Balas dendam bukan hal yang baik, apalagi sama perempuan. Bisa jadi kamu malah minta dibalas, dibalas cinta maksudnya. Hehe.. Bisa aja kan? Karena benci sama cinta itu jaraknya deket banget. Gak percaya? Yaudah.
- FMDE
Melihat Edgar dan Ara yang sedang tertawa di dalam caffe tersebut membuat Elang, 'agak kesal' mungkin. Elang lalu menyuruh Mang Ujang untuk menepikan mobilnya.
Cling cling...
Lonceng di pintu masuk berbunyi saat Elang masuk membuat Edgar dan Ara seketika menoleh dan terkejut melihat kehadiran Elang.
Anjay banget si kutu! - maki Edgar dalam hati.
"Eh elo Lang. Kok bisa tau gue disini?"
Elang mendekat menuju keduanya, Ara terdiam. Padahal tadi baru saja ia meminta Edgar untuk jangan memberi tahu Elang. Tapi ternyata malah ia kepergok langsung.
"Seharusnya gue yang tanya kok kalian beruda bisa ada disini dan gue gatau?" tanya Elang yang lebih menekankan sebuah pernyataan.
Elang lalu mengamati setelan kerja yang dipakai Ara. "Lo kerja disini?"
"Mau pesen minum, Kak?" tanya Ara tak menghiraukan pertanyaan Elang. Cewek itu kemudian berdiri, "Nanti aku buatin."
"Duduk. Lo belom jawab pertanyaan gue tadi," ucap Elang dengan nada dingin membuat Ara spontan terduduk kembali.
"Udah sih Lang santai aja. Ara emang kerja disini, tadi gue liat dia lagi buang sampah pas gue mau nyariin elo."
"Lo ga kasih tau gue kalo lo kerja?" Elang tak mengacuhkan Edgar.
Ara menarik nafas dalam lalu menjawab, "Emang kakak nanya? Kita pacaran kan cuma iseng-isengan kakak doang. Lagian ngomong aja kalo mau balas dendam." Ara mencoba membela diri.
'Mantab jiwa! Good job Ara!' batin Edgar bangga dan menyunggingkan senyum mengejeknya untuk Elang.
Elang diam, mendengar perkataan Ara. Bagaimana perempuan ini tahu kalau Elang hanya bermain-main dan ingin membalas dendam atas perbuatan Ara yang pernah membuatnya malu kemarin.
"Ara, kamu boleh pulang sudah hampir jam setengah satu, silahkan beres-beres dulu," tiba-tiba Pak Bambang keluar dari ruangannya. Lalu tatapannya beralih kearah Edgar.
"Loh, Edgar? Tumben kamu kesini. Biasanya ga pernah mampir ke cabang toko sini," ujar Pak Bambang terdengar gembira.
Edgar menatap bingung begitu pula dengan Ara. Elang tak acuh, dan masih menatap Ara tajam.
"Loh, emang cafe ini punya papa?" tanya Edgar.
"Haduhh,, kamu ya. Mentang-mentang banyak cabang toko jadi ga inget. Tapi maklum juga sih. Kamu ga liat nama cafe-nya "Ed Coffe", itu kan ngambil nama kamu." Pak Bambang tertawa.
"Lah iya ya? Ngoahaha..." Edgar tertawa keras sekali.
Plakk...
Elang memukul kepala Edgar sampai kepalanya terdorong kedepan.
"Ketawa gausah sampe muncrat b**o!" bentak Elang. Edgar hanya meringis dan mengelus-ngelus kepalanya.
"Haish!"
Edgar tiba-tiba tampak berpikir sebentar. "Pak, boleh nggak kalau aku kerja disini juga?" pinta Edgar, membuat Elang dan juga Ara yang sedang membersihkan meja yang mereka duduki terkejut.
"Terserah nak Edgar sih, kalo bapak silahkan. Yang penting kamu izin aja sama papa kamu. Tapi kan seharusnya kamu yang jadi kepalanya dong bukan kerja di dapur." Pak Bambang terkekeh kecil.
"Saya ga minat Pak di kerja di ruangan, ga enak."
"Yaudah kalau gitu. Terserah kamu saja," ujar Pak Bambang. "Bapak masuk dulu kedalam ya, mau beresin meja."
"Okesip Pak." kata Edgar mengedikkan sebelah matanya, "Yosshh! Gue bisa kerja sama Ara." Edgar berujar gembira dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
"Ara!!" pekik Edgar, membuat Ara menoleh.
Edgar langsung mengedikkan matanya dan mengangkat jempolnya membentuk kode 'sip'. Ara langsung tertawa melihat tingkah Edgar.
"Ara, besok lo berenti kerja di sini. Nanti gue cariin tempat kerja yang lain," ujar Elang menginterupsi tawa Ara.
"Apa-apa'an sih lo Lang!" bentak Edgar, "hak, hak Grey mau kerja dimana! Emang lovsiapanya dia?"
"Gue pacarnya, dan dia juga udah janji waktu itu mau nurutin apa aja kemauan gue selagi dia belum bisa ngelunasin utangnya yang kemaren." Elang mendengus, menaikkan salah satu udut bibirnya.
"Gue lunasin!" Edgar seketika berdiri. "Grey lo pulang ikut gue." Edgar langsung menarik tangan Grey menuju pintu.
"Bilang aja lo suka sama Ara," ujar Elang yang sudah berdiri dan langsung menarik tangan Ara.
"Kalau iya kenapa, hah?"
Ara tentu saja langsung terkejut mendengar pernyataan Edgar. Mereka baru saja bertemu hari ini, ga mungkin Edgar suka padanya.
Tau-tau Elang sudah memegang kerah baju Edgar. Entah kenapa tiba-tiba emosinya langsung memuncak, padahal tadi hanya hal yang sepele. "Sejak kapan lo jadi suka ngambil milik gue, anjir?!"
"Emang lo lakinya apa? Seenak jidat ngatur-ngatur dia gitu!" Edgar balik membentak dan berusaha melepaskan pegangan di kerahnya.
Bugh... Sebuah tinju keras tepat mengenai pipi Edgar membuat sudut bibirnya berdarah.
Pak Bambang yang mendengar ribut-ribut dari dalam kantornya tiba-tiba keluar dan terkejut melihat Edgar yang dipukul Elang dan langsung terjatuh dengan darah di bibirnya.
Bughh.. Sebuah tinju telak keras menghantam Elang yang ternyata adalah tinju dari Ara, membuat Edgar, bahkan Pak Bambang lebih terkejut lagi akan perempuan kecil itu.
"Biar rata," ujar Ara. Setelahnya, ia menarik Elang dan Edgar menuju kursi.
"Pak Bambang, ada P3K nggak?" tanya Ara, sehingga memecah keshock-an Pak Bambang.
"Oh ada, tunggu sebentar."
...
"Maaf Kak Edgar, gara-gara aku kakak jadi gini." Ara mengobati luka Edgar terlebih dahulu.
Edgar tersenyum. "Gapapa, santai aja."
Edgar yang merasa posisi Ara sangat dekat dengan wajahnya entah kenapa merasa deg-degan. Ia tak henti-hentinya menatap mata Ara. Namun, Ara malah seperti tak sadar, jika Edgar sedari tadi menatapnya.
"Obatin gue," tiba-tiba Elang langsung menarik tangan Ara yang sedang mengobati luka Edgar. Entah kenapa, Elang merasa kesal karena melihat Edgar menatap Ara terus-menerus.
Ara menarik nafas. "Bentar ya, Kak Edgar." Ara lalu beralih mengobati luka Elang.
"Makanya, jadi orang jangan gampang naik darah!" bentak Ara tepat diwajah Elang dan menekan kapas di luka cowok itu hingga membuatnya memekik.
Edgar yang melihat itu jadi tertawa kencang. "Rasain lo! Hahaha..."
Elang hanya diam saja, tak memerdulikan Edgar. Ia lalu beralih menatap wajah Ara yang mengobati lukanya yang bisa dibilang lebih parah daripada luka tinju di wajah Edgar.
Lalu tatapan Elang turun pada bibir Ara yang tipis. Elang akui, bibir itulah yang membuatnya tak bisa mengontrol kata-katanya dan kelakuannya pada Ara saat di atap sekolah waktu itu.
'Cup'