Bagian 3

1999 Kata
Netra kedua remaja tampan itu menatap fokus ke arah layar komputer, mereka saat ini ada di rumah Regan, lebih tepatnya di kamar cowok itu yang sudah di sulap menyerupai ruang gamers. Semua game ada di kamar Regan, bahkan yang terbaru sekalipun. Tangan kiri mereka terus menekan-nekan keyboard dengan tidak santainya, sementara tangan kanan mereka sibuk menggerakan mouse. Tidak ada yang boleh lengah sama sekali kalau tidak ingin mati tertembak. “Woooyy, woooy, woooy, aelaaah! mati deh dia. Lemot banget sih larinya, bikin kesel aja” Regan meneguk minuman kalengnya, setelah misuh-misuh dia juga butuh asupan, tenggorokkan nya kering ditambah rasa kesalnya pada tokoh game yang barusan kalah. Sementara di sampingnya River tertawa ngakak “Maka nya jangan songong, gue kan udah bilang jangan pake dia, ngeyel sih. Soalnya gue udah pernah pake pas main game sama Bang Arsen” “Ya, siapa tau kalo gue yang mainin jadi menang kan” Ucapan mereka terjeda saat ketukan pintu terdengar, tak lama munculah wajah wanita cantik berambut bob yang mengenakan pakaian santai, Regan menatap wanita itu dengan datar, beda dengan River yang langsung mengembangkan senyum manisnya “Malam, Tante” sapa si perfect smile lips and eyes kepada Mama Regan. Yaps, Mama Regan. “Malam” balas Mama Regan singkat, netranya beralih menatap Regan sejenak sebelum melanjutkan ucapannya “Kalian mau game sampai kapan? ini sudah larut loh. Besok kalian harus sekolah” River langsung berdiri dari kursinya, dia nyengir ke arah sang pemilik rumah “Sudah selesai kok, Tan. Ini River mau pulang” jawab cowok itu, dia melihat Regan yang terdiam tak bereaksi apapun. Entahlah, mungkin cuma perasaan River saja yang mengira hubungan Ibu dan anak ini sedikit renggang. “Nggak nginep aja? Lagian udah jam 11, kamu berani pulang sendiri?” tawar Mama Regan, River menoleh kearah sahabat laknat yang beraninya menendang tulang kering dia, lantas melotot memberi isyarat kalau River tidak boleh menerima tawaran itu. River yang paham akan maksud Regan mengangguk saja, dia kembali menoleh ke arah Mama Regan, lagi-lagi  tersenyum tapi kali ini senyum canggung “Enggak usah, Tante. Nanti Oma nyariin lagi, lagipula rumah River deket kok. Di perumahan sini juga pastinya aman” River berpamitan untuk pulang, setelah cowok itu keluar kamar kini tersisa Regan dan sang Mama, mereka berdua saling tatap dan Regan sudah tau apa yang akan dikatakan oleh Mama nya setelah ini. “Harus berapa kali Mama bilang ke kamu, jangan berisik! Mama lagi kerja Regan” kan, sudah bisa di duga. Kejadian seperti ini bukan baru kali ini terjadi, tapi sudah sering. Regan yang memang suka bermain game selalu menyetel speaker nya keras-keras, kebetulan kamar orang tuanya tepat berada di samping kamar nya, jadi wajar kalau suara game Regan seringkali terdengar dan mengganggu. Regan mendengus, Mama nya memang seperti itu. Workaholic yang sensitif terhadap apapun, padahal sudah seharian Mama Regan menghabiskan waktu di kantor, saat sampai rumah wanita itu langsung  naik ke kamar dan melanjutkan kerja, setelah maghrib baru mandi dan turun untuk makan, selesai makan Mama Regan akan lanjut kerja lagi hingga larut malam. Regan sudah hafal dengan kebiasan Mama nya. “Lagian Mama jam segini kenapa masih kerja aja sih? Kan bisa di lanjut besok, Ma. Kalau Mama sering begadang, Mama bakalan sakit” Sang Mama terdiam beberapa lama, kalau sudah di perhatikan oleh anaknya seperti ini, mau lanjut marah juga tidak mungkin. Akhirnya Mama Regan kembali menjawab “Mama kerja juga buat kamu, Regan. Kamu juga tau Papa sama Mama nggak mau kamu merasa kekurangan satu apapun, untuk itu kamu juga harus sekolah yang bener jangan asik main game aja” Setelah berucap seperti itu Mama Regan langsung menutup kembali pintu kamar anaknya. Regan spontan membanting mouse dengan keras. Cowok itu menjambak rambut pink nya dengan kasar, lantas meraih kaleng soda dan meneguknya hingga habis. Diremasnya kaleng itu hingga tak berbentuk, emosinya sedang naik saat ini. Jujur saja, Regan sudah melakukan banyak cara agar mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya yang selalu menyibukan diri dengan bekerja. Mulai dari menjadi anak yang bermasalah di sekolah hingga dia harus pindah, lantas sering menggonta-ganti warna rambutnya hanya untuk menarik perhatian kedua orang tuanya, sering bermain game dalam kurun waktu yang lama agar ditegur dan yang terakhir Regan melakukan ini.. Regan menatap lemari yang sudah berbulan-bulan tak pernah dia buka, lemari yang membuatnya terus merasa sakit. Tapi malam ini, setelah di sindir oleh Mama nya cowok itu tergerak hatinya untuk membuka lemari itu kembali untuk melihat isinya. Regan memutar kunci, dan saat pintu lemari terbuka nampaklah berjajar piala, mendali, dan berbagai hasil pencapaian yang membanggakan lainnya. “Kenapa usaha gue nggak pernah terlihat di mata mereka?” gumam Regan sembari menatap jajaran Piala yang ia dapatkan semasa duduk di sekolah dasar hingga sekolah menengah. Piala hasil juara kelas, juara olimpiade dan juara-juara lainnya.  “Gue nggak faham, di saat gue jadi anak yang bermasalah mereka tetap nggak peduli, di saat gue jadi anak yang berprestasi mereka juga sama tetap nggak peduli. Sebenarnya gue dilahirkan itu untuk apa sih?” Regan sengaja menyembunyikan piala-piala nya lantaran ada suatu kejadian yang membuatnya merasa percuma. Dulu, saat sekolah dasar Regan selalu jadi anak yang berprestasi. Dan setiap anak yang berprestasi pasti kedua orang tuanya akan mendapatkan undangan untuk datang ke sekolah. Di saat teman-teman nya yang lain dengan bangga menggandeng kedua orang tua mereka untuk hadir dalam pertemuan itu, beda dengan Regan. Dia tak pernah datang lantaran kedua orang tuanya selalu menolak dengan alasan sibuk bekerja. Tangan cowok itu mengambil salah satu piala yang ia dapat kan beberapa bulan lalu lantaran mendapatkan nilai sempurna di Ujian Nasional. Regan menarik sudut bibirnya “Seharusnya bikin bangga kan, kenapa malah bikin sakit ya” monolog cowok itu, mengusap perlahan pialanya. Regan selalu memberi hadiah kecil kepada dirinya sendiri saat pencapaiannya tercapai. Misalnya dengan membeli tablet baru dari uang tabungan nya sendiri. Cowok itu berjalan ke arah meja belajarnya dan duduk di kursi, diletakkannya piala itu di depan dia. Cukup lama Regan menatap piala itu, hingga otak cerdasnya berselancar ke masa lalu. Diraihnya benda pipih berwarna hitam yang ada di sakunya, lantas membuka room chat dia bersama seseorang, ah, lebih tepatnya room chat nya sendiri karena sampai sekarang masih tidak ada balasan dari seseorang itu. Today, 23.17 Ra, Mama marah-marah lagi hari ini gara-gara gue main game sama temen. Mana bawa-bawa kebiasaan gue lagi, ah pokoknya gue benci banget deh, Ra. Lo dimana sih?Gue kangen banget sama lo Regan meletakan ponselnya di atas meja, percuma saja menunggu balasan karena sampai kapanpun pesan itu tidak akan pernah dibalas lantaran nomornya sudah tidak aktif lagi. Kalian penasaran siapa Ira? Dia sahabat semasa SMP Regan, gadis rambut panjang dengan senyum manis dan wajah imut. Gadis yang selalu menempel kemanapun Regan pergi, dia juga yang selalu ada untuk Regan saat cowok itu membutuhkan teman curhat. Intinya, Ira adalah segalanya buat Regan, di tambah cowok itu juga menyimpan rasa pada Ira. Ira juga yang membuat Regan trauma berkenalan atau bahkan dekat dengan cewek manapun, dia takut ditinggal pas lagi sayang-sayang nya karena itu sangat menyakitkan. Saat kenaikan kelas sembilan, Ira mendadak pindah tanpa berpamitan langsung dengan dia, hanya melalui pesan dan dia meninggalkan sebuah janji kalau suatu saat dia pasti akan kembali. Dan Regan sampai sekarang menunggu-nunggu waktu itu. “Sampe kapan sih Ra lo mau pergi? Cepetan pulang, gue udah kangen banget sama lo” gumam Regan, tak sadar dia malah memeluk pialanya. (^_^)(^_^) Cowok yang masih setia dengan rambut pink nya memasuki kelas yang sepi, menyapukan pandangan. Tak ada satupun manusia disana, cowok itu mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangan, seharusnya jam segini teman-temannya sudah ramai di kelas. Tapi ada apa dengan hari ini? Apa ini hari libur? Tidak mungkin, ini masih hari Selasa dan kemarin baru saja libur. Tidak mungkin kan pemerintah menghapus hari Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu? Emang pada dasarnya Regan adalah salah satu makhluk yang sering tidak acuh, jadi tanpa mencari kemana perginya seisi kelas dia malah duduk dibangkunya dan mengeluarkan ponsel, bermain game. Ctar! Splash! Ctar! Ctar! Di saat lagi seru-serunya bermain, mendadak ada yang masuk ke dalam kelas membuat Regan terlonjak kaget, dia memegangi dadanya “Sialan lo, gue kira setan tadi” Regan meletakan ponselnya di meja, menenangkan debaran jantung yang menggila lantaran kaget. Tak mau menjawab ucapan Regan, siswi yang baru saja masuk itu malah bertanya “Lo kok malah di kelas?” langkah kaki dia menuju bangku, melonggok dan mengambil bolpoin nya yang tertinggal tadi. Regan mengerutkan keningnya, “Lah emang seharusnya kemana?” tanya cowok itu bingung. Sisi, nama siswi yang tengah berbicara dengan Regan itu menggelengkan kepala, sudah beberapa bulan mereka jadi teman sekelas tapi tak pernah sekalipun melihat Regan berinteraksi dengan teman-temannya yang lain, khususnya cewek. “Hari ini jadwal lab, Regan” Jawab Sisi dengan sabar, “Makanya kamu cari temen jangan sendirian mulu, lagian kita bukan kuman yang harus lo jauhi” setelah berkata seperti itu Sisi kembali keluar kelas, menuju lab. Regan terdiam, apa itu pandangan teman-temannya akan dia yang tidak pernah berteman dengan siapapun? Cowok dengan senyum manis itu mengangkat bahunya tak acuh, lantas menggendong tasnya keluar kelas. Bahkan sampai sekarang, dia belum punya nomor telepon River. Kebetulan ruang Lab tidak terlalu jauh, Lab yang di maksud adalah Lab komputer bukan lab biologi maupun fisika bahkan kimia karena dia masuk IPS. Tangan nya tergerak untuk mengetuk pintu sebelum masuk, “Permisi, Bu. Maaf terlambat” “Kelompok siapa kamu, Regan?” tanya Bu Mei sembari menatap Regan, awalnya sih biasa saja tapi saat netra di balik kaca mata itu menangkap rambut pink Bu Melati langsung berdecak pinggang menatap garang ke arah Regan, guru itu menunjuk “Itu, rambut kamu besok di hitamin. Kalau masih pink terpaksa saya laporkan ke BK” Regan hanya mengangguk tak mempedulikan, toh dia belum berniat untuk mengganti warna rambutnya. Di panggil BK? Sudah bukan hal yang tabu bagi seorang Regan Mahesa Gunawan. Langkah kaki Regan mendekat kearah River, cowok itu tengah mengerjakan laporan keuangan. Sebenarnya, Regan tidak punya kelompok tapi sekarang dia akan berkelompok dengan River yang baru pindah kemarin. “Tumben lo telat” ucap River, Regan meng ubek-ngubek isi tasnya “Gue tadi ke kelas, nggak tau kalau Bu Mei pindah ke Lab.” jawab cowok itu, lantas mengangsurkan sebuah flashdisk ke arah River “Nih, lo cek aja. Udah gue kerjain” “Tugas Bu Mei?” tanya River memastikan. Regan mengangguk. Benda kecil itu segera menancap pada CPU, River membuka file dan meneliti satu persatu jawaban Regan “Gila, pinter juga lo” puji si perfect smile lips and eyes sembari menatap Regan yang duduk santai di sampingnya. “Kumpul in sekarang? Biar kita bisa kabur duluan, game di kelas kayaknya seru” ajak Regan, menepuk pundak River yang langsung mengangguk. Kedua cowok itu sudah mengirimkan tugas mereka lewat email, lantas berpamitan untuk keluar duluan. Seisi kelas menatap keduanya dengan bingung. (^_^)(^_^) Pyaaar! Kedua cowok yang saat ini tengah sibuk bermain game kini mendongak, saling tatap lantas segera keluar kelas saat mendengar jeritan seseorang. “Aduh aduh, gue minta maaf, gue nggak sengaja” Regan langsung jongkok, memeriksa luka salah satu teman sekelasnya yang tengah terduduk di lantai lantaran terkena cairan entah apa yang tidak diketahui oleh Regan. Cowok itu segera membopong tubuh Sisi untuk di bawa ke UKS. Tadi, saat dia hendak masuk ke kelas tiba-tiba seseorang menabraknya dari belakang, anak kelas IPA yang tengah membawa cairan kuning keemasan. Gelas kaca itu pecah dan cairannya mengenai kulit Sisi yang langsung melepuh. “Bu, tolongin temen saya” Cowok berambut pink itu segera membaringkan Sisi yang menangis lantaran luka yang dia dapatkan begitu sakit. Ibu penjaga UKS langsung mengecek kondisi pasien nya. “Ya ampun, Si. Ini kenapa lagi? Udah 2x ini loh kamu kena cairan anak-anak IPA” Cowok dengan paras tampan itu berdecak, bukan malah segera mengobati si Ibu penjaga UKS malah berceramah “Bu, kalau mau ngomel nanti aja. Temen saya lagi terluka” “Eh, iya iya” Sisi mengerang kesakitan saat ibu uks memberikan salep ke daerah yang melepuh, Regan yang tak kuasa melihat itu dia akhirnya balik badan. Sisi menatap punggung lebar Regan, jantungnya berdetak lebih cepat. Setelah Sisi selesai di obati Regan kembali menoleh dan menghampiri cewek itu “Lain kali hati-hati, untung aja cuma melepuh” “Iya, thanks ya, Re” “Sama-sama” Regan hendak kembali ke kelas, namun suara Sisi menginterupsinya membuat langkah kaki cowok itu kembali terhenti, dia menoleh. Sisi meremas rok nya, gugup. Lantas dia mengulurkan tangan “Teman?” “Teman” Keduanya tersenyum, senyum yang sama-sama manis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN