Baru bertemu kembali setelah sekian tahun berpisah, Izhar sudah berulah. Menanyakan hari atau tanggal yang tempat untuk bertunangan!
Halo..ini hati Nirvana masih berdarah-darah akibat Raiden lebih tertarik pada Amaya. Eh tiba-tiba ditanya soal pertunangan, ya langsung kaburlah!
Di dalam kamar, Nirvana segera pergi ke kamar mandi dalam, guna membersihkan tubuhnya yang lengket sekali. Belajar bersama omnya itu sudah seperti bekerja. Bohong kalau badannya tidak terasa lelah.
Berendam tanpa memikirkan Izhar yang ia tinggal pergi begitu saja, Nirvana berusaha merilekskan tubuhnya. Serta pikirannya.
Saat pertanyaan Izhar terngiang-ngiang kembali, Nirvana ngedumel, "Izhar apa-apaan, sih? Pasti dia cuman bercanda. Gilá apa? Ngajak aku tunangan. Selain penampilan dan gaya bicaranya yang berubah. Otaknya juga! Berubah posisi geser ke kiri."
Aroma harum bunga lavender dari sabun mandi, membuat Nirvana betah berlama-lama. Padahal tadi ia meninggalkan Izhar begitu saja.
"Dia masih nungguin aku enggak, ya? Ah, enggak mungkin. Paling dia sudah pulang. Kurang kerjaan banget nunggu aku. Dia juga capek, kali. Pulang kerja langsung ke sini."
Baru saja bibirnya terkatup, terdengar suara ketukan pintu kamar yang cukup keras dan tak mau berhenti. Itu membuat Nirvana berdecak sebal. Bertanya-tanya siapa yang mengetuk-ngetuk pintunya.
Terpaksa, Nirvana bergegas menyudahi kegiatan mandinya. Dengan hanya menggunakan handuk kimono, Nirvana menghampiri dan membuka pintu kamarnya.
"Maaf, Non. Saya diutus Nyonya Meriana untuk mencari Non karena Den Izhar masih menunggu di depan."
"Lohh, dia masih nunggu!? Aku kira dia sudah pulang, Bik." Bibik hanya menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Ya sudah, saya ganti baju dulu. Enggak mungkin, kan, saya ke depan sekarang?" Bibik kembali menggeleng. Kali ini senyumnya pudar, berganti raut wajah sedikit panik. Yang benar saja cucu majikannya ini akan kedepan menemui seorang pria hanya mengenakan handuk kimono? Bisa heboh Kediaman Hasyiem petang ini!
Nirvana segera mencari baju alakadarnya, yang penting nyaman dan enak dipandang. Tentu bibirnya belum berhenti ngomel, "Kenapa enggak pulang aja, sih? Kayaknya harus diusir dulu baru mau pulang."
Mengenakan kaos pendek berwarna putih dipadukan dengan celana kulot panjang berwarna biru dongker, Nirvana keluar kamar dengan rambut kering yang sengaja diurai, tapi sudah tersisir rapi. Sudah enak dipandanglah sekarang ini. Meski tanpa riasan makeup.
"Kenapa lagi? Aku kira kamu sudah pulang."
Ketika berbicara, Nirvana enggan memandang ke arah Izhar. Gadis itu lebih senang memandangi pemandangan halaman rumahnya yang di sana lampu-lampu taman sudah dinyalakan. Hari sudah benar-benar gelap gulita, tapi Izhar masih betah di sini.
"Belum. Saya masih menunggu kamu, Nirvana."
"Buat apa? Isshh.." kesal Nirvana melirik tajam ke arah Izhar.
Izhar malah tertawa kecil. Lalu, dalam sekejap raut wajahnya berubah serius. "Untuk mendapat jawaban. Jadi--"
"Enggak ada jawabannya!" potong Nirvana yang kemudian terang-terangan mengusir Izhar, "Sudah, Zhar. Jangan bercanda terus. Sana pulang, istirahat.."
"Sia-sia saya menunggumu selesai mandi sampai wangi semerbak bunga tujuh rupa seperti ini."
Tak terima sabun aroma lavendernya dikatai bunga tujuh rupa, Nirvana berjalan mendekat pada Izhar. Menyeret pergelangan tangan pria itu sampai halaman rumah yang di sana telah terparkir sebuah mobil. Jelas, ini bukan mobil keluarga Hasyiem. Karena mobil keluarga Hasyiem selalu terparkir rapi di garasi besar rumah mewah ini.
Jadi, sudah pasti ini mobil tamu. Siapa lagi selain Izhar putra Om Cakra ini!?
"Sudah, ya. Pulang. Ditunggu Om Cakra di rumah." Nirvana pun melepaskan pergelangan tangan Izhar. Menyadari sudah terlalu berani pada seorang pria.
"Papa keluar kota, Nirvana. Baru berangkat sore ini. Hayo..mau bilang apalagi? Tidak terpikir bilang dicari Tante Inge, kan?"
Tante Inge..
Seketika Nirvana merasa sedih. Nirvana merindukan Mama Izhar.
"Apa sih, Zhar? Beliau sudah tidak ada. Aku ingat, kok." Nirvana menduga Izhar sedang mengetes ingatannya.
Bertahun-tahun Nirvana dalam pelarian, segala ingatan dalam kepalanya masih utuh. Termasuk ingatan tentang keluarga Izhar yang menyisakan kaum pria saja. Terdiri dari ayah dan seorang putranya.
Semenjak kepergian Tante Inge--Mama Izhar--bertahun-tahun lalu, Om Cakra memang belum mau menikah lagi. Nirvana selalu mendoakan yang terbaik untuk keluarga sahabat papanya itu. Semoga rumah mereka yang dingin, kembali hangat bila memang jodoh Papa Izhar masih ada di dunia ini. Takdir seseorang hanya Tuhan lah yang tahu..
"Saya pikir kamu lupa," celetuk Izhar tersenyum tipis. "Maka dari itu, saya ingin menemanimu ke makam. Nanti setelah ke makam kedua orang tuamu, ke makam mama saya, bagaimana?"
Tidak ada salahnya menerima ajakan baik Izhar kali ini. Tanpa berpikir panjang, Nirvana mengangguk. "Kangen sama Tante Inge. Mau bawain bunga kesukaan beliau, bunga mawar putih."
Senyum Izhar kian mengembang. Hatinya berbunga-bunga karena tulusnya kebaikan hati Nirvana. "Masih ingat juga bunga kesukaan mama saya. Hmm..kamu sengaja, ya?"
"Sengaja apa?"
"Membuat saya semakin terpikat."
Entah, sudah serangan keberapa yang Izhar layangkan? Yang jelas dengan kekuatan ekstranya Nirvana kembali mengusir Izhar kesekian kalinya. Kali ini Nirvana sampai merebut kunci mobil Izhar guna membuka pintu mobilnya.
Setelah pintu mobil terbuka, Nirvana memaksa Izhar masuk dan duduk manis di kursi kemudinya. "Keburu kemalaman di jalan, pulang sekarang, gih! Hati-hati di jalan ya, Zhar.." Tak berniat memasangkan sabuk pengaman pada Izhar, Nirvana langsung menutup pintu mobil tersebut.
Nirvana melambaikan tangan seraya mengulas senyum lebar membunùh, mengisyaratkan Izhar segera melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah ini.
"Sampai jumpa kembali besok, Nirvana." Begitu ucap Izhar seusai membuka kaca mobilnya.
"Iya buruan pulangg!"
Mobil Izhar pun melaju meninggalkan halaman rumah ini. Akhirnya.. Nirvana lega sekaligus bergidik ngeri. 'Makin ke sini makin menjadi! Takut..'
Masuk kembali ke dalam rumah, ternyata sudah ada Hasyiem di ruang tamu. Entah sedang apa beliau?
"Izhar sudah pulang?" tanya Hasyiem pada cucunya.
"Iya, Eyang Kakung."
"Diusir sama Vana," sahut Meriana yang baru muncul.
Meriana seperti dukun. Apa yang dikatakannya barusan memang benar adanya. Bahwa Nirvana telah mengusir Izhar.
"Benar begitu, Vana? Kamu mengusir Izhar?" Hasyiem memastikan dengan menanyakannya langsung pada Nirvana.
Sayangnya, Nirvana mengangguk lemah. Membenarkan. "Y--ya..ya habisnya Izhar enggak pulang-pulang, Eyang Kakung! Vana, kan, jadi risih ditungguin terus. Padahal juga enggak ada urusan penting."
"Izhar merindukan kamu, Vana."
"Kan, masih ada hari esok," balas Nirvana tak membenarkan alasan 'rindu'.
"Rindu mana bisa ditahan?"
'Bisa, Eyang Kakung. Bisa! Setiap hari Vana selalu menahan rindu pada seseorang,' jawab Nirvana dalam hati. Tentu Raiden Alsaki lah yang selalu Nirvana rindukan setiap harinya. Nirvana tak bisa memungkiri hal tersebut.
Sekuat Nirvana menahan rasa rindu, rasa itu tetap berhasil menyelinap masuk. Membuatnya selalu galau.
"Apa mungkin Izhar menyukaimu?"
"A--apa sih, Eyang Kakung.." Nirvana menggeleng keras. Menampik hal tersebut walau kenyataannya Izhar seperti menyukainya.
Nirvana sampai tidak bisa membedakan ucapan Izhar yang serius dengan yang bercanda. Intinya, pria itu gemar menggodanya. Tidak dulu, tidak sekarang. Tetap seperti itu!
"Bukan mungkin lagi, Eyang Kakung. Tapi benar adanya. Dari gelagatnya saja sudah terlihat. Vana pikir, Eyang Putrinya ini tidak pernah muda? Dulu, Eyang Kakung kalau apel persis Izhar. Tunggu diusir dulu baru pulang. Kadang harus janji kalau besok mau diajak jalan. Dasar, Pria Seribu Taktik."
Sahut Meriana barusan membuat Nirvana tak bisa berkutik lagi. Nirvana kesulitan menyangkal. Pada akhirnya Nirvana diam. Menanti tanggapan eyang kakungnya.
"Hmm..nostalgia yang indah," gumam Hasyiem sembari mengingat masa-masa indahnya bersama Meriana saat masih seusia Nirvana dan Izhar. "Kalau bukan karena sikap pantang menyerahku, kita tak akan bisa menua bersama seperti ini, Meriana."
Pipi Meriana bersemu. Sudah setua ini cintanya tak pernah usang apalagi terkikis waktu.
Mendapati kehangatan diantara kedua eyangnya, Nirvana turut bahagia. Ia mengungkapkan, "Vana senang deh, ngelihat Eyang Kakung sama Eyang Putri. Seperti melihat gambaran yang Vana inginkan di masa tua nanti. Bahagia bersama orang yang Vana cintai."
"Itulah yang terjadi ketika kita tepat dalam memilih pendamping hidup. Tak sekadar cinta yang akan ia berikan, tapi seluruh hidupnya kalau perlu. Maka dari itu, jangan terburu-buru percaya pada cinta semu. Seumur hidup itu lama, temukan pria yang tepat, Nirvana." Begitu petuah Meriana pada Nirvana. Agar Nirvana tidak salah dalam memilih pendamping hidupnya kelak.
"Baik, Eyang Putri. Doakan Vana menemukan seseorang yang tepat dan bahagia hingga maut memisahkan."
Pembahasan pun kembali pada Izhar. Kali ini Hasyiem lah yang bertanya, "Soal Izhar, bagaimana perasaanmu, Vana?"
"Vana hanya menganggap Izhar sebagai sahabat, Eyang Kakung. Tidak lebih. Lagipula, Vana dan Izhar sudah seperti keluarga. Dulu, kan, almarhum papa dan Om Cakra benar-benar merupakan sahabat sejati. Sampai akhirnya maut memisahkan. Papa pulang lebih dulu." Nirvana mengambil jeda. Kemudian dengan berani mengungkapkan kenyataan yang ia ketahui sendiri. "Daripada Om Hamlan, almarhum papa sepertinya lebih dekat dengan Om Cakra. Iya, kan, Eyang Putri?"
"Jangan keras-keras. Nanti ommu dengar," peringat Meriana.
Tepat sekali setelah itu Hamlan muncul dengan pakaian rumahannya. "Ekhm. Kapan makan malam dimulai, Pa, Ma? Daripada sibuk mengurusi anak muda yang sedang dimabuk asmara, bukankah lebih baik mengisi perut yang sudah meronta-ronta?"
"Betul kata ommu. Jangan makan cinta, Vana. Nasi ayam masih enak, kok," serobot Hasyiem mencairkan suasana tegang akibat kemunculan Hamlan. Hasyiem tak ingin Hamlan dan Nirvana adu mulut seperti sebelum-sebelumnya. Maka dari itu Hasyiem langsung mengajak, "Ayo kita makan malam.."
Hasyiem, Meriana, dan Hamlan pun meninggalkan ruang tamu menuju ruang makan guna melangsungkan makan malam bersama. Tak ketinggalan Nirvana menyusul di belakang seraya membatin, 'Siapa juga yang mau makan cinta? Tapi kalau makan hati sudah sering, Eyang Kakung..' T.T
***