3 ~ Mulai Penasaran

1942 Kata
Deg pertama emang beda, rasanya gimana gitu, kayak ga sadar kalo ternyata hati kita lagi berproses menerima hadirnya. - FMDE 05 Juli 2014 "Misi bentar Lang, Gar, gue mau lewat," kata Olif saat melewati Edgar dan Elang yang mengepel koridor D. Olif adalah salah satu teman sekelas Edgar dan Elang. "Mau kemana lo Lif?" tanya Edgar, Elang hanya tak acuh. "Ada kerjaan," jawab Olif seadanya dan langsung memasuki kelas yang lantainya kebetulan sedang dibersihkan Elang dan Edgar. "Ara. Adik kamu pingsan. Udah dibawa kerumah sakit sama Ibu," ujar Olif pada Ara yang langsung menunjukkan muka sangat-sangat terkejutnya. "Ya Tuhan. Thanks kak. Aku duluan," jawab Ara yang langsung tergesa-gesa membereskan barangnya dan keluar, meninggalkan Olif. Kebetulan dikelasnya tidak ada guru, padahal Ara sudah mati-matian membuat tugas matematika yang mematikan itu semalam. "Woy, elu gatau kita lagi ngepel apa?!" pekikan itu terdengar membahana. 'Peduli setan!' batin Ara yang tetap melanjutkan langkahnya. ... Sesampainya dirumah sakit, Ara langsung menemui adiknya yang tertidur menggunakan infus. Disana juga ada Om dan Tante Henry tetangga dekat Ara sekaligus orang tua Olif. "Makasih Om, Tante, udah bawa Kinan kerumah sakit," ucap Ara sambil mengusap peluhnya. Wajahnya terlihat berubah sangat kusut sekarang. "Iya sama-sama, Ra. Tadi kebetulan Tante emang ngecek Kinan." "Iya Tante. Kalo Tante sama Om ada kerjaan silahkan, biar Ara yang jaga Kinan." Terlihat, Tante Henry menghela nafasnya pelan. "Maaf ya, Ra. Om sama Tante pergi dulu. Soalnya ada jam ngajar hari ini," ucapnya terlihat menyesal. "Iya Tante. Gapapa," jawab Ara sembari menyalami Om dan Tante Henry. Setelah Om dan Tante Henry pergi, Ara langsung membenamkan wajahnya di lengan Kinan. "Maafin Nuna Kinan. Nuna gatau kalo sakit Kinan kambuh." "Gapapa Nuna. Kinan yang harusnya minta maaf udah ngerepotin Nuna yang lagi sekolah," suara serak itu membuat Ara mengangkat kepalanya. "Kinan udah bangun? Ada yang sakit? Udah makan belum? Nuna bawa soto ayam kesukaan Kinan nih," ujar Ara beruntun. "Nuna gausah beli makanan mahal-mahal. Biar uangnya simpen aja buat Nuna sekolah." Ara langsung tersenyum melihat adiknya yang sangat mandiri dan pengertian itu. "Udah gapapa. Yang penting Kinan makan dulu." ... Setelah Kinan makan dan tertidur lagi Ara langsung menuju ke tempat administrasi rumah sakit. "Mbak, pasien yang namanya Kinan kamar 302 harus dirawat inap apa nggak ya?" tanya Ara. "Sebentar ya, Dik," ucap suster itu sambil mengetik data di komputernya. "Maaf. Adik siapanya Kinan?" "Saya kakaknya Mbak." "Oke. Karena pasien bernama Kinan ini terkena radang selaput otak, jadi untuk beberapa hari kedepan dia harus di rawat inap. Takutnya nanti pingsan lagi. Itu catatan dokter yang memeriksanya tadi" "Oh gitu ya Mbak. Terima kasih," jawab Ara lesu yang sudah tau akan penyakit Kinan. Ara lalu kembali ke kamar Kinan. "Yang kuat ya Kinan. Pasti bakal Nuna carikan uangnya," gumam Ara sambil mengusap kepala Kinan lembut. ... 06 Juli 2016 Keesokan harinya, Elang dan teman-teman basketnya dalam perjalanan menuju kantin. Tentu saja untuk menutup mulut mereka yang tahu bahwa Elang suka film Korea gara-gara kenyinyiran Edgar. 'Kalo bukan sahabat gue aja udah gue bakar idup-idup tu anak!' batin Elang kesal. Baru sampai di depan kantin, Elang langsung memberhentikan langkahnya. "Oh jadi elo yang namanya Adea Anara?! Kurang ajar banget ya lo malu-maluin Elang kayak gitu di depan banyak orang?!" bentak Renatta, cabe tingkat tinggi SMA Nusantar. Sontak seluruh orang yang ada dikantin menoleh kearah mereka. Yang dibentak, hanya mendongak lalu menyesap minumnya lagi kembali memperhatikan buku yang dibacanya, membuat Renatta mendengus dan menggertakan giginya - semakin marah. "Woy! Ini gue lagi ngomong! Dasar b***h!" Renatta tiba-tiba langsung menyiram baju Ara dengan air minumnya, sehingga membuat baju dalam Ara menjadi tembus pandang. Terkejut tak percaya dengan apa yang terjadi, wajah Ara memerah - marah. Emosinya tersulut. "Elo yang b***h! Sadar diri bisa nggak?! Lo siapanya Elang hah? Emangnya Elang mau sama perempuan cabe kayak elo?!" bentak Ara. Tak terima dengan keberanian Ara, Renatta melayangkan tangannya untuk menampar Ara namun langsung tertahan oleh seseorang yang tak lain adalah Elang. "Elo udah keterlaluan Ren!" bentak Elang menajamkan matanya kearah Renatta. "Dan gak usah sok kenal sama gue, lagipula gue gak kenal lo!" kata Elang melanjutkan perkataannya. "Gar, bawa dompet gua nih, traktir anak-anak. Jangan lo salah gunain." Elang melempar dompetnya kearah Edgar lalu pergi. Renatta hanya terpaku menatap kepergian Elang yang menutupi tubuh Ara dengan jaket dan membawanya pergi. 'Kita belum selesai!' batin Renatta. ... "Elo tuh b**o apa t***l hah? Digituin ga melawan. Sama gua aja lu udah maen tendang s**********n!" marah Elang setelah mereka berdua berada di atap sekolah. Ara yang masih dalam posisi tidak mood karena memikirkan Kinan langsung memarahi Elang balik. "Buat apa gue mukulin cewek lemah kaya gitu?! Kalo yang ngelakuin tadi cowok, udah dari awal gue tinju tuh muka ampe bonyok!" jawab Ara kesal dan menatap tajam kearah Elang, lalu melempar jaket Elang yang tadi dipakaikan Elang padanya ke kursi yang tersedia di atap itu. Anjir ni cewek! Elang mendengus. "Sok-sok ngatain orang lemah lo. Ga sadar apa kalo lu sendiri itu cewek!" Ara yang semakin panas mendengar kata-kata Elang langsung berdiri hendak memegang kerahnya, namun lebih dulu ditahan oleh Elang. "Elo kalo mau mukul gue silahkan. Tapi tutupi dulu baju elo yang basah!" ujar Elang dingin sambil menatap 'sedikit' kearah baju Ara. "Dasar m***m! Lagipula gue ga sudi make jaket Kakak!" bentak Ara sambil melempar jaket Elang lagi ke mukanya, dan langsung berjalan meninggalkan Elang. Ara kelepasan sesuatu. Deg! Elang agak terpaku ketika Ara memanggilnya dengan panggilan kakak. "Udah dibaikin malah ngelunjak ni anak!" namun Elang masih emosi atas perlakuan Ara, lalu menarik tangan Ara lagi. Ara refleks menoleh dan menepis keras pegangan Elang. "Emang ada yang nyuruh elo baik sama gue? Enggak kan?!!" Elang yang sudah benar-benar mencapai puncak kemarahannya melihat keberanian cewek di depannya ini, memutuskan menarik Ara kedinding, lalu menahannya dengan lengan di atas d**a Ara, kemudain mengapit kakinya agar tidak terjadi 'hal yang tak diinginkan'. Dengan jarak yang sangat dekat seperti ini, mereka bisa merasakan nafas masing-masing yang semakin memburu. "Oke! Gue yang salah. Yang kemaren elo nendang gue, gue juga yang salah! Oke! Gue terima. Jadi, buat nebus kesalahan gue, lo harus mau make jaket gue!" titah Elang dengan nada sedingin es, terdengar tak bisa untuk dibantah. Wajah cewek itu dengan sekejap berubah lunak. "Gabisa, sekarang pelajaran Pak Yanuar," ucapan Ara berubah melemah dengan perlakuan dan tatapan menusuk di mata Elang. "Pake baju gue kalo gitu." Sontak Ara membelalakkan matanya tak percaya. "Biar gue yang pake jaket. Gue udah biasa dihukum." Seketika, tanpa aba-aba, Elang melepas bajunya membuat Ara terpana dengan otot-otot dadanya yang masih kelihatan walau tertutup dengan kaus dalam. "Udah puas liatnya?" tanya Elang tersenyum miring, membuat pipi Ara langsung memerah. "Nih pake, jangan lo buang. Gantinya di toilet atas aja. Gue tungguin." Tak lama, Grey langsung keluar dengan menggunakan pakaian Elang. "Gede banget kayaknya. Tapi gapapa," ujar Elang yang melihat bajunya dipakai Ara. Ara hanya diam dan meninggalkan Elang begitu saja, membuat Elang mendengus. Apa yang barusan gue lakuin? Dijalan menuju kelasnya banyak siswa yang memperhatikan Ara. Lalu ada yang menariknya dari belakang yang ternyata adalah Renatta. "Kita belom selesai. Awas aja sampe lo berani-berani ngedeketin Elang!" ancamnya menunjuk wajah Ara lalu meninggalkannya. Dengan sifat tak acuhnya, Ara hanya menatapnya datar dan langsung masuk kelas, diiringi dengan tatapan miring dan sinis dari siswa-siswi lainnya. ... "Woy Elang! t*i kuda lo ya dasar! Ngasih dompet isinya kartu semua. Emang lu pikir kantin kita bayarnya pake kartu kredit apa?!" pekik Edgar sambil melempar dompet Elang dan mendarat sukses dikepala cowok itu. "Oh sorry. Kayaknya gue salah bawa dompet. Yang penting udah elo bayar kan?" jawab Elang datar. "Najis! Ganti duit gue! Awas kalo kaga!" "Nih ambil sendiri ke ATM depan sono. Males gue," jawab Elang sambil menyerahkan kartu ATM nya. "Mentang-mentang kaya lu. Belagu! Sini kartunya." Edgar terkekeh dan secepat kilat mengambil kartu ATM ditangan Elang. "Maunya!" Elang lantas menabok kesuluruhan muka Edgar. Tak lama kemudian, Pak Imron masuk. 'Astaga! Gue lupa pelajaran Pak Imron. Abis riwayat gua.' batin Elang. "Elang! Lo pake jakeeeet! Mana baju eloo?!" bisik Edgar yang baru sadar dengan penampilan Elang. "Gue pinjemin ke Ara Gar. Mampus gue!" "Apa-apan lu gila kali ya!" Edgar tak sengaja menaikkan oktaf suaranya. "Hey kalian berdua yang dibelakang maju kedepan!" Elang dan Edgar yang merasa terpanggil langsung pura-pura membaca buku. "Ga usah sok baca buku kebalik! Cepat maju! Edgar! Elang!" bentak Pak Imron. Dengan berat hati, mereka melangkah maju yang diiringi tawa teman sekelasnya. "Elang! Sudah dua hari ini kamu buat masalah. Jangan mentang-mentang pinter jadi belagu. Mana baju kamu?!" "Tadi disiram Edgar pak jadi basah semua," jawab Elang dengan sangat entengnya, membuat Edgar sebagai korban fitnah keji Elang, langsung membelalak lebar. "Yaahh, daripada perut sixpack saya keliatan cewe-cewe dan mengumbar dosa, lebih baik saya pake jaket atuh, Pak," lanjut Elang terkekeh yang disambut cekikikan keras teman-teman sekelasnya. Pak Imron mendengus kasar, ia sudah tahu bagaimana sikap Elang. Walaupun sangat pintar malah bisa dikatakan brilian, Elang jarang membuat masalah yang serius, hanya pelanggaran-pelanggaran yang bisa dibilang rada standar, tapi pelanggaran tetaplah pelanggaran. "Sebagai hukuman, berdiri di tiang bendera selama jam pelajaran saya dan jam istirahat!" ucap Pak Imron dengan kesal. "Siap laksanakan Pak!" jawab Elang lantang sambil homat lalu keluar kelas diikuti langkah Edgar yang langsung menempeleng kepala Elang. "Apa-apaan lo Lang. Minjemin baju ke Ara, tapi nuduh gue lagi lo! Ga inget apa lo udah dipermaluin sama tuh cewek. Jangan bilang lu suka sama cewe gituan. Amit-amit!" cerocos Edgar saat mereka diperjalanan menuju tiang bendera. Elang menjawab dengan senyuman yang hanya dimengerti Edgar. "Oke. Gue gasuka senyum lo yang itu," sela Edgar lalu memilih mengambil handphone di saku bajunya. ... Sampai jam istirahat kedua, mereka masih saja berdiri di tiang bendera, sehingga siswa-siswa yang sedang istirahat lebih memilih melihat mereka berdua, dibanding makanan di kantin. 'Kapan lagi liat Elang sepuasnya kalo ga pas gini,' itulah mungkin pemikiran bodoh para penggila Elang. "Anak sotong lu Lang! Gue ga dapet jatah istirahat gara-gara elo! Malu lagi diliatin gini. Dosa besar apa yang udah gue perbuat ampe bis-- hmpptt." Belum menyelesaikan umpatannya, Elang tiba-tiba menutup mulut Edgar. "Bentar Gar. Itu Ara kan yang di bawah pohon lagi liatin kita?" Edgar langsung mengalihkan matanya melihat kearah yang dimaksud Elang. Ara yang sadar kalau mereka berdua sudah tahu kalau ia mengamati mereka berdua langsung menunduk dan beralih membaca buku. Setelah jam istirahat berakhir, maka berakhir pula hukuman mereka. Ketika Elang dan Edgar hendak pulang ke kelas ada yang memanggilnya. "Kak Elang." Ara menahan langkah Elang, membuat cowok itu menoleh. Lalu dengan cepat Ara memberikan sebuah bungkusan kemudain berlalu. Membuat Edgar dan Elang menatap bingung. Ara langsung mempercepat langkahnya karena tak ingin ada yang melihat. Untung koridor A sepi, kalau tidak, riwayat Ara benar-benar akan habis. "Ngasih apa tuh cewek amit-amit?" tanya Edgar sembari melongok ke arah bungkusan di tangan Elang yang sedang membuka kantong plastik hitam lusuh itu. Dan ternyata isinya adalah wadah bekal dan baju Elang yang sudah terlipat rapi. "Woy Lang, minta dikit dong bekalnya. Gue laper." Edgar yang melihat itu langsung hendak merebut bekal Ara di tangan Elang. Elang dengan cepat mengelak. "Ini buat gue, dan gue belum makan dari tadi pagi!" seru Elang membuat Edgar bersungut dan memilih memainkan game COC di handphone-nya. Saat dibuka Elang terkejut ternyata isinya hanya telur dadar dan nasi putih. "Bhuahaha.. Anjir! Ga nyesel gue ga elu kasih!" Edgar langsung tertawa keras saat melihat isi bekal Ara. Cuma ini yang dia makan? Lalu, tak sengaja, Elang melihat ada sebuah kertas kecil didalam kantong bekalnya. 'Lain kali nggak usah belain gue. Semakin lo bela, gue juga bakal makin banyak dapet masalah. Jadi kayak nggak kenal aja, itu bekal gue bikin seadanya sebagai tanda terima kasih.' "Aku penasaran," gumam Elang. ... Setidaknya, Ara adalah orang yang membuat makanan dengan tangannya sendiri. Bukan seperti Renatta. Cih! - Saranghae, Ara
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN