Bab 1: Malam Kelam
"Kamu siapa?" Berlian membuka mata yang terasa berat, menatap lelaki di depannya dengan nanar. Efek obat yang diberikan temannya masih terasa, membuat kepalanya sakit. "Katakan kamu siapa?"
"Ssttt, aku yang menolongmu." Bukannya menjawab, lelaki itu justru mengeluarkan uang dari dompet lalu memberikannya pada Berlian. "Aku rasa uang itu cukup untuk berkonsultasi ke dokter, karena aku lupa memakai pengaman."
Setelah berbicara dengan nada tenang, lelaki tampan itu berjalan keluar meninggalkan Berlian di kamar hotel mewah yang menjadi saksi bisu pergulatan mereka berdua.
Berlian hanya diam mematung, kesadarannya belum sepenuhnya pulih, tetapi dia harus menghadapi kenyataan bahwa mahkota yang dijaga selama dua puluh tahun ... hilang dalam satu malam.
***
Sebelumnya di klub malam Mauren pukul 21:00.
"Lo tunggu di sini ya, gue pesenin minuman dulu." Dua orang wanita cantik berpakaian seksi meninggalkan seorang wanita lugu, yang tak lain teman kuliahnya.
"Jangan lama-lama ya, gue takut sendirian." Wajah wanita itu terlihat pucat pasi, karena tak terbiasa berada di tempat seperti itu.
"Tenang aja, cuma bentar kok."
Keduanya pergi meninggalkan wanita bernama Berlian, di tengah keramaian klub malam.
Suara alunan musik di sebuah klub malam terdengar kencang memenuhi setiap sudut ruang yang diterangi lampu kerlap-kerlip. Orang-orang terlihat begitu asik menggoyangkan kepalanya mengikuti alunan musik yang dimainkan DJ.
Di depan meja bar terlihat seorang gadis cantik yang tengah celingak-celinguk kebingungan, mengamati setiap orang-orang yang sudah terpengaruh minuman beralkohol.
Dari kejauhan, dua orang pria memperhatikannya sambil tersenyum m***m.
"Cewek tuh, samperin gih!" Salah satu pria memberi usul pada teman di sampingnya.
Dua orang pria itu terus memperhatikan gadis cantik yang mengenakan dress panjang sopan, lalu salah satu dari mereka berjalan mendekatinya.
Berlian tak menghiraukan.
"Hay, Cantik. Boleh kenalan ngga?" Tangan pria itu dengan lancang menyentuh tangan Berlian.
"Jangan sentuh gue!" Kedua matanya melotot, menunjukkan wajah marah tanpa rasa takut.
"Wih, galak juga, tapi makin galak makin gue suka." Lelaki yang memiliki tubuh jangkung dan brewok menyeramkan, justru tertawa melihat reaksi Berlian.
"Udah bawa aja ke kamar," seru lelaki di belakang mereka yang memperhatikan.
Berlian mulai terlihat panik saat dua orang pria mendekatinya. "Jangan deketin gue!"
"Galak amat sih, belum minum obat ya?" ledek pria berbadan jangkung yang justru semakin mendekatinya.
Berlian menggenggam botol minuman di atas meja bar sambil menatap tajam ke arah dua lelaki di depannya. "Berani mendekat, gue pec--ahin kepala kalian pakai ini!"
"Wih, galak banget," ledek lelaki itu saling menatap dan tertawa.
"Hey! Jangan ganggu teman gue!" Terdengar suara teriakan dari arah belakang, Berlian tersenyum tipis saat melihat teman-temannya datang.
Dengan langkah kaki cepat, Berlian menghampiri dua temannya yang menjadi dewi penyelamat malam ini.
Dua orang pria tak lagi mengganggu Berlian, dan memilih pergi ke tempat muda-mudi yang sedang asik bergoyang di depan panggung DJ.
Sedangkan Berlian, dibawa oleh kedua temannya ke kursi VVIP di klub malam itu. Mereka pun duduk bertiga di sofa panjang berwana merah Maron.
"Maaf ya gue lama, gue abi cari minuman." Teman bernama Yuri memberikan segelas minuman pada Berlian.
"Gue ngga minum alkohol," tolak Berlian sopan, sambil mengangkat satu tangannya dan menggeleng pelan.
"Gue tahu kok, ini bukan alkohol, cuma minuman seger," senyum Yuri. "Minum aja. Daripada kehausan."
Berlian mengangguk, mengambil gelas tersebut lalu meminum minuman itu.
Yuri dan Rika mengulum senyum saat melihat Berlian mulai merasakan efek dari minuman yang tadi mereka berikan.
"Lo kenapa? Pusing? Mau gue anter ke kamar ngga? Kebetulan gue mesen kamar di sini," ucap Yuri sambil memegang kedua lengan Berlian.
"Ngga usah, anterin gue pulang aja," geleng Berlian sambil memegang kepalanya.
Yuri dan Rika saling tatap, tak lama Rika mendapat telepon dari seseorang yang membuat janji dengannya.
Rika berdiri, menjauh dari sofa yang diduduki kedua temannya.
Setelah memastikan situasi aman, Rika menerima telepon dari seseorang yang menunggunya.
Satu tangan menutup telinga, agar lebih jelas mendengar percakapan di dalam sambungan telepon. "Om udah di kamar? Ayamnya segera datang. Tunggu ya Om."
"Oke, Om tunggu, tapi kamu yakin kan kalau ayamnya masih fresh."
"Yakin seratus persen Om, aku ngga mungkin berani bohongin Om."
"Ya udah, bawa ke kamar sekarang!"
"Oke, Om. Wait ya. Emmuachh."
"Besok kamu yang layanin saya."
"Oke Om Sayang."
"Cepet ya, saya udah kebelet."
"Boker dulu Om kalau kebelet. Hehe, canda."
Rika mengakhiri panggilan lalu kembali ke sofa. "Ssttt!"
Yuri mendongak, menggerakkan alisnya.
"Udah ditunggu," ucap Rika.
"Oke, kita bawa ke kamar." Yuri membantu Berlian yang setengah tak sadarkan diri efek obat yang diberikan oleh mereka.
"Kamar mana?" tanya Yuri berbisik pada Rika.
"Kamar biasa. Cepet, nanti keburu sadar lagi."
"Tenang aja, efeknya keras kok. Mungkin bisa sampai pagi."
"Bagus deh."
Kedua wanita itu memapah tubuh Berlian, mahasiswi cantik yang menjadi idola di kampus, namun sayang dia salah memilih teman.
Ternyata, Rika dan Yuri memanfaatkan kepolosan Berlian untuk mendapatkan keuntungan dari lelaki hidung belang.
Rika dan Yuri berhasil membawa Berlian ke klub malam, dengan alasan ada konser Idol favorit mereka di sana. Berlian pun mempercayai itu dan berakhir dikerjai oleh kedua temannya.
"Ini temannya, kita bawa masuk." Berlian dibawa masuk ke sebuah kamar bercahaya temaram.
"Di mana Om itu?" tanya Yuri pada Rika.
"Mungkin lagi ngambil minuman," jawab Rika, yakin. "Udah taro aja di sini."
Rika dan Yuri membaringkan Berlian di atas ranjang lalu berjalan cepat meninggalkan temannya itu, yang semakin tak sadarkan diri.
Pintu kamar ditutup, Yuri tampak ragu dan terus memperhatikan pintu kamar tersebut.
"Lo yakin ini kamarnya?" tanya Yuri.
"Yakin. Udah cabut aja, tadi gue udah ditransfer sama Om Dika," jawab Rika sambil menunjukkan transferan dari Om-o*******g.
Wajah keduanya terlihat semringah.
"Kita pesta malam ini." Yuri merangkul bahu Rika, keduanya pergi meninggalkan klub malam Mauren.
*
Berlian membuka mata yang terasa berat, mencoba mengamati kamar yang tampak asing baginya.
"Gue di mana?" gumamnya sambil memegang kepala yang sakit.
"Kamu di kamar Om."
Suara berat seorang pria terdengar, dengan cepat Berlian menoleh ke asal suara dan terkejut saat melihat lelaki bertubuh gendut, perut buncit, dan hanya menggunakan handuk menutupi bagian bawahnya, sedang berdiri di tepi ranjang sambil tersenyum m***m.
"Ka-kamu siapa?" Dengan bersusah payah Berlian merangkak, menjauh dari pria gendut itu.
"Jangan takut, Om ngga galak kok," kekeh pria itu yang perlahan naik ke atas ranjang.
Berlian beranjak turun dari ranjang lalu berjalan cepat menuju pintu, memegang handle pintu lalu membukanya. Beruntung karena pintu tidak dikunci.
Berlian pun berjalan gontai keluar dari kamar.
"Sial! Aku sudah membayar mahal malam ini! Jangan kabur!" teriak pria itu emosi, berlari mengejar Berlian.
Bruk!
Berlian menabrak tubuh kekar seorang pria tampan di depannya. "Tolong saya, Pak. Tolong!"
Lelaki itu membawa Berlian keluar dari klub malam Mauren. "Masuk ke mobilku," ucapnya membuka pintu mobil.
"Terima kasih, Pak." Tanpa berpikir panjang, Berlian masuk ke mobil, menghela napas lega karena dia terbebas dari sentuhan lelaki gendut tadi.
Lelaki tampan berwajah oriental itu melirik ke samping, memperhatikan Berlian dari ujung kaki sampai ujung rambut.
"Siapa namamu?" tanyanya pelan.
Tak ada jawaban, Berlian kembali tak sadarkan diri efek obat yang diberikan oleh temannya.