“Mana mungkin aku menyukai Wendy, dia hanya menyenangkan saja jika di buat kesal. Standarku bukan wanita kutu buku dengan pakaian seba hitam sepertinya.” Kalimat itu terus menghantuiku beberapa minggu ini. Masih tidak percaya bahwa kalimat jahat itu keluar dari mulut Regarta, laki-laki yang aku sukai sejak lama. Dia mengatakan itu sambil menatap lembut ke arah Anggun, sahabatku sendiri. Sepertinya aku salah mengartikan kedekatan kami selama ini. Aku jatuh cinta sendirian sementara dia hanya menganggapku wanita yang bisa dia permainkan setiap hari.
Namanya adalah Regarta Setyo Aji. Salah satu mahasiswa kedokteran di kampusku yang memiliki segala hal yang bisa membuat wanita tergila-gila. Dia kaya, tampan, pintar dan sangat ramah pada semua orang. Selain itu dia juga aktif di beberapa Organisasi besar di kampus. Regarta adalah temanku sejak kecil, cinta pertamaku sekaligus patah hati terhebatku. Sebelumnya kami dekat dan aku pikir aku spesial untuknya karena dia selalu melindungiku, tapi ternyata aku salah mengartikan sikap pedulinya itu. Seharusnya aku menyadari bahwa terlalu banyak perbedaan di antara kami. Mana mungkin dia akan menyukaiku.
Aku dan Regarta sangat jauh berbeda. Bisa di katakan kepribadian kami berlawanan. Regarta mudah berteman, hampir semua orang di kampus mengenalnya. Dia bisa bergabung dengan siapa saja bahkan orang paling asing yang baru pertama bertemu dengannya saja bisa langsung akrab jika di dekati olehnya. Cara berpakaiannya juga trendy dan selalu terlihat tampan.
Sementara aku hanyalah gadis kutu buku yang suka Memasak. Tidak berani melakukan banyak hal. Bahkan untuk sekedar memakai baju dengan warna cerah saja aku tidak berani melakukannya.
Hidupku hanya tentang Ballet dan Memasak. Tapi sudah lama aku kehilangan dunia Ballet karena mengalami kecelakaan saat aku SMA dulu. Kegiatanku selain kuliah adalah menghabiskan waktuku di rumah untuk membuat beberapa menu masakkan buatanku sendiri atau membaca buku. Berbeda dengan Regarta yang memiliki banyak jadwal penting di luar bersama orang-orang terkenal lainnya.
“Tumben udah malem kamu belum tidur?” Tanya Mommy. Aku meringis. Tidak berani mengatakan bahwa kemarin malam ada seorang pria aneh yang masuk ke dalam kamarku dan membuatku ketakutan. Aku takut, jika aku mengatakannya, mereka tidak akan percaya padaku karena aku tidak memiliki bukti. Lagi pula aku takut pria itu benar-benar Regarta. Bisa jadi masalah jika aku melapor pada Mom dan Dad.
“Boleh tidur sama Mom nggak hari ini?” Tanyaku dengan ringisan. Mom tersenyum geli.
“Tumben, ada apa emang? Kamu lagi ada masalah?” Tanyanya. Aku menggeleng.
“Lagi kangen aja sama Mom.” Kekehku. Mom memelukku dengan gemas.
“Tumben banget loh kamu kangen sama Mom, biasanya kamu jarang banget keluar kamar. Mom sampai kesepian.” Ucap Mommy lagi. Aku sedikit merasa bersalah karena selama ini selalu sibuk dengan diriku sendiri.
“Nggak boleh ya Mom?”
“Boleh dong, tapi Mom nunggu Dad pulang dulu baru tidur. Kamu kalau ngantuk tidur dulu sana!” Ucap Mom lembut. Tadi pagi Daddy memang mengatakan akan lembur sampai malam.
Aku kemudian berpikir lagi, bagaimana kalau laki-laki itu masuk ke dalam kamar malam ini saat aku tidur dengan Mom dan mengambil sesuatu dari sana? Beberapa hari lalu aku sempat membaca ada maling pakaian dalam wanita yang tertangkap polisi. Memikirkannya saja sudah membuatku merinding dan serba salah. Pria misterius itu benar-benar membuatku pusing. Menyebalkan sekali.
“Kayaknya aku nggak jadi tidur sama Mom deh.” Putusku mempertimbangkan harta benda berhargaku yang ada di kamar.
“Loh kenapa?” Mom tertawa melihat sikap plin-planku.
“Aku lupa kalau ada tugas kuliah yang belum aku kerjain Mom, aku ke kamar dulu yah!” Balasku tidak sepenuhnya berbohong.
“Ya sudah, jangan kemaleman yah! Besok kamu ada kuliah pagi kan?”
“Iya Mom.” aku mencium pipinya kemudian naik ke lantai tiga di mana kamarku berada. Masuk pelan-pelan sambil meneliti, takut pria itu sudah ada di kamarku. Hidupku jadi penuh kegelisahan sekarang, menyebalkan sekali bukan? Sepertinya aku harus mulai memikirkan strategi untuk menghalanginya masuk ke dalam kamarku lagi mulai sekarang.
Setelah memastikan tidak ada siapapun, aku menuju jendela kamarku dan memastikannya terkunci rapat. Aku mengambil tali pramuka di meja belajar dan mengikat gerendel kuncinya agar semakin kuat.
“Ngapain?” Sebuah bisikan yang terasa dekat sekali di telingaku nyaris membuatku berteriak. Tapi dia segera membekap mulutku kemudian tertawa ringan. “Kalau kamu semenggemaskan ini, bagaimana aku bisa melepaskanmu Wendy?” Ucapnya lagi tepat di sebelah telingaku karena posisi dia ada di belakang tubuhku. Aku bahkan bisa merasakan hangat napasnya yang berhembus ke leherku.
Jantungku berdegub kencang sekali. Napasku memburu sebab ketakutanku memuncak. “Kamu siapa sebenarnya.” Tanyaku setelah tangannya lepas dari membekap mulutku. Aku takjub sendiri dengan keberanianku bertanya.
“Aku? Kamu ingin tahu?” Kekehnya. Tangannya melingkar di perutku dan menarikku menempel ke tubuhnya. Setelah itu dia menyandarkan kepalanya di pundakku.
“Kamu menggunakan perubah suara bukan?” tebakku. Dia kembali tertawa. Suaranya sedikit berbeda dengan suaranya kemarin. Tapi dua-duanya tidak ada yang aku kenali. Artinya baik kemarin maupun sekarang, dia memang sengaja menggunakan alat pengubah suara. Kemarin, aku juga melihat ada sebuah kabel yang menempel di pipinya menuju ke dekat mulut. Kemungkinan itu semacam microfon pengubah suara atau semacamnya. Entah kenapa aku merasa, orang ini kemungkinan adalah orang yang aku kenal atau aku tahu jika dia menunjukkan wajah asli dan suara aslinya.
“Kamu memang pintar.” Jawabnya.
“Kamu siapa sebenarnya? apa maumu?”
“Aku suka wangi kamu, aku suka berdekatan dengan kamu seperti ini dan aku juga suka melihatmu tidur.” Ungkapnya membuat aku merinding. Aku takut sekali, tapi aku tidak berani memberontak. Di luar ada Mom, jika aku berteriak maka Mom akan masuk ke kamar ini dan berkemungkinan di lukai oleh laki-laki ini. Apalagi Daddy belum pulang. Apa yang harus aku lakukan? Aku nyaris menangis tapi kemudian dia melepaskan pelukannya di tubuhku dan menarikku ke ranjang. Aku menahan langkahku membuatnya menoleh. Aku kembali melihat topeng yang sama seperti kemarin. Rambutnya masih dengan warna yang sama. Hanya suaranya saja yang sedikit berbeda.
“Jangan macam-macam!” Ucapku nyaris menangis. Dia kembali tertawa.
“Jangan berpikiran yang tidak-tidak Wendy, aku hanya akan menemanimu tidur. Aku tidak akan melakukan apapun kecuali terpaksa.” Ujarnya sambil menyeringai. Aku semakin takut dan kemudian menangis. Dia terlihat mendesah dan mendekat padaku lalu memelukku.
“Aku tidak akan melakukan apapun yang tidak kamu sukai.” Ucapnya terdengar begitu tulus. Entah kenapa aku justru merasa begitu nyaman berada di dalam pelukan hangatnya. Tangannya mengelus punggunggku lembut. Mengirimkan perasaan aneh yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Tidak mungkin aku mulai menerima kehadiran pria misterius ini hanya karena aku kesepian bukan? Aku tidak mungkin segampangan itu kan?
“Apa sebenarnya maumu? Kamu mau membunuhku?” Tanyaku sambil terisak pelan. Ku dengar dia kembali tertawa ringan.
“Kenapa pikiranmu berat sekali sih? Jika aku ingin membunuhmu, aku sudah melakukannya sejak kemarin.” Jawabnya. Itu masuk akal juga.
“Lalu apa maumu?”
“Berteman, atau lebih.” ucapnya membuatku terdiam.
“Aku tidak suka berteman dengan orang asing.” balasku sambil berusaha melepaskan diri darinya. Ku lihat bibirnya menyunggingkan senyuman. Seandainya saja Regarta bisa memberiku senyum semanis dan seteduh ini aku mungkin akan menjadi gadis paling bahagia di dunia. Selain meledekku, membuatku menangis dan membuatku kesal, kegemaran Regarta yang lain adalah mentertawakanku dengan jenis tawa penuh ejekkan yang menyebalkan setelah dia mengerjaiku. Membuat aku sangat iri dengan caranya menatap Anggun karena aku tidak pernah mendapatkannya padahal aku mengenalnya lebih lama. Aku selalu bertanya-tanya bagaimana rasanya mendapatkan jenis senyuman tulus seperti itu? Tapi kenapa aku justru mendapatkannya dari laki-laki lain yang bahkan aku tidak tahu dia siapa.
Bibir laki-laki ini sedikit mirip bibir Regarta. Cara tersenyummnya, cara tertawanya. Tapi model rambut, warna rambut dan gaya berpakaiannya sangat jauh berbeda. Tidak mungkin Regarta akan melakukan ini— menemui diam-diam. Rumah kami sangat dekat dan jika dia ingin menemuiku, Regarta bisa langsung datang ke rumahku seperti biasanya sebab keluarga kami saling mengenal. Sebenarnya siapa laki-laki misterius ini dan apa yang dia inginkan?
“Kamu akan suka berteman denganku, percayalah!” Ucapnya sombong. Mataku meneliti penampilannya. Kaus putih polos di padu dengan blazer hitam dan celana hitam. Rambut kecoklatan dan mata biru yang terlihat dari lubang topeng. Itu sangat bukan Regarta. Sebenarnya apa yang aku harapkan? Kenapa aku seperti berharap dia adalah Regarta?
“Katakan sejujurnya! Apa yang kamu inginkan dariku?”
“Aku ingin kamu. Aku akan baik jika kamu menurut, tapi aku akan melakukan hal-hal yang bahkan tidak pernah kamu pikirkan jika kamu berani memberontak dan mengatakan keberadaanku pada siapapun.” Ucapnya kembali memberiku ancaman.
“Setidaknya beri aku nama?”
“Wendy! Kamu ngobrol sama siapa?” Itu adalah suara Mom. Aku panik, tapi laki-laki ini terlihat santai saja.
“Panggil aku Prince. Sampai bertemu lagi Wendy.” Bisiknya sambil melangkah ke arah jendel dan melompat dari sana. Aku berlari ke arah balkon untuk memastikan dia tidak mati jatuh dari lantai tiga. Tapi rupanya dia baik-baik saja dan tersenyum ke arahku sambil pergi ke arah jalan raya besar dan menghilang di ujung gang.
“Wendy!” Gedoran Mom menyadarkanku dan membuatku setengah berlari untuk membuka pintu. Tadi aku memang sempat menguncinya ketika masuk.
“Iya Mom, Wendy tadi lagi telponan sama temen bahas tugas.” Ringisku penuh kebohongan. Mom mendesah dan meneliti kamarku yang memang kosong. Sebab si penganggu yang mengaku bernama Prince itu sudah pergi.
***