“Pagi.” Sapa Reva pada ke empat keluarga lainnya yang sudah berkumpul di ruang makan.
“Pagi sayang.” Balas Sheeva.
“Sorry ya kalau semalam Reva marah-marah, Reva kesal aja di hari pertama magang malah dapat kerjaan yang banyak gitu kirain udah bisa santai.” Reva terpaksa berbohong pada keluarganya.
Tidak mungkin dia jujur pada keluarganya dengan apa yang terjadi. Sudah pasti ketiga lagi-laki keluarga Antoni itu tidak akan terima dan memaksa Reva untuk keluar dari sana. Padahal Reva sangat segan untuk keluar dari sana, karena pasti tidak akan mudah untuk mendapatkan yang baru lagi. Maka Reva memilih untuk bertahan saja dari pada keluar, menahan semua tingkah ajaib dari Albara.
Lagian posisinya disini memang lebih baik dibandingkan teman-temannya yang lain. Setidaknya ini bisa menjadi pengalaman bagi Reva dan membuat kariernya bisa jauh lebih baik lagi nantinya. Lagian kalau Reva tidak meminta maaf dan mencoba menjelaskan, maka keluarganya tidak akan tinggal diam. pasti akan mencari tahu sampai mereka tahu alasan Reva bisa bersikap seperti itu.
“Iya gapapa sayang, ayo sarapan.” Ajak Sheeva pada anak perempuannya itu. Maka Reva langsung saja duduk di tempatnya biasa, di samping Sheeva dan di depannya ada Reza.
“Mungkin karena tempat kerja kamu bukan perusahaan biasa jadi kerjaannya juga banyak. Ini bisa jadi penunjang yang bagus buat karier kamu.” Kata Raka mencoba menjelaskan pada adiknya itu.
“Iya Mas, mungkin Reva harus perlu beradaptasi aja. Oh iya hari ini yang antar Reva siapa? Mas Rakakan?” Tanya Reva memastikan, Raka menggelengkan kepalanya.
“Hari ini kamu di antar sama Reza ya, Mas mau pergi keluar kota hari ini.” Sheeva langsung menatap anak sulungnya itu.
“Kamu kenapa baru bilang sekarang mau pergi keluar kota?”
“Iya Ma, baru dapat info tadi malam sebelum tidur. Jadi belum sempat bilang sama Mama, pulangnya besok kok Ma. Jadi selama Mas Raka pergi, kamu harus antar mbakmu ya.” Pesan Raka pada Reza.
“Iya Mas, aman. Yang penting Mbak Reva mau aja di antar sama aku.” Kata Reza cuek.
“Kalau nggak di antar sama lo mau di antar sama siapa lagi? Kapan gue pernah di kasih pergi sendirian?” Balas Reva tak mau kalah, karena hal itu benar adanya. Sebisa mungkin Reva di antar jemput oleh anggota keluarga sama seperti Sheeva. Karena ketiga keluarga Antoni sangat possessive sekali kepada anggota keluarga perempuan.
“Yaudah yuk Mbak, gue ada mata kuliah pagi nih.” Ajak Reza sambil bangkit berdiri. Akhirnya keduanya pamit untuk berangkat.
*****
Sesampainya di kantor, Reva tidak melihat Naomi tetapi tas teman sekerjanya itu sudah ada di atas meja. Mungkin Naomi pergi ke kantin pikirnya. Reva cuek saja dan melanjutkan pekerjaannya yang masih belum selesai semalam. Masih ada beberapa menit lagi untuk jam kerja di mulai sebenernya, tetapi Reva memang tipe orang yang tidak tukang telat maka ia lebih sering datang lebih awal.
“Ini kopi buat kamu, supaya hari-hari kamu menyenangkan. Semoga kamu suka sama kopi pilihan saya ya.” Kata Albara tiba-tiba yang baru saja datang dan meletakkan kopi di atas meja Reva. Awalnya Wanita itu terkejut, namun akhirnya bisa mengendalikan dirinya itu.
“Eh iya makasih Pak.” Kata Reva seramah mungkin, Reva berusaha bersikap professional dan tidak mengingat apa yang terjadi di hari pertamanya bekerja itu. Albara tersenyum senang melihat respon Reva itu dan mencubit gemas pipi Reva, setelah itu ia masuk ke dalam ruangannya. Jujur saja Reva kaget dengan Albara yang tiba-tiba mencubitnya, seketika itu ia sadar dan merasa geli dengan sikap Albara yang menurutnya berlebihan itu. Tetapi Reva berusaha menahan diri.
“Revaaaa!” Pekik Naomi secara tiba-tiba yang keluar dari ruangan Albara membuat Wanita itu kaget.
“Yaampun Mbak Naomi kagetin aja, dari tadi Mbak Naomi ada di ruang kerjanya Pak Albara?” Tanya Reva kaget.
“Iya, saya lagi siapin ruangannya pak Albara. Karena Pak Albara itu nggak suka sembarangan orang masuk ke dalam ruangannya. Jadi biasanya saya datang lebih cepat buat siapin ruangan pak Al, oh iya saya mau minta tolong sama kamu.”
“Minta tolong apa Mbak? Kenapa sampe keringetin gitu?” Tanya Reva bingung.
“Ada kerjaan yang belum saya selesaikan dan deadlinenya hari ini, jadi saya mau selesaikan sekarang. Tapi Pak Albara ada janji ketemu sama klien dan sekretarisnya harus ikut. Jadi saya minta tolong untuk kamu temenin Pak Albara meeting ya? Tugasnya gampang kok catat aja semua yang mereka bahas nanti laporannya kasih saya, jangan sampai ada yang kelewat bisakan?” Tanya Naomi dengan memohon.
“Harus saya banget ya Mbak? Tukar aja, kerjaannya Mbak kasih ke saya biar saya kerjakan.” Naomi menggelengkan kepalanya.
“Nggak bisa, soalnya sulit saya harus ajarin kamu lagi dan butuh waktu. Kalau salah makin sulit lagi perbaikinya, ini bener-bener salah saya banget yang kelupaan. Please dong Re bantuin saya, kamu mau ya lihat saya dimarahin sama Pak Albara? Soalnya kalau Pak Albara marah ngeri banget, kali ini tolongin saya ya? Harusnya udah selesai semalam, tapi saya bener-bener lupa.” Naomi terus saja memohon membuat Reva akhirnya tidak tega.
“Yaudah deh Mbak.” Jawab Reva dengan pasrah. Mau tidak mau Reva harus pegri, karena kasihan pada Naomi. Padahal sebenernya Reva tidak mau pergi menemani Albara.
“Makasih ya Reva kamu emang beneren baik deh. Saya akan bantuin kamu deh selama kamu magang disini.” Reva membalas Naomi dengan senyuman khas miliknya.
“Sama-sama mbak, perginya nggak Cuma berduakan? Ada supir atau ada karyawan lainnya?” Tanya Reva mencoba peruntungan, tetapi sepertinya semuanya hanya keinginannya saja. Karena melihat bagaimana Naomi yang terdiam karena kaget lalu menggelengkan kepalanya sudah menjadi jawaban bagi Reva.
“Pak Al terbiasa bawa mobil sendiri, kalau perjalanan jauh baru deh bawa supir. Gapapa ya? Pak Al baik kok nggak makan orang dan nggak macem-macem, percaya sama sayakan?” Reva memaksakan senyumnya dan menghela nafasnya panjang.
“Perginya jam berapa Mbak?” Tanya Reva lagi.
“Bentar lagi kok, bentar ya saya bilang sama Pak Albara dulu.” Naomi kembali masuk dengan membawa buku panjang ke dalam ruangan Albara dan tak lama setelah itu kembali keluar. “Kamu udah siapkan? Pergi sekarang katanya.” Reva segera menganggukkan kepalanya dan melihat penampilannya yang rapi dan Albara segera keluar dari ruangan.
“Ayo Reva kita berangkat sekarang.” Kata Albara dan berjalan lebih dahulu. Naomi memberikan beberapa berkas untuk berikannya pada Reva.
“Ini materinya Pak Al dan ingat di catat semua ya. Semangat Revaaaa.” Naomi berusaha menyemangati Reva.
“Makasih Mbak, saya pergi.” Reva segera menyusul Albara dengan cepat yang sudah menunggu di lift itu. Reva berdiri di belakang Albara dan pintu lift tertutup.
*****
Reva sangat bingung dengan bossnya itu, bagaimana tidak karena perlakukan Albara bukan seperti sikap seorang boss ke karyawannya. Bagaimana ada seorang boss yang memperhatikan karyawannya sangat detail dan perhatian pula. Tidak hanya itu saya, bahkan bersikap manis. Salah satunya seharusnya Reva yang membukakan pintu untuk Albara, ini malah sebaliknya Albaralah yang membukakan pintu untuk Reva.
Seperti halnya ketika mereka mau berangkat, Albara yang membukakan pintu mobil untuk Reva. Makan melindungi kepala Reva agar tidak terkena pintu. Lalu Albara juga memakaikan seat belt untuk Reva. Hal itu dilakukan seorang Albara yang merupakan boss. Sesampainya di tempat pertemuan juga, Albara yang membukakan pintu mobil sampai pintu ruangan tersebut agar Reva bisa masuk.
Seharusnya Revalah yang melakukan hal itu bukan Albara. Reva tak habis pikir dengan usaha Albara yang menurutnya terlalu memaksakan diri. Buat Albara melakukan semua itu? Ingin mengambil hatinya di saat Albara sudah mempunyai keluarga? Sangat tidak masuk akal sekali dan sangat gila bukan! Hal itulah yang sedang berada di dalam pikiran Reva saat ini.
“Kamu mau pesan makan apa, pesan aja sekalian minumnya. Ini santai kok pertemuannya, sekalian makan siang disini kita. Kalau kurang jangan malu untuk minta lagi.” Kata Albara dengan penuh perhatian.
“Iya Pak terimakasih.” Maka Reva memesan makanan dan minuman yang sesuai dengan keinginannya sendiri. Bersamaan dengan itu klien mereka datang dan pertemuan itu di mulai. Reva berusaha untuk mengerjakan bagiannya dan mulai memperhatikan Albara ketika sedang serius dan berbicara.
Reva menilai, sebagai seorang perempuan Albara memang pria yang tampan dan berwibawa. Melihat wajah Albara yang sekarang, pasti tidak menyangka kalau ternyata Albara sudah mempunyai umur yang matang. Karena Albara masih terlihat sangat muda, melihat Albara yang serius jujur Reva menyukai kepribadi Albara itu. Bossnya terlihat sangat pintar, wajah yang dimiliki Albara sangat sempurna.
Tuhan menciptakan Albara seperti pahatan yang sempurna, hidung mancung, alis tebal, mata yang begitu mampu meneduhkan dengan bola mata yang gelap, bibir yang begitu sexy menurut Reva. Seketika Reva menggelengkan kepalanya dengan keras ketika sudah memikirkan hal yang tidak benar lagi. Ia tidak menyangka kalau bisa berpikiran seperti itu. Albara mampu melihat keanehan dari Reva, tetapi tidak menegur karena ia juga memperhatikan yang lain.
“Sepertinya pertemuan kita berakhir sampai disini saja dan saya tidak jadi bekerjasama dengan anda, lebih baik kontrak kita tidak usah diteruskan lagi.” Kata Albara dengan tiba-tiba membuat Reva yang sudah sadar menatap Albara dengan bingung.
“Kenapa tiba-tiba begitu Pak?” Tanya pria yang ada di depan Albara tersebut.
“Saya tidak suka bekerjasama dengan orang yang tidak professional dan tidak sopan seperti anda. Dari tadi saya berbicara dengan anda, tetapi anda tidak fokus dan tidak mendengarkan saya dengan baik. Menurut anda saya ini apa sampai anda bersikap seperti itu? Saya tahu pandangan mata anda kemana, anda sangat tidak sopan sekali seperti itu. Apa perusahaan anda mendidik anda seperti itu? Bukankah perilaku anda saat ini menunjukkan bagaimana kinerja perusahaan anda? Bukankah anda bersikap seperti ini menunjukkan siapa anda sebenernya? Jadi saya tidak mau bekerjasama dengan anda! Batalkan saja kontraknya dan saya akan langsung bilang pada atasan anda!” Kata Albara dengan tegas.
“Maafkan saya Pak, saya nggak ada bermaksud apa-apa. Saya minta maaf Pak, kasih saya kesempatan sekali lagi Pak tolong jangan batalkan kontrak ini. Kontrak ini sangat penting bagi saya Pak, tolong Pak.” Kata pria itu dengan memohon. Reva masih belum paham dengan apa yang terjadi, ia masih memeprhatikan.
“Keputusan saya sudah bulat, jangan buat saya semakin marah. Apa anda pikir saya peduli apakah ini penting buat anda atau tidak disaat anda saja tidak menghargai saya dari tadi. Anda yang memulai bersikap kurang ajar dan saya tidak akan mau bekerjasama dengan anda. Lebih baik anda pergi dari sini, saya juga nggak minta anda untuk bayar pesanan anda ini, silahkan pergi selagi saya masih bersikap baik.” Kata Albara dengan sarkas, maka pria itu langsung saja bangkit berdiri dan menundukkan punggungnya meminta maaf merasa bersalah. Reva saja melihatnya kasihan melihat pria tersebut dilakukan seperti itu.
“Pak, kalau boleh saya tahu kenapa dibatalin? Emang kesalahan dia apa? Karena dia nggak perhatiin bapak ketika menjelaskan?” Tanya Reva penasaran, Albara menatapi Reva dengan lekat dan menilai dari atas sampai bawah.
“Lain kali jangan pakai rok yang terlalu pendek, kalau kamu seperti ini sama saya saja gapapa saya suka. Tapi tidak di depan orang lain, saya tidak suka orang lain memperhatikan kamu berbeda. Saya tidak suka orang lain nilai kamu dengan maksud lain dan jelek. Kamu tahu alasan saya kenapa tidak mau menerima Kerjasama dengan dia? Selain karena dia tidak memperhatikan saya, dia menilai kamu berbeda dan saya tidak suka. Dia melihat kamu dengan tidak sopan dan saya tidak suka kalau Wanita saya di perlakukan seperti itu. Kamu nggak pantas untuk diperlakukan seperti itu, jadi lain kali kamu pakai pakaian yang sopan aja kalau keluar supaya orang lain nggak lihatin kamu.” Reva menundukkan kepalanya untuk melihat rok yang dikenakannya, menurutnya roknya di batas wajar dan Albara sebelumnya tidak protes dengan pakaiannya tetapi kenala kali ini bossnya itu protes.
“Saya sebenernya tidak mempersalahkan pakaian kamu, hanya orang yang ada di luar yang pikirannya gila memikirkan hal lain. Jadi nggak semua pemikiran orang sama seperti saya, buktinya salah satunya pria tadi. Jadi saya mau kamu merasa nyaman, lebih baik menjaga dari pada tidak sama sekali.” Kata Albara seolah tahu apa yang sedang ada di dalam pemikiran Reva. Jujur saja Reva memang benar terkejut dengan pemikiran Albara. Bagaimana bisa pria itu tahu dengan yang dipikirkannya saat ini.
“Makasih banyak Pak sudah memperhatikan saya, terimakasih sudah menjaga saya.” Ucap Reva tulus, kali ini ia benar-benar berterimakasih pada Albara.
Reva bisa merasakan kalau Albara memang tidak mempunyai maksud lain padanya. Akhirnya dia sadar apa yang terjadi, bahwa pria tadi mencemoh dirinya karena penampilannya dan menginginkan yang lain bukan? Bukankah itu sudah sama seperti melecehkan? Reva benar-benar tidak sadar akan hal itu, tetapi Albara bisa sadar dan menyelamatkannya.
“Sekali lagi makasih ya Pak, gara-gara saya juga perjanjian ini di batalkan.” Ucap Reva tak enak hati.
“Jangan merasa bersalah, gapapa kok saya bisa terima. Paling penting buat kamu nyaman aja, lain kali kamu hati-hati ya. Lagian banyak yang mau bekerjasama dengan saya. Buat apa saya bekerjasama dengan orang rendahan seperti itu, saya tidak perlu itu karena saya sangat memperhitungkan kualitas dan saya mau yang terbaik. Pasti saya bisa mendapatkan yang lebih. Yaudah kita lanjut makan aja, setelah ini saya mau lihat proyek yang lagi dibangun. Kamu ikut saya ya, nanti kita pulang sore saya antar kamu pulang. Barang kamu nggak ada tinggal di kantorkan?” Reva menggelengkan kepalanya. “Bagus kalau begitu, nanti saya antar pulang.” Reva menganggukkan kepalanya, kali ini ia tidak menolak tawaran Albara karena menurutnya kali ini Albara bersikap baik padanya.
Ini kali pertama bagi Reva percaya pada Albara. Maka dengan segera Reva mengambil handphonennya untuk memberi kabar pada Reza untuk tidak menjemputnya di kantor karena dia akan pulang dengan Albara. Kali ini Reva jujur dengan alasannya, ia mengatakan akan di antar pulang oleh bossnya karena ada perjalanan kerja keluar dan sekalian pulang.
*****
“Sudah sampai.” Kata Albara memperjelas.
“Makasih banyak Pak sudah mengantar saya pulang.” Ucap Reva dengan tulus, Reva memberikan jas Albara pada pria itu. Ketika melihat proyek, Albara membuka jasnya dan mengikatnya di pinggang Reva supaya rok Reva tidak terlihat pendek. Kejadian tadi membuat Albara ingin menjaga Reva agar karyawannya yang bekerja di lapangan juga tidak memperlakukan Reva seperti tadi. Maka Albara memilih untuk menjaga Reva dari pada hal yang tak diinginkan terjadi.
Awalnya Reva kaget dan ingin menolak, tetapi Albara memberikan penjelasan hingga akhirnya Reva bisa menerima alasan tersebut dan hanya bisa pasrah. Jujur saja Reva sangat tersentuh dengan perlakukan Albara itu, karena belum ada yang memperlakukannya sebaik itu. Tetapi Reva langsung sadar siapa Albara yang sebenernya.
“Sama-sama, apa saya boleh masuk bertemu dengan keluarga kamu?” Seketika Reva langsung panik.
“Hah mau ngapaian Pak? Gausahlah Pak.” Albara tersenyum melihat kepanikan Reva itu.
“Saya mau kenalan saja dengan orangtua kamu, apa nggak boleh?”
“Ehhh jangan Pak gausah, lain kali aja Pak. Lagian kenal sama orangtua saya nggak ada hubungannya sama pekerjaan. Papa saya galak juga Pak, dan biasanya mereka nggak ada di rumah jam segini. Jadi gausah Pak, maaf ya pak.” Reva menjawab dengan sangat cepat dan sangat panik karena keinginan Albara itu membuat pria itu tertawa.
“Kamu lucu ya kalau lagi panik. Yaudah kalau kamu emang belum mau kalau saya bertemu dengan keluarga kamu, saya akan coba cari waktu yang lain. Siapa tahu nanti kamu jadi mau kenalin saya sama orangtua kamu. Saya tunggu loh waktu yang tepatnya untuk bisa bertemu sama keluarga kamu.” Reva menggaruk kepalanya yang tak gatal itu karena bingung. Kenapa Albara sangat ngotot ingin bertemu dengan kedua orangtuanya pikirnya, hal itu sangat mencurigakan bukan?
“Eh iya Pak, nanti coba ditanya deh ya.” Jawab Reva asal yang penting ia bisa keluar dan ini semua bisa segera berakhir pikirnya. “Kalau begitu saya permisi Pak, makasih sekali lagi Pak. Hati-hati menyetirnya Pak.” Ucap Reva sambil hendak turun.
“Reva,” Karena namanya di panggil membuat Reva menahan diri untuk keluar dan menunggu kelanjutan hal yang ingin di sampaikan Albara. “Nanti saya hubungi kamu di angkat ya, oh iya jangan lupa pesan saya kalau lagi berdua jangan panggil saya Bapak. Panggil saya Mas Al aja atau kamu punya panggilan yang lain?” Tanya Albara dengan menggoda.
Reva menggelengkan kepalanya dan segera turun dari mobil dengan cepat. Reva segera membuka pagarnya dan memilih langsung masuk ke rumah tanpa menoleh lagi ke belakang guna melihat Albara. Ia tidak mau semakin lama berada di dekat Albara akan semakin ikut gila karena kegilaan Albara. Padahal baru saja dia memuji Albara, kini kembali di perhadapkan dengan kegilaan Albara lagi pikirnya. Albara tertawa melihat Reva yang jadi salah tingkah itu.