Bagian 12

1662 Kata
“Ayo semangat anak-anak!!” “Mau jadi apa kalian kalo loyo semua kayak gini!!” River mengusap keringat yang mengalir di pelipis, netra cowok itu tak lepas dari guru olahraga mereka yang tengah berjalan mondar mandir. Sudah terhitung 20x kali River dan teman-teman sekelasnya, minus cewek, melakukan push up. Sementara para ciwi-ciwi melakukan jumping jack. Keluhan demi keluhan meluncur dari mulut mereka, sesekali River pun ikut mengeluh. Dia haus dan ingin beristirahat. Cowok berambut hitam dan bernetra minimalis itu menoleh menatap Regan yang masih segar di sebelahnya, meskipun berkeringat cowok itu tak kelihatan payah sama sekali. Justru malah terlihat sangat keren.“Lo kuat banget kayaknya, nggak ngeluh sama sekali” “Ngeluh cuma bikin tenaga gue berkurang” Mereka buru-buru berdiri saat guru olahraga menyuruh berhenti, dari kejauhan netra Regan tak sengaja menatap seseorang yang tengah mengawasinya. “Ver, kita kan udah temenan berbulan-bulan ya. Lo ngerasa nggak sih kalau ada yang salah sama sikap gue ke cewek-cewek SMA Bina?” River yang mendapati pertanyaan itu mengerutkan kening “Kalo menurut gue biasa aja sih, tapi kalo menurut cewek mungkin beda lagi. Lo terlalu sweet, mudah banget bikin ciwi-ciwi melting. Apalagi kalo lo senyum, dah pasti ambyar mereka” “Buktinya Tissa enggak tuh” jawab Regan, dia menoleh menatap River. Cowok itu terdiam, dia di ingatkan tentang hilang nya Tissa. Dimana cewek itu sekarang, melihat River yang bengong Regan menyenggol lengan sahabatnya itu, takut kesurupan, kan gawat. “Lo sama Tissa kan berantem mulu, dia juga bukan tipe cewek yang mudah baper” jawab River spontan. Pembicaraan mereka terhenti saat guru olahraga menginterupsi, tak lama kemudian kelas olahraga mereka selesai. Ilham salah satu teman mereka mengajak River dan Regan untuk bermain bola, awalnya Regan menolak lantaran terlalu malas, tapi River memaksanya jadilah dia ikutan main bola. “Huaaaahhh..!!” River tak bisa berkata-kata lagi saat baru lima belas menit bermain, Regan sudah 3x menjebol gawang lawan. Di tepuk nya pundak cowok itu dengan semangat, Regan hanya tersenyum “Gila, lo jago banget mainnya” puji River. “Iya, Re. Kenapa nggak masuk klub bola SMA Bina sih?” tanya Ilham menghampiri Regan. Cowok dengan rambut coklat itu terdiam, dia menatap ke arah lain. Lantas menggeleng. “Gue udahan ya, panas” Tanpa menunggu jawaban dari River maupun Ilham Regan berjalan menjauh. “Temen lo kenapa tuh? aneh banget.” celetuk Ilham sembari menoleh ke arah River. Cowok dengan netra minimalis itu hanya menyunggingkan senyum, lantas mengangkat bahu. “Gue duluan” “Hei! main nya belum selesai!” teriak Ilham, River hanya melambai tanpa menjawab. Di tempat nya Ilham menggeleng-geleng kepala, susah untuk mendekati River dan Regan. Padahal kalau di beri kesempatan banyak yang pengen berteman dengan mereka berdua. River menghentikan langkah saat melihat Regan tengah berbincang dengan seorang. Tak mau mengganggu River hanya menatap dari kejauhan. Alasan Regan berhenti bermain bola yakni karena netra nya sedari tadi menangkap sosok Amanda yang selalu menatapnya. “Lo ngapain lihatin gue terus?” tanya Regan to the point. Dia risih akan tatapan itu. Amanda meremas rok seragam nya, kenapa dia jadi gugup seperti ini? “Gue boleh minta nomor ponsel lo nggak?” “Itu doang?” Amanda menganggukan kepalanya, Regan menyambar ponsel milik cewek berambut sebahu dengan highlight coklat itu membuat sang empu terkejut. Setelah mengetikan nomor telepon nya Regan mengembalikan ponsel benda pipih itu ke pemiliknya yang langsung tersenyum cerah. “Jangan baper sama sikap gue, Man. Gue nggak mau nyakitin perasaan siapapun” Ucapan Regan telak menyentil perasaan Amanda, tapi cewek itu dengan tulus mengembangkan senyum nya “Gue udah baper sama lo kali, but it’s okay. Kita bisa jadi temen” kata Amanda ringan dimulut berat di hati. “Tapi, gue mau ingetin sama lo. Jangan terlalu sweet kalo sama cewek. Sikap lo yang kayak gitu bikin kita para cewek jadi salah faham” Amanda menepuk pundak Regan dua kali sebelum melenggang pergi. Di tempatnya Regan terdiam, dia menatap kosong ke arah depan. Entahlah, cowok itu sendiri juga tidak tau kalau sikapnya malah di salah artikan seperti ini. Regan merasa apa yang dia lakukan biasa saja, menolong dan sedikit menghibur. Toh kalau ada yang baper bukankah itu bukan salah Regan? mereka saja yang terlalu bawa perasaan. Makin kesini Regan merasa hidup nya semakin hambar, tidak ada kasih sayang dan cinta. Regan terlalu terpaku pada masa lalu hingga sulit untuk menerima orang baru. Cowok itu menoleh saat  rambut nya di acak-acak oleh River, sahabatnya nyengir lebar. “Gebetan baru? bening banget euy!” “Bukan, dia gebetan nya Bang Arsen. Tapi malah belok ke gue, ah nggak taulah, pusing!” jawab Regan sembari meremas rambutnya. Dengan berjalan layaknya robot Regan pergi meninggalkan River dengan tanda tanya  besar di kepalanya. Untuk pertama kalinya, River benar-benar ingin tau kehidupan Regan. Dalam artian, dia ingin masuk lebih dalam ke kehidupan cowok itu. Ada sisi lain yang River tidak tau tentang Regan, jadi dia berinisiatif untuk mencari tau, tentunya cowok itu tidak sendiri, dia punya Tissa yang akan menjadi sekutunya. Ah, Tissa lagi. Dimana cewek itu berada saat ini? sudah tiga hari dia tidak masuk sekolah, River pun tidak mendapatkan kabar apapun dari cewek berpipi overload itu. Sementara Arsen masih tutup mulut, dia curiga kalau Arsen sebenarnya tau dimana Tissa sekarang. Getaran ponsel membuyarkan lamunan cowok itu, Mommy Ra. “Mom” panggil River. “Hai, what are you doing now, River?” “I'm still in school, Mom” “Oh iya, Mommy lupa” River tersenyum, di seberang sana pasti Mommy nya tengah menepuk jidat. Ah, River rindu sekali dengan wanita yang sudah melahirkannya 17 tahun lalu itu, sudah berbulan-bulan dia tidak bertemu dengan Mommy nya, bahkan telfon pun semakin jarang lantaran sang Mommy sibuk dengan pekerjaan sementara dia sibuk dengan sekolah dan kehidupan  barunya. Sembari berjalan River menjawab setiap pertanyaan yang diajukan Mommy Ra, sesekali cowok itu tertawa membuat siswa-siswi yang berlalu lalang menatapnya aneh. River tak peduli, dia tidak akan menolak panggilan dari Mommy Ra lantaran cowok itu paham betapa berharganya waktu. Sampai di bangkunya, River masih terus bercerita tentang kehidupannya selama di Indonesia. Dia juga bercerita tentang Tissa “Hm, River bingung sekarang mau gimana lagi. Mommy denger aku sama Bang Arsen berantem dari mana?” “Oma, tadi telepon Mommy katanya kamu lagi berantem sama Arsen” “Yah, Mommy nggak perlu mikirin soal itu. River bisa menyelesaikan masalah ini sendiri,” ucap River mencoba meyakinkan Mommy Ra. “Oh iya, kapan Mommy ke Indo?” “River..” “Iya, Iya. River nggak tanya gitu lagi.” cowok dengan netra sipit itu menatap Regan yang menelungkupkan wajah di lipatan tangan, mungkin sahabatnya itu tengah tertidur. “Udah dulu ya, Mom. Habis ini River masih ada kelas” “Hm, semangat ya anak Mommy ^-^” “Siap, Mom. Love u” “Love u to, My Son” Setelah menutup telepon, River mengambil seragam sekolahnya, lantas berjalan ke kamar mandi untuk berganti pakaian sekaligus mandi lantaran badannya sudah lengket banget. Jangan tanya kenapa River bisa mandi, kan ada toilet, toh cowok itu juga membawa sabun. Jadi, tidak perlu dipermasalahkan. Saat River keluar kelas, isakan cowok yang menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan itu terdengar. Regan menangis. Ya, anggaplah kalau dia cengeng. Kalian tidak ada di posisi Regan, dimana cowok itu hanya menginginkan  hal sederhana. Dia hanya ingin dekat dengan kedua orang tuanya, dia hanya ingin di prioritas kan sekali saja. Tapi, sekalipun Regan tidak bisa mendapatkan itu semua. Terdengar suara pintu ditutup membuat Regan mendongak, seorang cewek dengan rambut kecoklatan baru saja keluar, apa dia tau kalau Regan tengah menangis? dengan sekali usap air mata itu langsung berhenti, netra nya menatap minuman serta note yang ada di meja. Don’t cry. Amanda. “Sial!” Regan mengumpat. Cowok itu meraih seragam yang ada di kolong mejanya, lantas berjalan menuju kamar mandi untuk berganti pakaian juga. (^_^)(^_^) Tissa menjatuhkan tubuhnya di ranjang kamar, sudah tiga hari dia tidak pulang ke Indo lantaran sibuk menemani Mommy nya yang masih di rawat di rumah sakit. Meskipun sekarang sang Mommy masih dirawat Tissa memutuskan untuk pulang, toh disana juga ada Daddy yang senantiasa menunggu. Kehadiran Tissa malah membuat keduanya selalu gagal jika ingin bermesra-mesraan. Ketukan pintu kamar membuat Tissa menoleh, cewek itu bergegas membukakan pintu “Non, ada Den Arsen di bawah” “Suruh masuk ke sini aja deh, Bi, Tissa capek mau turun” Pembantu itu mengangguk, lantas meninggalkan kamar Tissa. Cewek dengan rambut bob yang mulai panjang itu duduk di sofa sebari menyalakan televisi. Tak lama Arsen masuk dan langsung bergabung dengan Tissa di sofa. “Gimana keadaan Mommy lo?” “Udah mulai membaik, makanya gue pulang” “Bagus deh” jawab Arsen, cowok itu menoleh ke samping menatap Tissa dengan pipinya yang chubby. Apakah dia akan mengatakan nya sekarang? Atau nanti saja? Arsen takut dia keduluan River, cowok itu tidak bisa melepaskan Tissa kali ini. "Gue mau tanya sesuatu sama lo" celetuk Arsen, Tissa mengangguk dan menyandarkan kepalanya pada pundak cowok berdimple itu.  “Kalau seandainya ada dua cowok yang suka sama lo..” “Hm?” Arsen terdiam, dia memikirkan apakah harus menanyakan ini atau tidak. Tapi semakin lama Arsen semakin takut kalau Tissa jadian dengan River, cewek itu juga sudah menunjukan adanya ketertarikan pada River membuat Arsen tidak tenang setiap saat. “Kalo gue nembak lo, bakalan lo terima nggak?” Sialan! pertanyaan macam apa itu?! Arsen merutuki kebodohan nya, Tissa yang keheranan langsung menempelkan punggung tangannya di jidat Arsen, anget. “Lo udah minum obat kan?” dengan sekali tepis tangan Tissa sudah enyah dari jidat mulus cowok itu. Karena tidak mendapatkan jawaban dari Arsen kini Tissa terkekeh “Lo kesurupan setan mana sih tiba-tiba tanya gitu? lagian mana mungkin lo tertarik sama gue?” tanya Tissa, dia masih tidak percaya dengan Arsen. Cowok yang menjadi sahabatnya itu memang punya kadar ketampanan di atas rata-rata, tapi bukan berarti Tissa mudah kepincut begitu saja. Ya, ya, ya, sebenarnya dulu Tissa pernah suka dengan Arsen setelah beberapa bulan berkenalan, dulu saat mereka belum sedekat sekarang. Tapi Tissa sudah mengenyahkan perasaan itu jauh-jauh, kini dia menyukai cowok lain.  “Gue suka sama lo, Tiss. Bahkan sayang, udah lama malah.” “Becanda lo nggak lucu” balas Tissa. “Gue serius. Lo tau kenapa gue malah lebih milih pacaran sama cewek lain daripada nembak lo?” Seperti di hipnotis, Tissa spontan menggeleng. “Karena gue takut lo  berpaling, dan itu bakal bikin gue sakit hati banget. Kalo jadi sahabat, gue yakin lo nggak bakal ninggalin gue, meskipun saat itu lo tengah marah” Tissa terdiam, apa dia berhalusinasi mendengar ucapan Arsen tadi? tapi.. “Maksud lo?” “Gue akan jelasin”  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN