut lagi nama Reza ingin tahu reaksi suaminya. “Heh, emang dia punya mobil?” tanya Rafael kaget. Selama ini belum pernah melihat anak kost Bu Mila itu bawa mobil. “Punya, mungkin mobil sodaranya. Dia kan suka jadi driver taksi online juga, jadi anggap saja sewa taksi onine hanya gak lewat aplikasi.” Entah sejak kapan Erlin jadi pandai berbohong. “Oh baguslah. Siapa tahu bisa gratis, dia kan udah kenal deket juga sama kamu, hehehe,” respon Rafael sambil melanjutkan kembali makannya. “Ya gak gitu juga. Memangngnya bahan bakar gak dibeli apa? Kalau itu mobil sodaranya kan juga harus ngasih setoran kali!” sangkal Erlin tak senang dengan gaya suaminya yang serba ingin gratisan. “Memang kamu punya uangnya?” Rafael malah balik tanya. “Gak, memang kamu mau ngasih?” Erlin mulai kembali berani menggugat alias menantang. Obrolan yang sedikit lebih manis dari boasanya itu, seketika kembali kaku yang kahirnya terdiam sama sekali. Erlin sengaja menjawab demikian ingin tahu sejauh mana tanggung jawab suaminya. Namun ternyata Rafael sama sekali tidak membahasnya lagi, hanya sekedar bertanya. Bahkan sampai makan malam berakhir, mereka tidak lagi saling bicara. “Eh, Mas yang tadi itu siapa?” Erlin kembali membuka pembicaraan setelah merapikan bekas makan mereka. “Oh itu Kelvin sama Bram. Kenapa, mereka ganggu kamu bukan?” Rafael langsung bertanya yang membuat Erlin kembali gelagapan. “Gak ganggu sih cuma mau tahu aja, beneran Mas Rafael punya utang sama mereka? Utang apa besar amat?” Erlin yang tadinya tidak mau ikut campur, tak kuasa juga menahan rasa penasarannya. “Oh hehehe, aslinya itu, utangnya Pak Irwan, atasnaku. Hanya memang pinjamnya melalui aku. Jujur aja aku juga memang punya utang tapi gak sebesar itu, hanya lima juta lagi,” terang Rafael sambil menunduk diakhir kalimatnya. “Sudah lunas yang lima jutanya?” selidik Erlin. “Yang empat puluh lima juta udah, itukan utangnya Pak Irwan, tinggal lima juta lagi punyaku.” Rafael kembali menegaskan. Nada suaranya mulai kembali terdengar kurang nyaman. “Memang Mas punya utang bekas apa sih? Masih main judi online?” “Tidak. Mas ada kebutuhan mendesak, buat persiapan ikut diklat itu.” “Terus kapan Mas mau melunasi utang yang lima jutanya? Nanti malah saat diklat dua orang itu datang lagi ke sini. Aku gak mau meladeninya. Mereka itu kurang ajar!” Erlin akhirnya melampiaskan kekesalannya. “Iya, aku udah janji besok sebelum berangkat diklat semua udah lunas, ya paling agak telat besok malam.” “Yakin Mas bisa melunasinya?” Erlin kembali nyolot suaranya, raut wajahnya pun kembali memerah karena marah. “Yakinlah, mau pinjem sama Zidan, mudah-mudahan besok dia ngasih,” balas Rafael, Deg! Jantung Erlin seketika tersentak. Apa yang menjadi kecurigaannya beberapa waktu lalu ternyata benar. Rafael memaksanya menerima bantuan modal dari Zidan hanya akan dimanfaatkan untuk krprntingannya sendiri. beruntung Erlin menolaknya. “Ya, syukur aja kalau dia mau minjemin, tapi jangan bawa-bawa aku, titik!” regas Erlin cukup jelas. “Kan aku udah janji tidak akan ngerepotin kamu lagi, Lin. Kalau besok ada Kelvin atau Bram ke sini kaya tadi sore, suruh tunggu aja. Kamu tinggalin aja kalau merasa terganggu. Pokoknya pasti aku lunasi semua!” Nada bicara Rafael pun mulai menanjak. “Kenapa sih gak diambil di kantor kamu aja, Mas?” geram Erlin karena kembali kesal membayangkan bertemu kembali dengan Bram dan Kelvin. “Alah, masa urusan utang harus dibawa ke kantor? Bisa-bisa aku dipecat sama perusahaan. Udah deh kamu gak usah ikut campur. Besok juga mereka gak akan ke sini, doakan saja Mas Zidan ngasih pinjaman,” pungkas Rafael keras. Karena suasana sudah kembali memanas, Erlin langsung beranjak dari tempat duduknya, lalu masuk kamar untuk menghindari pertengkaran yang lebih besar. Sementara Rafael pun beranjak dari kursinya, lalu masuk ke kamar yang satunya lagi. Pasangan suami istri berbeda hati dan prinsip hidup itu pun kembali pisah ranjang dan pisah kamar seperti malam-malam sebelumnya. Keduanya kembali tenggelam dalam urusannya masing-masing di kamar yang terpisah. ‘Sampai kapankah harus begini, hidup bagaikan tak bersuami. Malam yang dingin kukesepian, air mataku itulah teman. Sampai kapakah?’ tanya Erlin pada dirinya sendiri, sambil menatap langit-langit kamar yang belum pernah tersenyum apalagi memberikan jawaban selama dua tahun menemaninya. ^*^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN