Masalah Baru

1305 Kata
Citra terkejut bukan main ketika melihat Raka terpental ke belakang dengan satu pukulan. Pria bermasker itu! Sudah kuduga dia pria yang jahat! "Hei!" baru saja Citra hendak berdiri dan membantu Raka, namun pandangannya dihalangi oleh pria tampan yang mengulurkan tangan padanya. "Kau tidak apa-apa, Nona?" tanyanya. Citra mengangguk, tidak mau berlama-lama menatap wajahnya yang mirip seperti obat tidur itu. Membuat ketergantungan jika dilihat dalam jangka panjang. "Perlu bantuan?" tanyanya lagi. "Tolong, pria itu mencoba untuk menghajar pacarku." Citra spontan menunjuk ke arah pria bermasker itu. Cinta memang membuat seseorang menjadi bodoh dan buta. Bahkan meski dirinya baru saja dicampakan dan diberi label selingkuhan, hatinya tak bisa memungkiri bahwa satu-satunya pria yang ia cintai adalah Raka. Rey meneguk ludahnya, dia menoleh dan melihat Bryan yang dadanya naik turun karena gejolak emosinya yang keluar. Rey lalu menoleh ke arah Citra kembali. "Tapi, Nona ... teman saya mencoba untuk membantu Nona. Lihat diri anda, Nona didorong dan menabrak kursi hingga jatuh seperti ini. Dan juga, bukannya pria itu sudah menghamili wanita lain?" Citra lantas mencekal kerah Rey dengan erat, membuat pria itu sedikit sesak napas. "Nggak ... itu gak mungkin. Mas Raka gak mungkin ninggalin aku." Citra tertawa dengan ekspresi nanar. Dia melepaskan cengkeramannya dan segera berlari menuju Raka yang menggeliat sakit di puing-puing kursi yang sudah patah. Pengunjung lain sudah kabur, ada beberapa yang tetap tinggal dan merekam kejadian tersebut. Pemilik restoran hanya bersembunyi dibalik dapur sambil berdoa agar restorannya tidak hancur. "Mas, kamu gapapa mas?" Citra menyentuh pelan bahu Raka yang terasa tegang. GUBRAK! Citra didorong kembali, dia yang tadinya jongkok lalu jatuh terduduk di lantai. Citra menatap Raka dengan penuh tak percaya. "b******n! Dasar cewek lacur, udah kubilang jangan berisik, jangan berisik, jangan berisik! Kau hanya terus-terusan mempermalukanku dan membuatku dalam masalah!" hardik Raka dengan nada super tinggi, dia sudah masa bodo dengan imej. "Tapi mas ..." Belum sempat Citra menyelesaikan kalimatnya, kerah Raka dicengkeram oleh Bryan dan di angkat ke udara. BUGH! Satu pukulan mendarat lagi di pipinya. "Kenapa kau terus memukulku hah? k*****t b******n!" Raka marah-marah di depan Bryan yang masih memakai maskernya. Rey langsung sigap, dia menahan lengan Bryan yang hendak meninju mulut Raka sekali lagi. "Bry udah Bry, inget posisimu sekarang ini, jangan sampe imej perusahaan jatuh." bisik Rey di telinga Bryan. Bryan langsung tersadar. Sebenarnya apa yang tengah dilakukannya? Kenapa dia mencampuri urusan orang yang bahkan dia tidak kenal sama sekali? "Kalo emang laki-laki gausah kasar sama wanita. Laki-laki kok beraninya cuma di ranjang." Bryan akhirnya melepas Raka dan membuat pria itu tersungkur. Dia menatap sekeliling dan melihat semua orang tengah menatap takut ke arahnya. Bryan menunduk, melihat Citra yang tak berkedip melihatnya. Matanya yang sebulat kelereng itu mampu memantulkan bayangannya dan membuat Bryan sedikit berdecak kagum. Citra tiba-tiba saja berdiri, dia berhadapan di depan Bryan. Rey mengangkat alisnya bingung, apa yang akan gadis itu lakukan? "Apa?" tanya Bryan. PLAK! Rey membelalakan matanya. Bryan juga terkejut bukan kepalang ketika pipinya mendapat cap merah dari tangan Citra. Seumur hidupnya dia baru pernah ditampar oleh seseorang, dan dari orang yang belum ia kenal! Karena tamparan keras itu, masker di wajah Bryan terlepas dan dia menunjukan wajah aslinya. Banyak pengunjung yang masih bertahan di sana langsung terpesona dengan ketampanan Bryan. Namun, Bryan kini tengah di puncak emosinya. "Hei! Apa maksudmu?!" teriak Rey marah, Bryan yang hendak bertanya hal yang sama langsung mengurungkan niat dan menatap Citra yang masih memasang ekspresi tak dapat diterka. "Kalian berdua gila!" Satu kalimat yang meluncur dari Citra membuat kedua pria itu kebingungan. Mereka hanya ingin membantu, namun kenapa mereka dibilang gila?! "Ayo, mas. Kita pergi ke Rumah Sakit aja." Citra melirik mereka tajam sambil memapah Raka yang pincang dan babak belur. "Gausah pegang-pegang!" Raka mencoba melepaskan diri dari Citra. Namun gadis itu ngeyel dan tetap memapah pria berkaus polo tersebut. Sepeninggalnya Citra dan Raka, Bryan dan Rey dibuat cengo. "AAAAARGH!" Bryan menendang salah satu kursi untuk melepaskan amarahnya. Dasar gadis tidak tahu diuntung! batinnya di dalam hati. "Bry, mending kita pulang aja ke hotel. Udah reservasi." ajak Rey, dia juga masih merasa kesal dan tak mau berlama-lama di sini. Nafsu makannya menguap entah kemana. Bryan kemudian mengangguk, dia diam kembali. Mencoba menyimpan kemarahannya dalam hati. "Rey, berikan kompensasi untuk restoran ini. Berikan mereka cek atas namaku." Ujar Bryan sambil meninggalkan Rey dan menuju mobilnya terlebih dahulu. Rey manggut-manggut saja dan segera menuju ke dapur untuk minta maaf dan berdiskusi dengan pemilik restorannya. Sewaktu Bryan baru saja keluar dari restoran tersebut, dia melihat pasangan tadi tengah bercekcok kembali di tengah jalan. Namun, kali ini berbeda. Dia tidak ada minat untuk membantunya. "CIT, MENDING KAMU CARI LAKI-LAKI LAIN SAJA! GAUSAH NGEMIS-NGEMIS CINTA KE AKU TERUS!" "Mas ... kamu lagi terluka, kita ke rumah sakit dulu aja ya? Masalah ini bisa dibicarain nanti lagi." Citra masih bersikeras, dia sangat keras kepala. Namun, jika batu bertemu dengan batu, maka kehancuran yang akan menemui mereka pertama kali. "Gausah deket-deket aku lagi, mulai sekarang kita berdua udah gak ada hubungan apa-apa lagi." tutur Raka sambil menaiki ojek yang ia pesan. Citra yang tidak bisa mengejar karena tak punya uang untuk pulang hanya mampu menatap kepergian Raka, yang mungkin akan pergi selamanya dari hidupnya. Citra terduduk lemas, dia menangis tersedu-sedu. Dia menangisi betapa malangnya nasibnya karena ditinggal oleh kekasihnya itu. Bryan tidak segera masuk ke dalam mobil dan tetap menatap punggung Citra yang bergetar karena menangis terus-terusan. Setelah seperempat jam menangis, Citra berusaha untuk berdiri namun kakinya sangat lemas sehingga beberapa kali dia terjatuh dan membuat dengkulnya lecet. Namun, akhirnya dia bisa menyeimbangkan badannya dan berjalan dengan lunglai menuju ke rumahnya. Bryan yang masih setia menatap punggung kecil dan rapuh itu bahkan sampai tak berkedip, dan dia sudah melupakan bagaimana perihnya pipinya saat ditampar Citra tadi. "Bry?" panggil Rey, membuat Bryan tersentak dan langsung berdeham. "Kenapa?" "Oh, aku sudah selesai mengurus biaya kompensasinya. Mereka meminta 50 juta untuk biayanya." jelas Rey. "Baguslah." "Kau belum masuk ke mobil daritadi?" tanya Rey bingung. "Oh, ya ... aku mencari udara segar. Tapi sekarang kurasa aku akan masuk ke dalam mobil." Bryan membuka pintu mobil dan segera duduk di dalamnya. Rey mengernyit dan memiringkan kepalanya. "Padahal kan, dia hanya perlu menyalakan AC di mobil." gumamnya sebelum dia ikut masuk ke mobil dan mulai melajukan mobilnya di jalanan. Menuju sebuah hotel bintang lima tempat mereka beristirahat nantinya. * "Cit!" panggil Sera, salah satu staff kantor yang tengah berada di pantry dengannya. "Eh, iya mbak?" Citra memanggilnya mbak karena Sera lebih tua 2 tahun darinya. Di mana dirinya sekarang berusia 24 tahun dan Sera sudah 26 tahun. "Kau kenapa sih? Dikerjain sama Rani lagi?" Citra menggeleng lemah, kantong matanya yang menghitam juga tak dapat dia sembunyikan secara sempurna dengan concealer karena dia terlalu banyak menangis tadi malam. "Lagi ada masalah internal aja mbak." "Oalah, kalo mau cerita tinggal cerita aja ke aku, gausah sungkan Cit." Citra tersenyum kecil, dia menghargai kebaikan Sera. "Makasih, mbak." Citra yang sudah meminum kopinya lalu berjalan keluar dan hendak kembali menuju ke ruangannya. Namun, lobby terlihat sangat ramai, para staff lainnya pun berlari-lari kecil hingga menabrak bahunya menuju ke lobby. "Ada apa sih?" Citra yang penasaran lalu berjalan menuju ke lobby dan mencoba berjinjit untuk melihat apa yang ada di sana. Namun apa yang dilihatnya kali ini akan membawa mimpi buruk berkepanjangan ke dalam hidupnya. "Pria bermasker itu!" "Hah, pria bermasker?" tanya Sera yang kebetulan berdiri di sebelahnya. "Eh, mbak Sera, pria yang pake jas putih-putih itu siapa? Kok gak pernah lihat?" "Hus! Jangan asal tunjuk-tunjuk! Turunin tanganmu! Dia itu bukan sembarang orang yang bisa kamu tunjuk!" perintah Sera cepat karena khawatir Citra akan mendapat masalah karena dirinya masih anak baru di sini dan belum tahu apa-apa. "Kenapa, mbak?" "Pria berjas putih itu, pemimpin utama EAGLE CORP! Bryan Zulkarnain!" Detik itu pula, Citra merasa arwahnya sudah melayang ke pemberhentian selanjutnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN