“Bisa kau ceritakan padaku bagaimana keluargamu?” Brooke tiba-tiba bertanya seteah hening panjang diantara kami. Rambut pirang pasirnya yang sangat pendek itu bergerak-gerak ditiup angin. Salah satu lengannya berada diambang jendela, jemarinya menyisir-nyisir rambutnya. Sikap tubuh Brook terlihat sangat santai.
Secara refleks aku melirik ke arah Abe yang jelas tengah memusatkan perhatiannya pada apapun yanga da di luar. Setelah dua hari makan sebanyak yang ia mau. Gray kucing jantan itu tampak segr bugar dan sama-sama melihat apapun yang sedang Abe pandangi sekarang.
“Tidak ada yang istimewa. Kurang lebih sama dengan cerita tentang keturunan imigran lainnya. Lagipula jika kau memang mengetahui siapa aku Aku sudah sering membahas tentang keluargaku di banyak videoku.”
Brooke menggeleng. “Tidak. Maksudku bagaimana hubunganmu dengan mereka.”
Aku menghela napas panjang. “Apa yang ingin kau ketahui?”
“Bagaimana hubunganmu dengan abangmu?” Brooke dengan cepat. Seakan-akan takut kalau akan berubah pikiran.
“Alexander Kim adalah pria brilian yang sampai sejauh ini aku tidak tahu apa yang terjadi dalam kepalanya sebenarnya. Setelah semua kesuksesaan yang ia raih. Aku masih tidak habis pikir enapa ia memilih untuk menjadi petani anggur dan peternak sapi.”
“Tapi hubungan kalian masih baik-baik saja, kan?”
“Tentu saja. Ia sering menanyakan kabarku atau memberi komentar-omentar aneh di video-videoku.”
Tiba-tiba hening akibat Brooke yang tiba-tiba berhenti bertanya. “Memangnya kenapa tiba-tiba kau menanyakannya?”
Brooke memberiku gedikan bahu sekali. “Itu karena kau hanya sesekali menyebut tentang keluargamu. Itupun hanya menyangkut tentang resep yang kau akan buat.”
“Jadi benar kau adalah followers-ku!” Entah kenapa aku merasa senang dengan informasi itu.
Brooke menarik lengannya dari ambang jendela. Sekarang ia duduk tegak. “Well, untuk seseorang yang tidak tahu bagaimana caranya memasak. Menonton videomu adalah salah satu hiburan bagiku.”
Aku terkekeh “Aku bisa melihatnya dari caramu akan menguliti tupai tadi.”
Brooke langsung memutar bola matanya.
Hening lagi. Aku memakai waktu itu untuk mengecek kembali kertas lusuh yang berisi peta menuju Piedmont dengan satu tangan dan beberapa kali harus berjuang dengan angin yang terus menghalangi pandanganku dari peta.
“Sini, biar aku saja.” Brooke meraih kertas itu dari tanganku dan mulai membacanya dengan dahi mengerut dalam. “Di mana lagi alamat abangmu?” Aku menghela napas sebelum menjawabnya. Aku mendengar gumam Brooke sejenak sebelum ia berkata. “Oke, dari papan penunjuk jalan tadi aku rasa kita sudah di jalan yang benar.”
Aku sendiri sebenarnya tidak yakin. Karena terakhir kali aku ke sini ketika Alec dan istrinya pindah dan mengundang kami untuk merayakannya dan itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Saat ini disekeliling kami sudah terlihat banyak bukit-bukit hijau yang penuh dengan tiang-tiang rambatan dengan tanaman hijau yang tidak terurus.
Sebenarnya sudah berapa lama semua kekacauan ini terjadi?
Hingga akhirnya aku mendapatkan rumah peternakan yang aku kenali dari ingatan. Berwarna biru langit dan putih. Sekarang ada pagar yang baru dibangun disekelilingnya dan terlihat dibuat buru-buru. Jendela-jendelanya sudah dipaku dengan papan-papan kayu tebal. Kandang sapi abangku juga diberi palang besar di depannya. Ditutup rapat tanpa ada celah sedikitpun.
Namun aku tidak melihat tanda-tanda kehidupan di sana.
Aku memarkirkan mobilku tepat di belakang trakor berwarna hijau pudar. Aku meraih pedangku di dekat kaki Abe ketika Brooke juga meraih folding bow dan tabung silindernya. Aku memutar tubuh untuk mengedarkan pandangan...
Aku mendengar pintu terbuka dan tanpa aba-aba seseorang telah menabrakku alu memelukku erat.
“Mom!” seruku setengah protes-setengah senang menyadari siapa yang memelukku itu dari postur tubuh dan warna rambutnya yang mulai memudar.
“Astaga, kenapa kau lama sekali? Kami kira... Oh, James!” Mom sama sekali tidak jelas karena ia mengubur wajahnya di dadaku. Aku bisa merasakan air matanya membasahi bagian depan pakaianku.
“Aku datang, Mom.” Aku mengelus-elus punggungnya canggung.
Sambil terus mengelus punggung Mom aku menyadari Dad dan Alec di ambang pintu. Tersampir senapan di salah satu pundaknya, begitu juga dengan Dad. Alec sekarang melipat kedua lengannya di d**a. Aku bisa mendengar decak lidahnya dari sini.
“Oh, James.” Mom akhirnya melepas pelukannya. Akhirnya ia menyadari kalau aku tidak sendiri. “Dan mereka siapa? Teman-temanmu?”
“Ah, ya. Pria dengan pakaian putih itu Abe dan... Brooke.”
Gray dengan penuh percaya diri langsung melompat ke dalam pelukan Mom. “Oh, dan..”
“Anak nakal itu Gray. Dan ia tahu bagaimana caranya menarik hati wanita.”
“Dan aku rasa pria ini sama sekli tidak tahu bagaimana cara melakukannya” Abe akhirnya maju dan mengulurkan tangan ke arah Mom. “Senang bertemu dengan Anda, ma’am.”
Mom melirik ke arahku sejenak sebelum meraih jabat tangan Abe dan mengguncangnya sekali. “Kau benar. Ia bahkan tidak punya banyak teman.”
“Hey! Bisa tidak koita lakukan ini semua setelah makan siang? Aku lapar!” Itu Dad. Berteriak sangat kencang membuat kami semua terpekik terkejut.
Mom memberi syarat agar kami mengikutinya. Ia berjalan bersisian dengan Brooke menuju rumah pertanian Alec...
***