7

1969 Kata
Siapa yang tak kenal Andreas Praditya Erlangga. Dia kaya raya. Pria tampan yang menjabat sebagai CEO dari berbagai bidang usaha. Punya banyak hotel dan punya rumah produksi artis yang sunggung terkenal. Namun dari ketampaan dan kekayaannya, hanya satu yang belum Andreas miliki. Yaitu calon istri. Jujur sebenarnya Andreas tak begitu tertarik, namun untuk memikirkannya, pernah terlintas di otak Andreas sekali-sekali. Tapi dia masih muda. Belum saatnya harus direpotkan dengan seorang istri. Tapi lain Andreas, lain pula orang tuanya. Terkhusus sang ayah. Nyaris setiap hari Andreas diminta sang ayah untuk menikah. Alhasil, Caroline selalu menjadi nama yang tiap saat disebut  oleh orang tuanya. Kenapa harus Caroline? Masih banyak gadis di dunia ini kenapa harus Caroline? Apa karena Olin itu mantan pacarnya? Atau karena orang tuanya sudah menganggap Olin sebagai anak? Jadi karena itu ia dipaksa menikah dengan Olin?. Entahlah. Yang jelas ia tak suka dan menentang keras. Mungkin untuk keturunan, Olin bisa dijadikan landasan wajah jika untuk perempuan. Karena Olin cantik. Tapi jika untuk sifat, sepertinya tidak. Olin begitu kasar sebagai perempuan. Bahkan wanita itu tak segan membentak pengemis yang berlalu lalang di hadapannya. Dan hal itu tak disukai oleh Andreas sendiri. Bicara soal jodoh, Andreas sendiri belum memiliki kriteria. Tapi beberapa hari ini, kehadiran seorang badut bertangan mulus membuat pikirannya sedikit tersita. Entahlah, seolah Andreas merasa kalau pemilik tangan itu tak pernah berada jauh darinya. Pemilik tangan itu selalu berada dekat di radarnya. Satu lagi gadis yang berhasil menyita perhatian Andreas. Namanya Kayla. Ya Kayla yang ia rebut paksa dari Bar untuk ia jadikan model. Dialah Kayla, model barunya. Sejak seminggu yang lalu saat pemotretan kedua Kayla yang juga bertema dress anggun, gadis itu selalu mampu menghilangkan fokus seorang Andreas saat mereka bertemu. Apalagi jika pria itu mengingat betapa panasnya ciumannya dengan Kayla saat di ruang kerjanya dan juga betapa hebatnya permainan Kayla pada kejantanannya dulu membuat otak Andreas semakin error dan rusak. Ia tak habis pikir bagaimana Kayla bisa melakukan ini padanya. Apa dia tertarik pada Kayla? Oh tidak mungkin. Sangat tidak mungkin. Kayla siapa dan dia siapa? Mungkin Olin jauh lebih pantas jika bersanding dengannya dibandingkan Kayla yang notabennya hanya seorang pelayan Bar yang ia rangkap menjadi model. Oh jangan lupakan pekerjaannya sebagai badut. Badut? Kenapa tak terpikirkan oleh Andreas sebelumnya. Rilla juga seorang badut. Apa mereka saling kenal? Tentu saja tidak kan? Mana mungkin mereka saling kenal. Rilla gadis yang manis sepertinya, walaupun mereka hanya baru kenalan lewat sentuhan tangan, namun ia bisa merasakan Rilla adalah gadis yang manis. Tidak seperti Kayla, Binal mudah dirayu. Ah sudahlah. Mengingat tentang Kayla tak akan pernah habisnya. Yang jelas Kayla tak mungkin Rilla nya. Jika memang Kayla adalah Rilla nya, ia pastikan tak akan menemui Rilla lagi dan memecat Kayla dari permodelan. Namun sedetik kemudian, Andreas terdiam memikirkan kembali kalimat terakhirnya tadi. Memecat? Sepertinya akan dia urungkan. Karena Kayla cukup menjanjikan sebagai model. Egois memang. Jahat memang, tapi bisa apa? Tak bisa apa-apa kan? Andreas yang berkuasa, Andreas yang punya tahta. Jadi ya terserah dia mau melakukan apa. ***** Hari ini sejak bangun tidur tadi, Kayla merasa ada yang tak beres dengan tubuhnya. Kepalanya sakit dan suhu tubuhnya memanas. Apa dia deman? Apa gara-gara hujan-hujanan kemaren saat motornya mogok? Tak tahulah. Tapi yang jelas dia tak enak badan. Kayla masih bergelung di bawah selimut tebalnya. Bahkan selimut itu menutup tubuhnya hingga leher. Sedikit pun tak ada rasa gerah yang ia rasakan saat bergelung, Justru dingin menusuk tulang yang kini hinggap padanya. Tenggorokan Kayla sebenarnya sudah terasa kering sedari tadi, namun untuk berdiri saja ia tak sanggup. Kepalanya sungguh sakit. Kayla meraih ponsel yang ada di samping kepalanya lalu mencari kontak Reni dan memberi tahukan kalau ia tak bisa ikut pemotretan hari ini karena sakit. Setelah memberikan kabar, Kayla pun kembali tidur dan mensilentkan ponselnya. “Haah kepalaku sakit.” Keluhnya sembari memijit pelan keningnya. Kayla mencoba memejamkan mata namun tak kunjung bisa terpejam. Ia kesusahan untuk tidur. Apalagi tenggorokannya yang terasa amat kering. Mencoba berdiri, Kayla pun beranjak dari tempat tidur dan belum juga sampai menjangkau gagang pintu kamarnya, Kayla sudah merasakan sekelilingnya menggelap dan akhirnya iya tak sadarkan diri. ***** Aroma obat-obatan begitu melekat di indra penciuman Kayla. Ia meringis dan memegang keningnya karena sungguh terasa sangat sakit. Kayla mencoba untuk duduk namun ia tak mampu. Alhasil ia hanya bisa melihat kesekeliling ruangan yang bernuansa putih itu. “Kenapa aku bisa di sini? Perasaan tadi masih di kamar?” ucapnya sembari bertanya. Tentu saja pertanyaannya ia tujukan pada dirinya sendiri. Namun siapa sangka ia dikejutkan dengan jawaban seseorang. “Kau ditemukan pingsan oleh Reni di apartemenmu dan membawamu ke sini.” “Andreas? Eh Maaf. Pak Andreas? Kenapa—“ “Panggil Andreas saja jika di luar kantor.” Jawab Andreas cepat yang langsung memutus ucapan Kayla. “Tak bisa. Kau itu boss ku.” “Tapi aku memerintahkanmu seperti itu. Panggil Andreas jika berada di luar kantor.” Kayla menghembuskan nafasnya kasar. Ia memilih untuk diam. Karena jika dijawab pun, balas Andreas tetap akan sama. Yaitu ‘panggil aku Andreas’. “Kenapa kau bisa disini?” tanya Kayla penasaran. “Tentu saja untuk memastikan model ku tak mati.” Bohong. Sebenarnya bukan itu yang membuat Andreas ada di sini. Melainkan karena panggilan telpon dari Reni yang terdengar sangat panik. Saat tadi di kantor, Andreas mencari keberadaan Kayla namun tak menemukannya. Ketika bertanya pada Reni, Gadis itu menjawab kalau Kayla tak masuk disebabkan sakit. Alhasil dengan alasan yang sedikit masuk akal, Andreas meminta Reni untuk menemui Kayla di apartemennya. Kebetulan Reni sendiri juga pernah mengunjungi apartemen Kayla dan mengetahui password apartemen gadis tersebut, jadilah Reni bisa masuk dengan bebas. Namun saat mencari gadis itu di kamarnya, Reni langsung dikejutkan dengan melihat tubuh Kayla yang tergeletak tak berdaya di lantai kamar tak jauh dari pintu. Reni yang panik segera menghubungi Andreas dan kabar tersebut berhasil membuat pria itu cemas dan segera menyusul ke apartemen sesuai dengan alamat yang Reni kirimkan padanya. Begitulah cerita bagaimana Andreas bisa berada di rumah sakit bersama gadis di hadapannya ini. Mengatakan dengan jujur? Tentu saja tak mungkin. Ia masih pria yang punya harga diri tinggi. Andreas bukan pria yang mau menjatuhkan harga dirinya di hapadan orang lain. Apalagi orang itu bawahannya. Ia tak mau menjadi bahan ledekan oleh Kayla. Tentu saja Kayla akan meledeknya. Kembali pada Kayla. Mendengar jawaban Andreas yang sedikit menyebalkan menurut Kayla, membuat gadis itu mendengus kesal. “Ya sudah. Sekarang kau bisa melihat aku baik-baik saja. Modelmu ini tak mati. Jadi silahkan pulang karena aku bisa sendiri.” Ucap Kayla sedikit ketus. Bukannya menjawab, Andreas hanya diam menatap Kayla dengan tatapan yang tak bisa Kayla artikan. Tatapan itu tajam dan dalam namun juga tersembunyi kelembutan. “Kau tidurlah. Yang jelas aku tak akan meninggalkan modelku di sini sendirian. Karena bagiku—“ “Aku asetmu? Baiklah. Silahkan kau jaga baik-baik aset terbaikmu ini. Jika tidak, perusahaanmu akan mendapatkan rugi yang besar. Aku tak mau masuk penjara.” Rutuk Kayla marah memotong ucapan Andreas. Ia tak suka mengakui kalau dirinya aset perusahaan Andreas. Karena jujur sejak ia menjadi model di perusahaan itu, banyak yang mengatakan kalau produk yang menggunakan jasa dirinya laku keras di pasaran. Karena itu Kayla berani mengatakan kalau dia adalah salah satu aset terbaik perusahaan. Andreas terdiam mendengar jawaban Kayla. Jujur ia tak suka Kayla menjawab seperti itu. Tapi ia harus akui sejak menggunakan Kayla menjadi model, banyak produk-produk dari usahanya laku keras di pasaran bahkan di pasar International. Permintaan semakin meningkat dan pendapatan perusahaan semakin naik. Tapi bukan itu alasan Andreas sebenarnya menemani Kayla di rumah sakit. Ia sendiri juga tak tahu kenapa ia bisa menemani Kayla disini padahal ia tahu kalau masih banyak kegiatan di kantor yang harus ia kerjakan. “Sudahlah. Jangan banyak bicara. Kau sudah semakin mengada-ada. Sebaiknya kau tidur, aku akan bicara pada dokter.” Andreas langsung keluar setelah ia mengatakan kalimat tersebut. Sedangkan Kayla ditinggal sendirian di kamar dengan perasaan kesal dan sedih secara bersamaan. *****    Sore ini Kayla berlarian kencang menuju tempat ia bekerja sebagai badut. Sudah tiga hari ia tak masuk kerja karena istirahat di rumah. Dan sekarang ia harus menemui bossnya guna meminta maaf atas kelancangannya yang tak masuk selama tiga hari ini. Sudah bisa dipastikan jika boss nya itu akan marah, tapi apa boleh buat. Ia yang memulai ia yang harus menyelesaikan. Nafasnya masih ngos-ngosan saat ia sampai. Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Ia masih belum terlalu sehat, namun ia juga butuh pekerjaan ini. Pekerjaan yang menurutnya jauh lebih menarik dan tersembunyi. Dari balik kostum ia bisa melakukan apa saja. Menangis, tertawa dan marah. Semua bisa ia lampiaskan tanpa bisa orang lihat bagaimana ekspresinya pada saat itu. “Jam berapa ini Kayla? Kau terlambat? Terlambat setelah tiga hari tak masuk?” bentak boss nya dengan wajah sangar serta kumis yang seperti kumis pak Raden. “Maaf Boss. Tiga hari ini saya sakit. Tiga hari yang lalu saya pingsan dan dilarikan kerumah sakit. Dan dua harinya lagi, dokter meminta saya untuk istirahat.” Jawab Kayla jujur. Boss jenggotan itu menatap Kayla selidik. Awalnya ia tak percaya namun pada akhirnya ia hanya memberikan Kayla peringatan satu. Jika peringatan sudah ia kumpulkan sebanyak tiga kali, Kayla bisa keluar dari  pekerjaannya tersebut. Dengan senang hati Kayla mengangguk dan langsung berjalan menuju tempat kostum dan mengambil Rilla kesukaannya. “Apa selama aku sakit, ada yang memakai kostum ini boss?” Tanya Kayla sedikit lancang. “Tidak. Kostum itu hanya kau yang memakainya.” Jawab sang boss santai. “Syukurlah. Ya sudah saya keluar dulu boss.” Tanpa menunggu jawaban dari sang boss besar, Kayla langsung berjalan keluar dan dengan bagian baju badut sudah ia pakai. Sebelum benar-benar turun ke jalan, Kayla memasang terlebih dahulu kepala Rillakuma itu di kepalanya. Saat hendak berjalan menuju tempat biasa ia berdiri, Kayla melihat dari kejauhan sosok Andreas yang berdiri sembari menyandar di sandaran batang pohon yang cukup besar. Entah apa yang pria itu tunggu, yang  jelas hal itu berhasil membuat semangat Kayla bangkit. Sembari berlari, Kayla mengarah pada Andreas dan menyapa pria itu saat ia sudah sampai di sana. Kayla melambaikan tangannya menyapa pria yang ada di hadapannya ini. “Rilla? Kau benar Rilla?” tanya Andreas antusias. Kayla yang menjadi Rilla mengangguk. Bukannya bermaksud lancang, namun hanya menggunakan kesempatan. Kayla langsung memaro brosurnya dan memberikan sebagian pada Andreas. “Untukku?” tanya Andreas. Kayla mengangguk. “kau ingin aku membantumu membagikannya?” Lagi-lagi Kayla mengangguk. “Kau bisa membayarku berapa?” Kayla kesal mendengar jawaban dari Andreas. Dengan cepat ia kembali merebut brosur yang ada di tangan Andreas dan mulai melangkah menuju trotoar jalan. Namun belum sempat beberapa langkah ia berjalan, Andreas langsung menahannya. Pria itu tetawa geli. “Kau ternyata suka merajuk. Aku hanya bercanda Rilla. Sini berikan padaku separoh.” Pinta Andreas. Kayla menggeleng. Ia menyembunyikan brosur tersebut di belakang tubuhnya. Alhasil, Andreas yang gemas mencoba untuk merebutnya. Walaupun sudah berusaha dielakkan, akhirnya brosur tersebut berhasil didapatkan oleh Andreas. “Ini. Untukmu setengah. Untukku setengah.” Seru Andreas sembari mengarahkan brosur untuknya ke atas. “Jika brosur ini cepat habis, kau harus mentarktirku makan. Oke!” Dengan cepat Kayla menggeleng. Ia kembali mencoba merebut brosur dari tangan Andreas. Namun dengan cepat Andreas mejauhkannya. “Bahkan hanya mentarktirku kau tak mau? Kalau begitu biar aku yang traktir, bagaimana?” tanya Andreas kembali. Lagi-lagi Kayla menolak. Kali ini ia tak bergerak sedikitpun hanya menundukkan wajahnya saja. Bukan begitu Andre. Aku takut kau tahu siapa aku. apa jadinya jika kau tahu siapa aku.—Batin Kayla sedih. Melihat reaksi Kayla, Andreas pun tahu bagaimana ia harus bertindak selanjutnya. “Sudahlah tak apa. Setelah selesai membagikan ini, aku langsung pulang.” Ucap Andreas  lemah. Entah kenapa Kayla ingin menangis di sana. Hatinya sedih seketika. Semangatnya yang tadi membara kini hilang entah kemana. Tapi ia tak bisa lakukan apa-apa. Karena jika ia mengikuti apa permintaan Andreas, sudah bisa dipastikan Andreas akan tahu siapa dirinya. Maafin aku Andre.—Batin Kayla menyesal. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN