BAB 10 : Sisi Lain Gadis Iblis
Duduk dengan lapisan handuk yang membungkus tubuhnya, Candy tampak menerima cangkir air hangat yang diberikan Salsa padanya. Shalman sudah kembali bertugas dan meninggalkan wahana karena salah satu anggota dewan yang dikawalnya memiliki acara lain yang tidak mungkin bisa ditunda atau dilakukan tanpa pengawalan Shalman.
Ryan sendiri sudah mengurus para wartawan yang sebelumnya sempat merekam insiden Candy dan memastikan insiden tadi itu tidak akan pernah bocor ke publik. Sekretaris ibu Salsa tampak meminta bicara pada sang nona dan setelah beberapa saat Salsa kembali menghampiri Candy.
“Gue harus pergi, Lo ikut gue sekarang” Candy tersenyum dan menolak halus lengan Salsa. “Lo pasti sibuk, jadi pergi ajah sekarang gue gapapa ko” Salsa tampak mulai kesal dan meraih lengan Candy dengan paksa.
“Lo ikut gue, ayo” Candy masih menolak lalu berdiri setelah meletakan gelasnya. “Lo pergi aja, gue biar bos gue yang nganter. Iya kan pak?” Candy bertanya dengan tersenyum kepada Ryan. “Lagian karena insiden ini salah satu tanggung jawab bos gue, dia bahkan bakal ngasih bonus buat gue, iya KAN PAK?” Salsa tersenyum dan mengangguk kecil pada akhirnya.
‘Candy memanfaatkan keadaan’ pikir Salsa pada akhirnya.
Gadis itu membetulkan handuk Candy dan merapikan rambut sahabat yang lebih pendek darinya itu dengan lembut. “Lo boleh minum obat lo malam ini. Kalo masih ngerasa ga nyaman lo bisa telepon gue” Candy mengangguk kecil.
“Gue ga akan sungkan” Ujar gadis itu sambil tersenyum. Salsa kembali tersenyum dan berjalan menjauh setelah membungkuk pada Ryan. Candy pada akhirnya menatap Ryan sedikit sinis, “ini semua gara-gara lo, lo tau?” Ryan mulai jengkel dan berjalan keluar wahana.
Candy yang mengekori, Ryan mendapat tatapan aneh saat dirinya sudah keluar dari wahana dan berjalan di tempat parkir. Candy yang memang masih berpakaian baju renang itu benar-benar merasa bahwa Ryan sangat kejam karena bahkan tidak memberi kesempatan untuknya sekedar berganti pakaian.
Candy langsung ikut masuk ke dalam mobil saat Ryan juga masuk ke dalam mobil. “Lo bisa buat basah mobil gue lo tau?” Candy mengangguk dua kali namun setelahnya mempererat pelukan handuknya pada tubuhnya sendiri dan menatap Barsh yang duduk disampingnya, tepatnya di kursi supir.
Barsh balik menatap Candy dan melempar bungkusan berisi barang-barang Candy sebelum berganti pakaian di wahana tadi. Gadis itu hanya mengangkat jempol sebagai tanda terima kasih.
* * *
Entah mengapa kali ini Ryan membawanya ke Penthouse miliknya lagi. Tempat yang sama yang Candy datangi saat dirinya mabuk waktu itu. Candy tanpa permisi langsung menuju kamar mandi Ryan dan memakai kamar mandi itu sesuka hatinya.
“Gue ada pertemuan. Lo kalo udah selesai pergi dari sini” Rupanya Ryan pulang ke rumahnya karena ingin berganti pakaian sebelum menghadiri pertemuan penting lainya. Candy juga tidak masalah karena bisa menjajal semua produk yang belum pernah dilihatnya yang berada di kamar mandi itu.
Semuanya terlihat begitu mahal dan berkelas. Candy tidak ingin tau berapa harga dari setiap item yang ada di kamar mandi. Namun, gadis itu tidak sungkan memakai semuanya.
Selesai membersihkan diri, Candy pergi ke dapur dan membuat coklat panas disana. Setelahnya duduk di sofa dan menyalakan televisi sambil bersandar dan menikmati coklat hangat di tangan. Candy bertingkah seolah dirinya berada di kediamannya sendiri. Sedangkan Ryan, tampaknya sudah pergi sedari tadi.
Tanpa sadar matanya terlelap, ia terbuai masuk ke dalam alam mimpi. Kenyamanan ini menariknya semakin masuk dalam kegelapan dan membuatnya lupa akan tempat yang kini didatanginya.
Candy tidak sadar akan waktu yang bergulir.
Ryan yang baru tiba di Panthausenya langsung memanggil sebuah nama kecil.
“Caroline”.
“Caroline”.
Menemukan sosok yang dicarinya—seekor kucing berjenis Maine Coon atau sering disebut sebagai kucing rakun dan kucing hutan Amerika tampak tengah terlelap. Bulu hitam panjangnya dirangkul lembut oleh sebuah lengan kecil yang tampak memeluk kucing kesayangan Ryan dalam keadaan yang sama dengan si kucing rakun—yaitu terlelap.
Tidak biasanya Caroline menerima sosok yang tidak dikenal bahkan terlelap dalam pelukan sosok baru tersebut. Anehnya, sekilas mereka tampak mirip. Terlihat menggemaskan dan menyeramkan di saat yang bersamaan.
“Udah gue suruh balik malah enak-enakan tidur disini” Ryan berjongkok, awalnya ingin mengangkat Caroline namun tanpa sadar ia melakukan suatu hal aneh. Pria itu memperhatikan setiap lekukan wajah Candy sedikit teliti.
Entah mengapa Ryan merasa bentuk wajah itu tidak asing. Seperti pernah melihat atau semacamnya dia pun tidak tau, yang pasti Candy memiliki wajah yang terasa tidak asing baginya. Ryan tidak mau ambil pusing pria itu mengangkat Caroline dan memindahkan kucing milinya itu ke ruang khusus milik si kucing. Setelahnya, ia langsung memasuki kamarnya untuk membersihkan diri dan tidur. Tidak akan peduli pada gadis yang tidur di sofanya. Jika dia sakit atau semacamnya itu tentu bukan salah dan tanggung jawabnya.
Pagi datang begitu cepat, Ryan bahkan tidak merasa tidur dengan cukup. Tubuhnya menggeliat dan berbalik namun ia menangkap pemandangan yang tidak seharusnya dilihatnya di pagi hari seperti ini.
“Woy lo ngapain di kasur gue?” Candy yang masih terlelap membalik tubuhnya memunggungi Ryan dan terus mencari kenyamanan untuk melanjutkan perjalanannya di alam mimpi. Ryan kesal dan menendang Candy sampai jatuh dari tempat tidur.
“Akh” keluh Candy saat secara tiba-tiba tubuhnya menghantam benda keras. Candy bangkit dan menatap Ryan murka. Tersadar akan sesuatu Candy memperhatikan sekitar dan kembali menatap Ryan marah.
“Lo mau macem-macemin gue kan? Dasar yah muka bokep otak hentai kayak lo itu bener-bener berbahaya” Candy menarik lengan Ryan dan mengunci pergerakan pria itu dengan kuat. “Lo gila yah, siapa yang mau macem-macemin lo? Ngapain juga gue macem-macemin cewek murah kayak lo” Candy memperkuat kuncianya membuat Ryan semakin kesakitan.
Mata Candy sedikit merah karena benar-benar marah mendengar ucapan Ryan.
Braakkk
Candy merasa perih saat punggungnya menghantam tembok, Barsh membalik dan melempar tubuhnya. Candy kali ini menatap Barsh seolah ingin melawan tubuh kekar itu satu lawan satu.
Ryan tau keduanya akan menghancurkan kediaman jika dibiarkan bertarung begitu saja. “Ahh benar, gue pengen lihat kemampuan kalian” Ryan mendekat ke arah Barsh dan berbisik pada bodyguardnya itu.
“Jangan mikir macam-macam gua ga ada niatan pukul-pukulan ama si Barsh” Candy langsung ke kamar mandi setelahnya—tidak peduli akan kegiatan dua orang menjengkelkan yang amat dibencinya.
Pagi yang sudah menjelang siang itu akhirnya menghantarkan Candy dan Barsh berdiri di arena latihan tanpa menggunakan pelindung apapun pada tubuhnya. Keduanya menolak mengenakan pelindung dan ingin bertarung dengan tangan kosong.
“Tidakkah ini keterlaluan? Lo nyuruh bodyguard sama asisten sekretaris lo buat saling berantem?” Ryan menoleh pada Banny temannya yang juga pemilik arena latihan itu. “Lo diam dan lihat aja” Ryan hanya tersenyum kecil. Ia benar-benar ingin melihat wajah babak belur Candy.
Candy ikut tersenyum kecil dan langsung maju menuju Barsh dan menghantam perut pria yang masih berdiri dengan diam. Tampak tidak kesakitan dengan tendangan Candy pada tubuhnya. Candy sadar akan jomplangnya perbedaan kekuatan mereka, gadis itu mengatur nafasnya sambil memperhatikan pergerakan kecil Barsh yang tampak begitu santai menghadapi sosok Candy saat ini.
Barsh maju menyerang, Candy dapat dengan mudah menghindar dengan melompat mundur pada tali ring dan gadis itu langsung melompat dan menghantam wajah Barsh kuat. Tidak peduli meski pendaratan setelah menghantam wajah Barsh tidak mulus karena perlawanan pria itu.
Ryan memperhatikan dan tampak asik dengan pertarungan keduanya.
Darah pada hidung Barsh mulai keluar cukup banyak membuat senyuman di wajah Candy semakin mengembang sempurna. Akhirnya dia berhasil membuat sang singa tenang meraung karena dibutakan amarah.
“Kena Lo”. Gumam gadis itu pelan.