Rasa Yang Aneh

1684 Kata
Malam segera berlalu, dan malam itu Adam memutuskan untuk menginap di rumah Merry dan pastinya Merry merasa senang. Aku juga lekas beranjak tidur , menutup kembali dinding berlubang itu dengan bingkai photo agar jika seandainya mereka menyadari itu , aku punya alasan untuk mengelak, akan tetapi sampai tengah malam aku juga tidak kunjung bisa mendapatkan tidur ku. Bayangan kekecewaan Merry benar-benar tidak bisa lekang dari pikiran ku. Wajah murung itu seolah mengusik ketenangan ku. Kembali aku meraih ponselku kemudian membuka satu folder di mana aku menyimpan video yang sebelumnya aku ambil dari dapur Merry. Video ketika Adam menggagahi tubuh Anita di dapur hanya dengan bermediakan meja makan. Tubuh Anita dan Merry memang sama-sama montok. Tapi memang d**a Anita jauh lebih berisi dibanding Merry, tapi menurut dari sudut pandang aku, tetap saja Merry lebih menawan dari pada Anita, meskipun usia Merry beberapa tahun lebih tua dari Anita, akan tetapi Merry benar-benar memiliki pesona yang luar biasa. Dada dan pinggulnya terlihat sangat pas di antara lekuk pinggangnya yang kecil, tidak berlebihan seperti milik Anita yang justru terlihat tidak normal. Tapi mereka sama-sama cantiknya. Aku akui itu. Aku masih terduduk di kursi depan teras kamarku , melamun, entah sampai jam berapa, dan tiba-tiba aku sudah terlelap begitu saja, dan terbangun saat hari sudah pagi. Aku melihat penghuni sebelah kamarku sedang menyapu halaman, dan suara gesekan dari sapu lidi yang menyentuh tanah itu mampu mengusik lelap tidurku. Aku lekas bergegas bangkit, menggeliat untuk menarik kedua tanganku juga pinggangku ke atas agar terasa lebih enteng setelah semalaman hanya tidur di kursi bambu itu. Aku lekas beranjak masuk kamar untuk mandi dan berganti pakaian, meskipun hari ini adalah Minggu dan pabrik tutup . Aku tetap akan beranjak dan tidak bermalas-malasan karena hidup masih terlalu panjang untuk di lalui, dan yang kedua, aku bukan seorang pewaris yang punya banyak waktu untuk bersantai dan menghambur-hamburkan uang untuk mendapatkan segala kesenanganku. Aku tidak seberuntung itu. Setelah mandi dan berganti pakaian, aku lantas menyeduh secangkir kopi di dispenser kamarku dan menenteng cangkir kopiku ke arah teras depan rumah saat tiba-tiba aku justru melihat Merry keluar dari pintu utama rumahnya dengan tas mewah di lemgan kirinya. Sepertinya wanita itu akan pergi berbelanja, melihat dari penampilannya yang modis dan rapi , juga kacamata hitam yang bertengger indah di wajah cantiknya yang selalu menjadi dambaanku. Ah..., lagi-lagi aku harus mengakui jika pesona istri orang jauh lebih menggoda dari sekedar anak gadis ataupun ABG, apalagi janda, no. Aku tidak begitu tertarik. Jika sudah begini Merry nyaris terlihat seperti ibu-ibu negara atau anggota DPRD yang hendak beranjak ke kantornya. Bedanya Merry hanya istri ketiga Adam dan berstatus sebagai ibu kos saja, akan tetapi jika Merry sudah berpenampilan seperti ini, percayalah duda anak satu, duda anak dua, bahkan perjaka baru beranjak ABG pun akan terpesona oleh wanita itu. Pesona istri orang memang luar biasa, dan iya aku benar-benar tidak bisa mengenyahkan pikiranku untuk tidak berakhir padanya. Merry, ibu kost paling sexy dan bohay sepanjang masa. Anggap saja aku lebay karena menaruh hati pada istri orang, tapi setelah dipikir-pikir di sini sebenarnya aku nggak salah. Aku nggak salah jika tiba-tiba aku menaruh rasa pada Merry, pasalnya Merry itu cantik dan layaknya seorang laki-laki normal aku juga terpesona oleh wanita cantik, hanya saja di antara sekian banyak wanita cantik aku justru lebih terobsesi pada istri Adam ini, Merry. "Pagi Mbak Merry. Mau kemana? Pagi-pagi udah rapi aja?!" Aku menyapa Merry dengan sapaan hangat, dan wanita itu langsung tersenyum membalas sapaanku, dan percayalah hatiku langsung deg-deg ser saat senyumnya menyentuh netraku. Rasanya ada panah cinta yang terlepas dari senyum itu dan panah itu justru menembus jantung hatiku. Aku jatuh cinta untuk yang kesekian kali pada orang yang sama, dan itu masih istri Adam, si Merry. "Pagi... pagi... pagi dari Hongkong kali Mas Zaky. Ini udah mau siang lho!" Merry terkekeh mendengar sapaan selamat pagi dari ku, karena memang hari sudah beranjak siang , bahkan matahari sudah menyengat tepat di atas kepala. "Ah iya," aku terkekeh sambil menggaruk keningku yang tidak gatal sama sekali karena bingung harus mengekspresikan rasa canggung ku saat mendapat sapaan balik dari wanita itu, padahal selama ini Merry memang se ramah itu, ramah tidak hanya padaku, tapi pada semua penghuni kamar kos miliknya, dan itu adalah satu di antara sekian kelebihan Merry selain postur tubuhnya yang molek. "Ah pasti Mas Zaky tadi bangun kesiangan kan, makanya mengira jika ini masih pagi!" Tebak Merry dan aku langsung mengangguk untuk meminimalisir rasa canggung ku. "Ah iya. Mbak benar!" Aku nyengir dan Merry balas tersenyum. "Bay the way. Mbak Merry mau kemana? Gak sama Mbak Anita kah?" Aku masih kepo, kira-kira ke mana wanita cantik itu akan pergi dengan penampilan rapi seperti ini, aku sempat berpikir jika Merry akan pergi berbelanja. "Ah itu. Aku mau menghadiri arisan ibu ibu komplek sini, tapi kebetulan saja mereka ngadain kocok arisan di tempat hiburan, jadi ya begitulah lah!" jawab Merry. Wanita itu lantas merapikan pakaiannya padahal menurutku Merry sudah sangat rapi. "Oh begitu ya! Gak ajak Pak Adam kah? Bukannya pak Adam lagi ada di rumah kan?!" "Enggak. Mas Adam katanya lagi kurang sehat, jadi dia mau istirahat di rumah saja. Lagian Mas Adam mana mau aku ajak ke acara kek gini. Yang ada entar begitu sampai minta pulang lagi. Gak ah. Entar bikin sial!" Jawab Merry dan aku langsung mengerutkan keningku pertanda tidak setuju dengan apa yang baru saja Merry tuturkan perkara Adam. Aku yakin Adam tidak berniat ikut Merry karena alasan lain, bukan karena sakit seperti yang baru saja Merry tuturkan pada ku, tapi tentu saja aku tidak bisa berkata atau berkomentar apapun perkara itu, karena itu mungkin saja akan menyinggung perasaan Merry. "Pak Adam sakit?!" Kutip ku dan Merry langsung mengangguk dengan sangat cepat. "Iya." ~ Merry. "Kalau Pak Adam sakit, lalu kenapa Mbak Merry malah pergi meninggalkan dia! Kalau dia butuh sesuatu bagaimana?!" aku berusaha menginterogasi Marry ketika wanita itu mengatakan jika saat ini suaminya sedang tidak enak badan , akan tetapi dia tetap ingin pergi menghadiri arisan ibu-ibu komplek. "Ah itu, kan di rumah ada Anita sekarang. Lagian Mas Adam paling akan tidur seharian jika kurang enak badan seperti ini, dan aku juga akan langsung pulang kok setelah selesai kocok arisan. Maksudku gak sampai sore lah!" seru Merry lagi dan aku hanya ber oh ria saja dan setelah mengatakan itu Merry juga langsung masuk ke dalam mobil taksi dan berlalu dari hadapan ku, dan kali ini aku justru menghela nafas dalam diam kemudian menghembuskannya dengan sangat kasar sebelum akhirnya aku benar-benar duduk di kursi bambu itu dengan cangkir kopi yang aku letakkan di sisi dinding yang tingginya hanya 50 cm sebagai pembatas teras kamarku dan halaman. Halaman rumah kost itu tampak sepi. Mungkin penghuni kamar yang lain sedang keluar, karena hari ini memang hari Minggu dan waktunya untuk bersantai dan liburan, tapi aku tetap lebih betah di kamar dari pada keluyuran gak jelas seperti itu. Kadang mereka mengolok-olok ku hanya karena aku tidak pernah terlihat membawa seorang wanita sebagai kekasih ku, atau sebatas teman kencan, bahkan kemarin ada yang mengira aku tidak suka perempuan hanya karena aku enggan untuk berhubungan dengan seorang wanita. Di pabrik juga demikian, banyak rekan-rekan kerjaku yang lain beranggapan yang sama, maka tahun kemarin aku terpaksa menembak seorang wanita untuk menjadi kekasihku hanya agar mereka bungkam, namun pada akhirnya aku dan wanita itu tetap berakhir kandas. Aku yang meminta putus, karena dia terus saja minta dinikahi saat aku bahkan belum siap untuk menikah. Sebenarnya aku bukannya belum siap untuk menikah, hanya saja perasaanku tidak terlalu kuat pada wanita itu, karena prinsipku, aku juga tidak mau menikah dengan wanita yang tidak aku cintai sepenuh hati karena itu bisa saja akan menimbulkan pro dan kontra nanti setelah kami menikah. Bukankah sekarang banyak yang seperti itu, menikah tanpa dasar cinta. Mereka berpikir mungkin seiring kebersamaan mereka, benih cinta itu akan hadir, meskipun pada kenyataannya tidak selalu seperti itu. Ada kalanya orang yang sudah lama saling mengenal, dan hidup bersama pun akhirnya terpisah, itu adalah satu di antara sekian alasan ketidakcocokan dan ketidakselarasan mereka ketika memutuskan satu hubungan untuk berakhir dalam jenjang pernikahan, meskipun hal itu tidak terjadi pada semua biduk rumah tangga, hanya ada beberapa diantara mereka yang seperti itu, tapi aku tetap tidak ingin berandai-andai dengan memutuskan menikah saat keyakinanku belum sepenuh kuat untuknya. Cukup lama aku duduk di teras, dan gelas kopiku sudah mulai terasa dingin, tapi aku masih asik mengotak-atik layar ponselku sembari berselancar di dunia maya, melihat postingan-postingan para penikmat sosial media ketika mereka berbagi cerita dan foto di layar beranda mereka. Jariku mengklik tanda jempol di pojok kiri bawah postingan tersebut, ada beberapa di antara mereka yang aku bahkan beri notifikasi cinta di postingannya, dan tidak terasa ternyata aku sudah duduk lebih dari sepuluh menit di teras itu dan pikiranku benar-benar tertuju sempurna ke layar ponselku. Aku melihat postingan adik perempuanku lewat di beranda. Dia baru saja memposting foto kebersamaan dia dengan ibu kami, aku langsung memberi mention cinta di foto tersebut. Lekas aku mengetik beberapa bait kata di kolom komentar, akan tetapi belum selesai komentar yang akan aku tulis saat tiba-tiba aku mendengar suara sesuatu jatuh dari arah dalam rumah Merry. Aku mengalihkan pandanganku dari ponselku, kemudian menajamkan indera pendengaranku dan ternyata detik berikutnya kembali terdengar sesuatu jatuh seperti panci dari arah dapur Merry. Lekas aku bangkit dari dudukku, dan berjalan perlahan ke arah belakang rumah, melihat dari sisi jendela yang gordennya masih tertutup rapat, padahal seingat ku, tadi saat aku menyeduh kopi dan melirik ke arah dapur itu, korden jendela dapur itu sudah dibuka. Aku menyibak sedikit korden warna gray itu, kemudian mengintip dari arah korden tersebut, untuk mencari tahu benda apa yang jatuh , tapi ternyata yang aku lihat justru pemandangan yang berbeda. Entah apa yang jatuh sebelum itu, aku belum tau, tapi saat ini aku justru melihat Adam dan Anita sedang berciuman di dapur dengan Anita yang duduk di atas meja dan Adam yang berdiri di sisi meja. Sebelah tangannya meremas pinggang Anita , dan sebelahnya lagi ada di d**a Anita. Sementara tangan Anita mulai sibuk melepas kancing baju yang Adam gunakan dan jantungku mulai berdesir tidak karuan saat rasa aneh itu tiba-tiba menyerang hati, otak dan pikiranku. Rasanya aku juga....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN