Awal Kehidupan Baru
“Bagaimana kamu bisa setega ini denganku, Mas? Setelah semua yang aku lakukan selama ini, Apa itu masih belum cukup untuk membuatmu bahagia?”
Seorang Wanita cantik tengah bersujud di kaki sang suami. Dia menangis dan memohon agar tidak diceraikan begitu saja.
Kehidupannya hancur saat Pria yang dicintainya pulang membawa madunya.
Tidak dapat memiliki keturunan adalah alasan dia diperlakukan seperti sampah oleh Ibu Mertuanya.
“Aku sudah menemukan Wanita yang bisa memberiku keturunan, Indira. Mama juga sudah memberikan restu untuk aku menikahinya. Lebih baik sekarang ini kamu segera berkemas lalu pergi dari rumah ini.”
“Semudah itu kamu mengakhiri pernikahan kita. Apa pengorbananku selama ini tidak ada artinya di matamu, Mas? Serendah itukah aku hingga harus di usir dari rumah ini?”
Indira menegakkan badannya setelah memohon dan merendahkan harga dirinya untuk mempertahankan rumah tangganya.
Dia sudah mengaku kalah, rumah tangganya tidak bisa dipertahankan lagi karena nahkodanya sudah berbelok arah. Kisah bahagianya dengan Pria yang dicintainya telah berakhir.
“Wanita yang tidak bisa memberikan keturunan untuk Suaminya tidak akan memiliki tempat di keluargaku! Sudah cukup aku bersabar memiliki menantu yang tidak tahu diri sepertimu.”
“Terima kasih atas sanjungannya, Ma. Selama ini Dira sudah menganggap Mama sebagai malaikat yang memiliki kesabaran seluas samudra. Meskipun berakhir seperti sampah aku tetap akan mengingat kebaikan Mama.”
Indira berjalan mendekati Pria yang kini tengah menatapnya tajam. Ada seorang Wanita muda yang sedang bergelayut manja di lengannya.
“Meskipun hubungan kita sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Aku akan tetap menganggap mu sebagai orang baik, Mas. Selama dua belas tahun kita sudah melewati suka maupun duka dalam membina rumah tangga. Walaupun akhirnya kamu membuang ku seperti kotoran yang sangat menjijikkan.”
Dengan langkah gontai Indira menuju ke kamarnya untuk mengambil koper yang sudah dipersiapkannya sejak kemarin malam.
Ya ... dia sudah tahu mengenai rencana yang dibuat oleh ibu mertuanya. Asisten rumah tangganya memberitahu jika akan ada nyonya muda yang akan menggantikan posisinya.
Sikap Pria yang dibelanya didepan kedua orang tuanya hingga berujung dicoret dari daftar anggota keluarga berubah sejak beberapa bulan yang lalu.
Sebagai mantan Jaksa Penuntut Umum sangat mudah baginya untuk mencari tahu rahasia yang tengah disembunyikan oleh suaminya.
“Pergilah ke rumah lama kita. Aku akan mengantar mu.”
“Tidak perlu! Aku bisa pergi dan mencari tempat tinggal sendiri.” Indira menyeret kopernya keluar dari kamarnya. Tidak ada lagi air mata yang keluar dari kedua matanya. “Jangan mengikuti ku! Aku bukan seorang pencuri. Koper ini hanya berisi bajuku semua perhiasaan dan surat berharga masih tersimpan di tempatnya.”
“Ini sudah tengah malam aku akan mengantar kemanapun kamu mau pergi, Dira.”
“Kita ini sudah menjadi orang asing tidak sepantasnya pergi berdua selarut ini. Lebih baik kamu menemani Istrimu agar tidak kesepian.”
Indira meminta satpam membantunya memasukkan koper ke dalam bagasi mobilnya. Sedangkan dia menghubungi seseorang sebelum meninggalkan rumah yang menjadi saksi bisu ketidakadilan yang didapatkannya.
“Selamat malam janda baru. Apa sudah siap menikmati kebebasan dunia setelah menjadi b***k mertua jahat?”
“Aku lelah ingin istirahat. Bisakah kamu menunda ejekanmu sampai besok pagi?”
“Tentu saja tidak bisa. Aku sudah sangat menantikan hari ini, Indira. Akhirnya sahabatku sadar juga dari pengaruh guna-guna Nyi Blorong.”
Indira sudah tidak bisa menahan kantuknya karena terlalu banyak menangis dan tidak tidur selama berhari-hari.
Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri mulai besok pagi akan memulai kehidupannya yang baru. Menutup semua kisah kelamnya selama dua belas tahun berumah tangga dengan Pria yang salah.
***
“Non Indira? Benar ini Non Indira ‘kan?”
“Iya, Bik. Ini aku Indira.”
“Ya allah, Non Indira akhirnya pulang juga.” Bibik yang menjadi pengasuh Indira sewaktu kecil langsung menangis melihat anak majikannya datang berkunjung.
“Maafkan Dira, Bik.”
“Kenapa harus meminta maaf, Non? Bapak dan Ibu ada di dalam kebetulan sedang sarapan.” Bibik menggandeng lengan Indira untuk mengajaknya masuk.
“Ayah masih marah, Bik? Apa Dira boleh masuk rumah ini? Bagaimana jika Dira langsung diusir setelah masuk? Bunda masih sering menangis, Bik? Apa beliau dalam keadaan sehat?” Berbagai macam ketakutan menghantui pikiran Indira karena telah menentang kedua orang tuanya.
Bibik membawa anak majikannya kedalam pelukannya. Kisah kelam dua belas tahun silam membuat duka yang mendalam bagi keluarga Rachman.
“Ibu sudah bisa legowo menerima keputusan Non Dira. Beliau sekarang menyibukkan diri di yayasan yang didirikan Bapak setelah kepergian Non Dira.”
Indira menghela nafas berulang kali sebelum masuk ke dalam rumah semasa kecilnya yang penuh dengan kenangan indah.
“Gak papa,” bisik Bibik saat keduanya sudah sampai di ruang makan.
“Indira ...”
Suara lembut yang dirindukannya selama berpuluh tahun kini terdengar merdu di kedua telinganya. Hatinya sakit melihat keadaan orang yang telah membesarkannya dengan cinta dan kasih sayang. “Bunda.”
“Sayang, akhirnya kamu pulang juga. Bunda rindu denganmu, Nak.”
“Maafkan Dira, Bun. Dira sudah menjadi anak durhaka.” Isak tangis kedua Wanita yang tengah melepas kerinduan terdengar menyayat hati. Mereka saling memeluk dengan erat seakan takut berpisah lagi.
“Bunda sudah memaafkan mu sejak lama, Nak.”
“Maaf, Bunda.” Hanya permintaan maaf yang keluar dari mulut Indira. Sudah terlalu banyak luka yang diberikannya kepada kedua orang tuanya.
“Iya, Sayang. Bunda dan Ayah sudah memaafkan mu.”
Setelah berpelukan cukup lama dan tangis sudah mulai mereda Wulan, Ibunda Indira mengajak putrinya duduk di kursi makan. “Kamu sudah sarapan, Nak?”
Indira menganggukkan kepala melirik kearah Ayahnya yang terlihat tidak peduli dengan kedatangannya. “Dira sudah sarapan di rumah Naura, Bun,” jawabnya pelan.
“Ayah tidak mau menyambut kedatangan Putri yang selama beberapa minggu ini sudah kita tunggu?” Wulan tau sekali jika anaknya ingin memeluk suaminya.
“Kenapa juga harus Ayah yang datang kepadanya?!” Fathir, Ayahanda Indira sangat keras kepala dan memiliki gengsi tinggi namun hatinya sangat lembut.
“Datangi Ayah, Nak. Beliau juga merindukanmu.”
Dengan langkah pelan Wanita malang itu berjalan menghampiri Ayahnya. “Yah ...” Indira bersimpuh di kedua kaki sang ayah. “ Maafkan, Dira.”
Tidak ada orang tua yang akan membenci anaknya sekalipun sudah menyakiti hatinya berulang kali.
Begitupun dengan Fathir, meskipun Putrinya memilih meninggalkan rumahnya demi menikahi Pria pilihannya tetap saja dia akan menyambut kedatangan anak kesayangan ketika kembali.
“Bangun, Nak. Kenapa malah duduk di lantai? Tidak mau peluk Ayah?”
Indira mendongak ke atas dengan pandangan kabur karena kedua matanya penuh dengan air mata. “Maafkan Dira, Ayah.”
“Iya, Sayang. Ayah sudah memaafkan kamu sejak lama.” Fathir meminta Putrinya untuk berdiri agar dia dapat segera memeluknya. “Peluk Ayah, Nak.”
Mendapatkan kesempatan emas Indira langsung memeluk satu-satunya Pria yang tidak pernah menyakiti maupun mengkhianatinya.
Dia menumpahkan rasa sedih dan sakit yang dirasakan selama ini dalam pelukan sang ayah.
Kalah dalam mempertahankan rumah tangga yang sudah dijalani selama dua belas tahun bukan berarti dunianya telah berakhir.
Indira bukan gadis bodoh dan tidak terpelajar. Dia justru memiliki karir yang mentereng sebelum memutuskan menikah dan menjadi ibu rumah tangga.
“Selamat datang di rumahmu, Nak. Ayah dan Bunda akan membantumu menyembuhkan luka yang selama ini kamu derita.”
“Ayah, Dira ...”
“Tidak perlu menjelaskan. Ayah sudah tahu persoalan rumah tanggamu dengan Pria yang selama ini kamu anggap sebagai Malaikat!”