III. Gadis Mungil

1230 Kata
Tok tok tok "Nando," Tok tok tok "Nan," Tok tok tok "Nando!" Pintu berplitur coklat gelap itu terbuka menampakkan Nando dengan wajah bangun tidur. "Kenapa sih, Mam? Masih pagi juga. Hari ini Nando gak ada jadwal ngampus." sungutnya protes. "Mami tau. Mami bangunin kamu karena mau nyuruh kamu mandi terus siap-siap." "Emang mau kemana?" "Papi kemarin abis menang tender besar. Dan sebagai tanda syukurnya, hari ini mami mau main ke panti asuhan." "Udah buruan sana mandi. Mami tunggu di bawah." lanjut Yoana sembari mendorong putranya ke dalam. Nando hanya bisa berdecak tak bisa menolak. Mobil Alphard silver milik Yoana berhenti di halaman sebuah panti asuhan bernama Kasih Ibu. Kedatangannya disambut banyak anak-anak kecil yang sebelumnya sudah berkumpul ramai. Ketika pintu mobil bergeser otomatis, Yoana keluar yang kemudian di susul Nando. Yoana memberi senyum hangat pada bu Dewi dan bu Ratna pengurus panti yang berdiri di belakang anak-anak yang kini berebut ingin menyaliminya dan Nando. "Masuk dulu bu Yoan." bu Dewi mempersilahkan setelah anak-anak berganti meributi bingkisan-bingkisan yang dibagikan supir dari bagasi mobil. Yoana mengangguk dan keduanya digiring ke dalam. Panti asuhan itu terasa sejuk bahkan di jam siang begini. Di lorong samping kanan yang sekarang mereka lewati terdapat pohon-pohon rindang melindungi halaman luas yang bersih dari rumput. Dihalaman itulah sudah terdapat meja-meja yang didempet ditutupi kain biru. Beberapa anak perempuan usia 9-10 tahun terlihat mondar-mandir meletakkan bermacam-macam hidangan. Nando membuntuti saja kemana Maminya berjalan. Mereka memasuki sebuah ruangan dan dipersilahkan duduk di sofa panjang menghadap langsung ke pintu yang terbuka. "Kami ikut senang atas keberhasilan Pak Arya. Semoga keluarga ibu selalu dilancarkan dari segala urusan yang baik." "Iya, terimakasih doanya. Oh iya, bahan-bahan kemarin tepat waktu tidak? Saya minta maaf sekali kalo dadakan. Soalnya catering yang biasa saya pakai sedang fully booked." "Tidak papa bu Yoan. Ada juga kami yang mohon maaf karena lancang menawarkan diri menyiapkan. Emang agak malam datangnya. Tapi gak masalah kok bu. Kebetulan ada beberapa relawan yang menginap untuk membantu mengolah." "Syukurlah. Saya ikut senang." Yoana terus mengobrol bersama dua wanita lainnya menyisikan Nando disampingnya. Cowok itu tidak perduli, sih. Lagian jikalaupun diajak bicara, belum tentu dia nyambung. Paling mesem-mesem saja bisanya. Nando bersedekap memilih mengalihkan pandang memperhatikan anak-anak yang sedang menata makanan dan minuman. Bersamaan dengan itu, tiga orang cewek muncul mengambil alih tataan diatas meja. Salah seorang gadis berhasil menarik perhatian Nando. Gadis itu bertubuh mungil bahkan hampir sama tinggi dengan anak-anak disebelahnya. Ia datang membawa semangka utuh digenggamannya. Gadis itu terkesan cute mengenakan overall hitam dibawah lutut dengan kaos panjang pink pastel sebagai daleman. Rambut hitamnya ia sanggul simple mengembang dilengkapi bandana bercak hitam putih. Tanpa diminta, manik hitam Nando mengikuti gerak-gerik gadis cantik itu. Well, kalau tidak menarik perhatiannya, Nando tidak mungkin terfokus begini. Dalam jarak yang lumayan jauh, gadis itu tidak menyadari jika dirinya tengah diperhatikan. Ia masih sibuk memotong-motong buah semangka menjadi bagian sama kecil. Sesekali senyum dibibirnya terbit ketika anak kecil disampingnya membicarakan sebuah hal yang lucu. "Nando!" terlalu larut memandangi gadis tadi, Nando sampai tidak sadar kalau sedari tadi Yoana memanggilnya. Jadilah cowok itu sedikit tersentak karenanya. "Ayo makan dulu." Nando berdiri dan merekapun mulai makan bersama dengan anak-anak panti. Usai menyantap makanan berat, satu persatu mengambil buah-buahan yang tersedia. Nando mengambil semangka. Dan apa yang diambilnya itu mengingatkannya kembali pada gadis mungil tadi. Refleks Nando mengedarkan pandang ke sekeliling mencari sosok tersebut. Namun nihil. Gadis itu tidak tertangkap indranya sama sekali. Tidak lucu Nando tidak mendapatinya karena terselip dengan anak-anak kecil, bukan? Mungkin juga, sih. Kan dia kecil. Batinnya lalu tersenyum tipis. Nando membisikkan sesuatu ditelinga Yoana yang tengah mengobrol akrab dengan anak-anak panti. "Nando ke belakang bentar." setelah mendapat anggukan, lelaki itu menuju ke arah halaman belakang. Merasa sudah jauh dari keramaian, Nando mengambil bungkus rokok di kantong jinsnya dan mengeluarkan sebatang. Menyulutkan pematik diujung rokok, iapun menyesapnya kemudian mendesah panjang. Meski pecandu, bibir cowok itu tidak gelap. Bahkan cenderung terlihat seperti bukan perokok. Warnanya merah muda alami. Nando sudah tiga tahun menjadi pecandu rokok. Tergolong baru memang. Hanya terkadang jika sedang stress banyak pikiran, intesitas konsumsinya sangat memprihatinkan. Itulah sebabnya Yoana sering menceramahi putranya itu agar berhenti merokok. Memberitahu bahaya rokok yang mematikan. Dan segala hal negatif dari batang nikotin itu. Tapi yang namanya mempringati orang yang sedang suka-sukanya, itu ibarat mencoba merobohkan tembok dengan cara menjilatinya. Percuma dan melelahkan. Apalagi orangnya itu Nando. Poor untuk Yoana. Nando melihat jam di tangan kirinya. Pukul 12.35 WIB. Pantas udaranya mulai terasa lumayan panas. Untungnya di panti ini kawasannya tertanami banyak pohon besar yang dedaunannya rindang meminimalisir panasnya mentari siang bahkan sampai ke bangunan belakang. Terdapat sebuah lapangan yang lumayan luas yang sepertinya diperuntukan untuk taman bermain. Terbukti ada beberapa mobil-mobilan dan sekop mainan tergeletak. Langkah demi langkah Nando berjalan di belakang bangunan panti. Hingga tidak sengaja ia mendapati sebuah pintu yang terbuka. Menilik ke dalam, Nando tak bisa untuk tidak menarik sudut bibirnya. Di dalam sana, nampak seorang gadis bertubuh mungil sedang mencuci piring di wastafel membelakanginya. Tahukan siapa? Menuruti insting playboy-nya, Nando tidak akan menyia-nyiakan wanita yang sedang sendiri. Terlebih ceweknya cantik. Nando mendekat dan kini mengamati gadis itu dari dekat. Tidak salah. Gadis ini memang mungil. Nando mengira-ngira mungkin tingginya hanya sampai dadanya. "Hai," sapa Nando. Namun gadis itu sama sekali tidak terusik apalagi merespon. "Kamu salah satu relawan, ya?" coba Nando lagi masih tak mendapat jawaban. Nando menarik sebelah alisnya biasa. Tipe-tipe kucing. Pikirnya. "Ow babe!" seru Nando ketika gadis itu membungkuk setengah badan. "Kamu agresif juga ternyata." mata tajamnya memindai gadis di depannya penuh seringai m***m. Gadis itu kembali menegakkan badan setelah mengambil gunting di laci bawah untuk menggunting kemasan sabun. Nando mendekat berdiri tepat di belakang gadis tersebut. Harum lembut bunga immortelle berpadu lavender dari rambut dan tubuhnya begitu segar dan menenangkan. Nando sampai memejamkan mata ketika meresapinya dalam. Cukup lama Nando hanya diam. Niatnya dia ingin menunggu reaksi gadis itu. Tetapi sampai beberapa menit berlalu, gadis itu tak kunjung berbalik memeluk lehernya dan menariknya mendekat untuk berciuman, seperti yang dipikirkan Nando. Gadis itu masih tekun membilas piring-piring berbusa. Melirik agak kebawah, netra hitamnya mendapati leher putih gadis yang tataan rambutnya sedikit ambyar itu. Pemandangan yang manis sekali menurut Nando. Belum pernah Nando bermain dengan wanita yang tubuhnya bak anak kecil. Begitu menggemaskan dan... membuatnya penasaran. Kira-kira rasanya akan seperti apa, ya? Eh? Nando mulai menunduk mengarahkan bibirnya perlahan ke objek fokusnya sedari tadi. Ketika sesenti lagi berhasil, gadis itu tiba-tiba berbalik membuat kepala keduanya saling bentur. Nando yang awalnya b*******h seketika padam mengejutkan. Keduanya sama-sama memegang dan mengelus dahi masing-masing. "Maaf, maaf. Aku gak tau ada orang." sesal gadis itu. Nando bergeleng pelan hendak berucap tapi terhenti oleh gadis itu. "Sebentar." Nando mengeryit memperhatikan gerak-gerik gadis itu. Ia bergerak meraih tas selempangan pink di atas kulkas dan mengambil sesuatu dari sana. Benda setengah melingkar berbentuk headset itu ia pasang ditelinga kanannya. "Kamu gak papa kan?" dia masih bertanya khawatir. Didepannya, Nando masih mencoba mencerna sesuatu yang belum dimengertinya. "Gak papa." jawab Nando akhirnya. "Kamu udah lama disini? Maksud aku... di dapur. Maaf aku gak tau. Soalnya sesudah solat tadi aku lupa pasang-" gadis itu mengarahkan tangan ke telinga yang terpasang alat dengar. "-ini. Maaf ya." Nando hampir melebarkan mata jika saja ia tidak mencoba menahannya. Dia tuli? Batin Nando. "Gak papa." tanggapnya berusaha menarik senyum paksa. Gadis didepannya mengangguk-angukkan kepala. Kemudian gadis itu mengulurkan tangan. "Aku Rindy." Nando tidak langsung menyambutnya. Melihat tangan ramping putih pucat itu sebentar sebelum ia balas menyalimi. "Nando." "Butuh sesuatu?" mendapat pertanyaanya itu Nando gelagapan mencari alasan. "Ambil minum. Gue mau minta mineral dingin." "Ooh. Bentar," Rindy membuka kulkas dan menyodorkan botol kemasan kepada Nando. "Ini minumnya." Nando mengambilnya. "Thanks." usai itu Nando berbalik pergi. Cantik sih, tapi... taulah!  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN