Ana mengemas pakaian nya tanpa berpikir panjang. Sudah 1 bulan sejak kepulangan nya dari kapal pesiar yang berlayar dari Prancis ke Singapore, bekerja sebagai pemain biola profesional. Semalam ia melihat sendiri kondisi bibi yang terkulai lemas di rumah sakit karena penyakit keras. Sementara hutang kepada boss nya belum juga terlunasi. Paman dan anak nya terus memojokkan nya untuk pergi ke Villa pengusaha itu dan menggantikan pekerjaan bibi.
Ya.. sebagai pelayan.
Ana menghela nafasnya setelah menutup tas nya. Menggigit bibir nya dengan kesal. Wanita cantik dan sexy dari kapal pesiar ini harus berubah menjadi pelayan.
Tetapi tidak ada pilihan lain untuk saat ini, kembali ke kapal pesiar hanya akan membuat nya di kejar-kejar oleh pria tua bangka
yang mengejar keperawanan nya dan di jadikan istri muda! Ana tidak sudi.
Ia pun mengangkat tas nya dan bersiap keluar dari rumah nya. Tidak masalah, setelah hutang nya lunas, Ana akan pergi dari Villa tersebut.
"Ingat, jangan melarikan diri! Kasihanilah kami, setidaknya pikirkan Bibi mu yang sudah membiayai kursus biola mu 4 tahun lalu.
Jangan lupa juga kirimkan uang untuk biaya rumah sakit" ucap paman.
"Baik, akan Ana usahakan"
Sepupu nya, Nasha melirik nya acuh. "Berikan kami uang registrasi rumah sakit. Kamu kan sudah bekerja bertahun-tahun di kapal pesiar. Cepat.."
Ana menahan dirinya, "Akan ku transfer ke rekening mu nanti. Aku pergi dulu"
Paman dan Nasha tidak bicara apa-apa lagi. Dengan membawa kertas berisikan alamat Villa, Ana pergi dengan taksi untuk meredakan sesak di d**a nya. Tenang, jika hitung-hitung hanya perlu 8 bulan lagi setara gaji bibi.
Ia juga masih menyimpan uang dollar di rekening internasional nya yang belum ia cairkan ke rupiah. Tidak akan ia gunakan untuk saat ini. Biarkan menjadi tabungan.
#2 Jam kemudian.
Akhirnya Ana sampai di Villa mewah daerah Bogor. Ia menurunkan tas nya dan bicara dengan security. Setelah di konfirmasi oleh sekretaris pribadi Tuan muda. Ana di antarkan ke kamar bibi. Tempat nya masih berantakan, banyak barang bibi yang perlu ia kemas dan kirim ke rumah.
Telepon rumah berbunyi. Ana mengangkat nya.
"Hallo selamat sore?"
"Sore. Saya adalah Jane, sekretaris Tuan muda. Anda bisa beristirahat hingga pukul 6, lalu siapkan makan malam dengan tertata rapi. Kemudian pukul 9 siapkan air hangat di bathub kamar tuan muda, semua keperluan bahan makanan dan produk ada di ruang bawah tanah. Jika ada yang ingin ditanyakan, hubungan saya dengan klik zero number. DAN, satu lagi. Jangan sampai bertemu dan mengganggu tuan muda kecuali saat di panggil saja. Mengerti ?"
"Mengerti..." jawab Ana ragu.
Benar-benar banyak aturan dan melelahkan hanya dengan membayangkan nya saja. Tetapi Villa ini mempunyai aura mengintimidasi seperti tidak ada kehidupan. Ana merasa berhati-hati.
Waktu istirahat nya ia gunakan untuk membereskan kamar dan membuat nya senyaman mungkin. Sebab ruangan ini cukup besar, tetapi bibi tidak terlalu menata nya.
"Huh, rumah ini tampak sepi. Memang serasa lebih baik jika penghuninya sedikit, aku tidak akan terlalu kewalahan dengan suruhan ini dan itu" ucapnya.
Setelah selesai mandi, Ana memasak di dapur. Untunglah ada banyak buku menu dan resep yang bibi tinggalkan. Nikmati saja seperti ini. Tidak ada yang tahu pula sekarang ia bekerja sebagai pelayan.
"Nona siapa??"
Ana terkejut dengan kehadiran seseorang. "Yaa???... saya Ana. Yang menggantikan bibi sebagai pelayan"
Bapak tersebut berwajah seram, membawa palu dan gergaji. Dan hanya mengangguk lalu pergi begitu saja. Hal itu membuat Ana mencoba untuk mengatur nafasnya. Rumah ini patut di waspadai.
"Siapa dia?..." gumam nya sambil melanjutkan memasak.
--------------
"Saya akan makan malam di hotel, siapkan mobil sekarang" ucap Braven.
"Pengganti Bi Nun sudah datang, tuan. Saya sudah meminta nya menyiapkan makan malam. Silahkan anda makan diVilla"
Braven melihatnya dengan pertimbangan, ... "Baiklah kalau begitu" jawabnnya datar.
-Setiba nya di Villa. Braven masuk dengan tatapan dingin, melepaskan jas nya kepada Jane dan langsung ke meja makan. Seperti permintaan Jane, Ana tidak menampakkan diri dan hanya berdiam di kamar nya mempelajari resep makanan.
"Jika tidak enak, saya akan memasak untuk tuan" ucap Jane.
Braven hanya diam, mulai menyicipi masakan pelayan penggantinya. Tidak disangka, rasanya sesuai dengan selerenya. Bahkan lebih nikmat dari yang biasanya Bi Nun masak.
"Bagaimana, tuan?" tanya Jane.
"Ini jauh lebih baik" jawab nya dingin.
"Baiklah"
"Kamu sudah memastikan latar belakang pelayan itu?"
"Sudah, tuan. Riwayat nya bersih.. dan... cukup memuaskan" jawab Jane tersenyum ringan.
Namun Braven tidak penasaran lagi. Ia tidak ingin tau apa yang 'memuaskan'.
#Pukul 21.16
Braven melepaskan pakaian nya dan berjalan menuju bathub tanpa ekspresi.
Mata nya terpejam beberapa saat. Sepertinya pengharum nya berbeda. Terasa nyaman dan menenangkan.
Mandi nya kali ini jauh lebih baik. Apa pelayan yang baru lebih profesional dari Bi Nun? Tetapi..
Tiba-tiba ia melemparkan vas bunga yang sebelumnya tidak ada. Berani nya dia meletakkan bunga Lili disini.
Ia sangat membenci nya.
Setelah selesai, Braven menggunakan jubah navy nya dan menuju balkon dengan segelas wine untuk menghirup angin malam.
Tentu saja sangat dingin, lahan di balik tembok itu adalah perkebunan teh nya. Lahan yang tidak akan ia berikan kepada siapapun, termasuk keluarga nya yang licik.
krukkkk...krkk..
Braven melihat ke arah samping, dibawah adalah taman dengan danau buatan tempat angsa cantiknya tinggal.
Tunggu..
Braven menyorotkan pandangan nya. Melihat seorang wanita menggunakan dress tidur sedang duduk sendirian menulis sesuatu di buku nya. Sayang wanita itu menghadap ke sana, hingga Braven tidak bisa melihat wajah nya.
Ia tetap diam, tetapi bertanya-tanya siapa wanita itu.
Bagaimana bisa berada di Villa pribadi nya.
Setelah selesai dengan wine nya. Larut malam Braven berjalan menuju kamar belakang. Ingin memastikan lagi siapa wanita itu.
Tepat didepan kamar pelayan, melalui pintu yang sedikit terbuka. Gadis tersebut melepaskan dress nya dan naik ke tempat tidur hanya dengan lingerie tipis. Terlihat jelas keanggunan dan bentuk tubuhnya yang membuat Braven terdiam.
Bersambung...