Pemeran Utama

1324 Kata
Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 dan Bryan, Rey juga Citra masih berada di dalam mobil dalam perjalanan. "Kau hanya perlu menggandeng tanganku, tidak usah menjawab apapun saat ditanya dan cukup tersenyum saja." Citra mengingat jelas perintah bosnya itu sebelum dia masuk ke dalam mobil, meski sebenarnya dirinya masih sangat malu dengan kejadian di mana dia terjatuh tepat ke d**a bidang milik Bryan. Kamu mikirin apa sih, Citra! Inget, kamu cuma cinta sama mas Raka! Citra mencoba untuk menetralkan wajahnya yang memerah. Dia bergerak sedikit, mencoba untuk menyesuaikan baju di tubuhnya yang terasa sedikit tidak nyaman. Entahlah, Citra memang tak suka memakai baju seterbuka ini. Bryan yang sedang melirik ke luar jendela tiba-tiba menengok ke arah kaca spion dalam, melihat Citra yang tengah menarik-narik ujung dress yang dikenakannya ke bawah. Wajahnya nampak tidak nyaman. "Dress itu harganya mahal, jika kau tarik-tarik seperti itu bahannya akan renggang dan tidak bagus lagi. Mau mengganti biayanya?" ucap Bryan dingin, dia masih melihat Citra lewat spion dalam. Citra yang terkejut langsung berhenti melakukan hal itu dan segera menepuk-nepuk dressnya. "T-tidak, pak." Dia mengerucutkan bibirnya dan tertunduk malu, kenapa juga sih aku harus menuruti perintah bos tukang atur dan pemarah sepertinya, harusnya kan aku bisa menolaknya. Tapi dia tiba-tiba teringat, "Ah, benar juga. Penjara dan pengasingan." dia bergumam pelan sambil tertawa hambar. Mana mungkin dia bisa menolak keinginan bosnya setelah Citra berlaku kurang ajar dengan menampar pipinya dan berteriak kepadanya seperti orang gila. "Ting tiruting ting tung ting ..." Ponsel Citra berbunyi, Citra buru-buru mengambil ponsel miliknya di dalam tas dan melihat siapa yang menelponnya. "Mas Raka?" dia sedikit terkejut. Citra hendak mengangkatnya, namun dia langsung menghadap ke depan. "Errr ... pak bos, boleh saya mengangkat telepon?" Bryan mengangguk singkat, "Terserah." Citra mendesah lega, dia langsung menggeser slide dan menekan tombol dial untuk menghubungkan panggilan. "Halo, mas?" "Cit, kamu di mana?" Citra segera memikirkan alasan, "Errr ... Citra lagi lembur mas, memangnya kenapa?" "Aku mau pinjam uang sama kamu." "Pinjam uang maksudnya?" nada suara Citra sedikit mengeras, membuat kedua pria di depannya mampu mendengar apa yang tengah ia bicarakan. "Yah ... kau tahu, aku sedang dalam masa sulit. Aku kehilangan banyak klien dan masa pernikahan kami semakin dekat, aku tidak bisa memikirkan orang lain selain kamu Cit. Bantu aku, ya? Katanya kamu sayang sama aku." Citra tertawa, tawa yang sangat hambar dan penuh luka. Matanya sudah berkaca-kaca karena kemarahan yang ia tahan, dia tidak boleh merusak make up mahal ini. "Heh, Raka." ini pertama kalinya Citra memanggil Raka dengan namanya saja tanpa embel-embel 'mas' setelah sekian lama mereka berpacaran. "Kamu tuh bener-bener ga punya malu ya, udah hamilin anak orang, selingkuhan di mana-mana, sekarang apa? Mau minjem duit dari MANTAN kamu buat pernikahanmu sama wanita yang sudah kamu hamili? MIKIR DONG, AH ELAH. Udah miskin, berlagak sok hebat pula pake acara hamilin anak orang." Dada Citra kembang-kempis, dia merasa sangat kesal saat ini. Namun, anehnya semua perasaan yang menumpuk di dadanya itu menghilang saat dirinya marah-marah di telepon. "Dasar lacur rendahan, kau kira aku mau mengemis padamu, HAH? MEMANG BENAR AKU PUTUS DENGANMU, DASAR—" "Hei!" Citra terkejut saat ponselnya direbut oleh Bryan secara tiba-tiba. Pria itu langsung menempelkan ponsel Citra di telinganya. "Berisik. Jika kau terus-terusan bicara omong kosong seperti ini aku akan langsung membawamu ke meja hijau." setelah berkata demikian, panggilan pun diakhiri secara sepihak. Bryan lalu melempar ponsel Citra ke belakang dan langsung Citra tangkap dengan sigap. Citra tertegun. "Jika ingin bertengkar jangan di dalam mobilku." Bryan kembali menghadap ke jalanan, Citra mengangguk lemah. Dia malu dengan dirinya sendiri yang sudah berpikir macam-macam. Rey tiba-tiba menyeletuk, "Ah iya, aku baru ingat. Malam ini pesta ulang tahun ibumu 'kan? Apa kau sudah membawa hadiah untuknya?" "Tentu saja, aku sudah membawa hadiah yang sangat istimewa untuknya." Rey tidak mengerti apa yang Bryan maksudkan, namun dia manggut-manggut saja sambil membelokkan mobil ke arah sebuah mansion besar yang berada di balik pegunungan. Citra yang melihatnya dari balik kaca mobil tidak bisa berhenti menganga. Apa itu? Istana Disney? Dari kejauhan pun, rumah yang mirip seperti istana itu sudah bercahaya ibarat bulan di tengah kegelapan. Jalanan yang kini mereka lewati juga milik keluarga Zulkarnain. Entah berapa ribu trilliun aset yang mereka miliki, yang pasti, Citra tahu bahwa pria di depannya ini bukanlah pria sembarangan. Semakin mendekat ke mansion, terjejer mobil-mobil mewah dengan warna yang mengkilap. Di halaman pun sudah terpasang meja-meja dengan makanan dan minuman untuk para tamu, meski acara utamanya di selenggarakan di dalam mansion. Di depan mansion terlihat layar raksasa yang menunjukan bagian dalam rumah. "Wah ..." Citra sampai tak bisa berkata apa-apa. Dia merasa seperti katak yang baru saja keluar dari tempurungnya. Melihat ini semua, dia tahu bahwa kastanya sangat jauh berbeda dengan mereka semua yang berada di sini. Semua atensi tiba-tiba tertuju ke arah mobil yang dinaiki oleh Citra, jantungnya berdegup keras. "Apa kita sudah sampai?" "Ya, dan ingat peranmu." Citra membuat sikap hormat, "Hanya menggandeng tangan dan tersenyum tanpa mengatakan apapun. Siap, pak." Bryan menarik sudut bibirnya, membuat senyuman tipis yang mampu menusuk hati Citra dengan sekali serangan. Sabar Cit, sabar, ini yang namanya godaan syaiton. Rey memarkirkan mobil Bryan di halaman parkir VVIP, atau khusus milik keluarganya saja. Setelah mesin mobil benar-benar sudah mati, barulah mereka bertiga keluar. Citra meremas ujung dressnya sendiri sebelum dia keluar. "Citra, kumohon bertahanlah sebentar lagi." dia menyemangati dirinya sendiri, Citra menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan untuk mengatasi rasa gugup yang menjalar di setiap inchi tubuhnya. Citra keluar dan membuat banyak tamu undangan terkejut. "Siapa dia?" "Aku tidak pernah melihat gadis itu." "Apa dia wanita baru milik Tuan Bryan?" "Dia tidak terlalu cantik." "Benar 'kan? Tubuhnya saja kurus seperti itu, sepertinya dia akan terbang jika terkena angin." "Lalu bagaimana dengan dia?" Semua orang berbisik-bisik, Citra yang langsung diserang hujatan verbal lantas tak berani mengangkat wajahnya. Dia hanya berdiri canggung di sebelah Bryan. Pria itu menyadari bahwa Citra tengah gugup, maklum, seseorang dari status sosial menengah-kebawah akan syok berat jika dibawa ke pesta kalangan superior seperti ini. Bryan kemudian mengambil tangan Citra dan membuatnya untuk menggandengnya. "Jangan pedulikan ucapan mereka, fokus dengan pekerjaanmu saja." ucapnya sambil tetap melihat lurus ke depan. Citra melirik bos tampannya itu, lalu pandangannya turun ke arah tangannnya yang menggaet lengan Bryan. Tangan Citra berkeringat saking gugupnya, bahkan sepatu yang ia pakai sudah banjir keringat dingin. Dia tiba-tiba tidak tahu bagaimana caranya bernapas. Bryan menoleh, dia melihat gadis setinggi bahunya itu masih melamun dengan tatapan kosong dan sedikit bergetar. Dia berdecak kesal, tapi mau bagaimana lagi, ini demi kedamaian hidupnya selama 1-2 tahun ke depan. Bryan mengganti posisi mereka dan tiba-tiba saja Bryan memeluk Citra. Membuat semua tamu undangan sekaligus Citra terkejut bukan main. "Tenanglah sayang, kau pasti akan baik-baik saja. Percaya padaku, ya?" Bryan bersuara seperti pacar yang lembut dan perhatian, membuat gadis-gadis meleleh dan merasa iri kepada Citra. Kepala Bryan sedikit merendah, tepat di samping telinga Citra. "Jangan banyak tingkah, jika kau mau posisimu kembali di kantor," bisiknya pelan dan dingin, membuat kesadaran Citra kembali. Dia yang baru saja terbuai dengan kata-kata manis Bryan langsung kembali ke daratan. "Baik, pak." "Bagus," Bryan melepas pelukannya dan menyodorkan lengannya untuk digaet. Bryan tersenyum, manis dan memikat. Namun, Citra tahu itu hanya kamuflasenya, tidak ada ketulusan dalam senyuman tersebut. "Ayo masuk," ajak Bryan. Citra membalasnya dengan senyuman manis, dan mengangguk singkat. Senyumannya itu membuat para pria memerah bahkan berpaling dari pasangan mereka sendiri, Bryan sendiri pun tak dapat menghindari kecantikan Citra yang benar-benar memukau. Mereka berdua bergandengan masuk ke dalam mansion, diiringi dengan tatapan heran sekaligus menusuk dari orang-orang. Sementara Rey tidak tahu minggat ke mana, Bryan tidak memikirkannya. "Bryan, anakku! Mamah sudah menunggu kamu dari tadi!" dari ambang pintu, seorang wanita paruh baya dengan kecantikan yang masih terjaga dengan baik tersenyum lebar saat melihat Bryan. Namun, senyumannya berhenti ketika melihat seorang gadis yang berdiri tepat di samping Bryan. "Dia siapa, nak?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN