Jalan-Jalan Dengan Merry

1994 Kata
Aku masih sibuk dengan pikiran liar ku tentang Anita dan Adam saat tiba-tiba suara seseorang memanggil namaku. "Mas Zaky....!" Kembali suara itu memanggil ku cukup lirih, seolah orang yang memanggil namaku tadi sengaja menekan intonasi suaranya agar terdengar lembut cenderung berbisik, dan sepertinya aku tau siapa pemilik suara itu. Aku bergegas turun dari atas ranjangku tanpa meletakkan kembali bingkai photo di dinding yang memiliki sekat lubang tempat sebelumnya aku mengintip isi yang ada di kamar Merry. Buru-buru memasukkan ponselku ke dalam saku celana lalu bergegas membuka pintu sebelum orang itu kembali mengetuk pintu dan memanggil ku. "Mas Zaky...!" Benar saja dia kembali memanggil namaku dengan intonasi suara yang semakin lirih, dan saat aku membuka pintu kamar itu, ternyata benar dugaanku, orang yang baru saja memanggilku adalah Merry. Ibu kost pujaan hatiku. "Iya Mbak. Ada apa ya memanggilku?!" Aku menyapa dengan intonasi suara yang terdengar bergetar. Sesekali aku melirik ke arah dinding di mana lubang itu berada lalu melirik ke arah ranjang, lebih tepatnya melirik ke arah bingkai photo yang sebelumnya aku turunkan sebagai penutup lubang tersebut, dan sialnya aku benar-benar lupa meletakkan photo itu kembali. "Anu Mas....!" Suara Merry tertahan dan aku bersiap untuk menutup pintu kamarku sebelum Merry menyadari apa yang ada di dinding itu, tapi naasnya Merry justru mendorongku untuk kembali masuk ke kamarku dan wanita itu juga ikut masuk ke kamarku. Jantungku berpacu lebih cepat, darahku terasa berdesir dengan sangat panas, otakku terasa mengepul karena rasa gugup bercampur takut. Bagaimana mungkin wanita yang selama ini aku kagumi tiba-tiba masuk ke kamarku seperti ini. 'Ada apa!' batinku bertanya. "Ada apa Mbak. Ada yang bisa aku bantu?!" Tanyaku masih bersikap normal dan selembut mungkin, padahal jujur aku sangat canggung saat ini. Pikirku mungkinkah Merry sudah tahu tentang pengkhianatan Adam dan Anita dengan berselingkuh di belakang Merry, dan sekarang Merry justru ingin meminta tolong padaku untuk memberi pelajaran kepada laki-laki bandot itu. "Anu Mas. Itu. Anu....!" "Apa?" Aku masih tidak mengerti ke mana arah pembicaraan Merry karena dari tadi wanita cantik itu hanya mengatakan anu Mas anu Mas saja. "Itu Mas Zaky. Apa hari ini Mas Zaky tidak lembur ke pabrik! Maksud aku, apa Mas Zaky tidak sedang sibuk atau punya acara lain per hari ini saja?!" Tanyanya dengan begitu lembut dan aku hanya menatap tajam wanita itu dengan rasa bingung yang luar biasa, tapi detik berikutnya aku justru menggeleng. "Enggak. Aku gak ada kegiatan hari ini. Aku juga tidak berminat untuk lembur di pabrik. Hari ini aku hanya akan bersantai di kamar," jawabku dengan cara yang sama lugasnya dengan pertanyaan Merry tadi. "Emang ada apa ya Mbak?!" Aku justru baling bertanya karena masih bingung dengan maksud interaksi Merry saat ini. Aku ingat beberapa menit yang lalu wanita itu pergi menggunakan taksi untuk arisan bersama ibu-ibu komplek perumahan ini. katanya arisan akan dikocok di salah satu tempat hiburan, tapi belum ada tiga puluh menit wanita itu pergi dengan mobil taksi, Merry justru kembali sekarang dan berada di kamar ku, lalu bertanya apakah aku sibuk atau tidak. Sebenarnya aku tidak pernah cukup sibuk jika itu menyangkut Merry. Karena sesibuk apapun aku, aku tetap bisa menanggalkan segala kesibukanku jika Merry meminta bantuanku atau sekedar ingin ditemani ngobrol, meskipun sampai detik ini wanita yang merupakan istri ketiga Adam itu tidak pernah sekalipun minta ditemani ngobrol. Tentu saja itu hanya imajinasiku saja friend. Hanya imajinasiku yang ingin duduk santai berdua dengan Merry lalu berbagi cerita kalau bisa cinta. Aaah sial, ternyata aku tidak seberuntung itu. Aku tidak seberuntung Adam yang bisa mendapatkan beberapa wanita cantik hanya dengan materinya. Tidak seperti itu. "Oh, syukurlah!" Jawab Merry dengan menghela nafas seolah ada kelegaan di hatinya, dan aku semakin tidak mengerti dengan sikap Merry saat ini. "Ada apa sih Mbak? Mbak lho bikin aku takut aja!" ujar ku lagi tapi Merry justru terlihat meremas tangannya sendiri seolah ada kecanggungan yang juga tengah wanita itu rasa. "Anu Mas Zaky. Kalo Mas Zaky hari ini gak ada kesibukan, bisakah aku minta tolong sama Mas. Ini darurat!" ucap Merry setelah nya dan aku langsung menarik alis hingga menukik ke atas karena bingung. Oh, mungkin benar jika Merry ingin meminta bantuanku untuk menggerebek Adam dan Anita di kamar saat ini! Dan spontan pandangan mataku tertuju ke arah dinding dan bingkai photo tersebut. Aku buru-buru berbalik arah untuk menghadap ke dinding itu agar Merry justru memunggumi arah dinding itu. Aku tentu saja tidak mau kecolongan jika seandainya Merry melihat lubang tersebut. "Ada apa Mbak. Katakan saja apa yang bisa aku bantu. Jangan ragu-ragu. Aku siap membantu Mbak, sampai titik darah penghabisan!" Jawabku karena berpikir mungkin saja saat ini Merry akan memintaku untuk bertarung dengan Adam dan sungguh aku siap. "Itu Mas. Arisan ibu-ibu komplek ternyata di pindah tempat ke puncak Bogor. Katanya sekalian mau jengukin ibunya Jeng Lina yang lagi sakit. Sedangkan aku gak bisa ke sana sendiri. Jauh, takut aku kalo semisal aku malah pulang malem. Kira-kira Mas Zaky mau gak temenin aku ke arisan ku kali ini. Nanti ada fee-nya deh kalo semisal namaku keluar sebagian penerima arisan, dan untuk akomodasinya aku yang akan tanggung semuanya. Mas Zaky cuma akan duduk menemaniku saja!" ucap Merry setelahnya dan aku justru melogok di buatnya. Apa-apaan ini? Mimpi apa semalam aku sampai harus mendapatkan jackpot seperti ini. Diajakin Merry ke arisan. Bukankah itu adalah satu keberuntungan untukku. Oh Tuhan, jantungku serasa akan copot sekarang, degupnya pun terasa tidak karuan, lalu nafasku pun ikut tersendat sendat di tenggorokan. "Aku....?" Aku bingung harus menerima atau tidak. Pasalnya Merry memiliki suami, tapi Merry justru mengajak laki-laki lain pergi ke acara seperti itu. "Ayolah Mas Zaky. Sekali ini aja. Mas Adam lagi sakit, aku tidak bisa meminta Mas Adam untuk menemaniku ke puncak Bogor," ucap Merry lagi dan percayalah, rasanya aku ingin mengumpat sekasar-kasarnya pada Adam dan Anita juga pada kepolosan Merry yang percaya begitu saja dengan alasan yang Adam berikan padanya. Dia sama sekali tidak pernah berpikir jika mungkin saja Adam mengkhianatinya. Secara laki-laki itu memiliki empat orang istri, dan artinya istri kedua, ketiga, dan keempatnya, mustahil Adam juga tidak menyelingkuhi atau mengkhianati istri pertamanya sebelum memutuskan menikah dengan istri kedua, ketiga dan keempatnya. Dan rasanya tidak ada jaminan untuk Adam tidak akan kembali mencari wanita baru untuk memenuhi segala kesenangannya. Tapi sayang, tentu saja semua pemikiran itu hanya ada dalam otakku sendiri, tapi tidak dengan pikiran Merry sendiri. "Tapi Mbak... Aku....!" Aku ingin menolak, meskipun sebenarnya aku juga menginginkannya. "Please Mas Zaky. Ini aku udah terlambat. Aku gak mau jika mereka ngocok arisan nya sebelum aku datang, entar malah namaku jatuh, eeeh dimasukin lagi. Mau ya Mas. Please," Merry memohon sambil menangkupkan kedua telapak tangannya di depan d**a dan percayalah aku mudah sekali luluh sama wanita ini, Merry. "Tapi Mbak. Apa benar ini gak apa-apa?!" Aku berusaha memastikan keputusan wanita itu ketika mengajakku seperti ini dan Merry langsung mengangguk dengan sangat cepat. "Gak apa-apa Mas. Lagian ibu-ibu komplek sini gak ada yang tau Mas Adam. Sekalipun Mas Zaky menyamar jadi Mas Adam pun, aku yakin mereka pasti akan percaya!" tutur Merry lagi dan pastinya aku hanya melongok bingung. "Jadi mau ya Mas, ya!" Serunya menambahkan dan iya, aku terpaksa mengangguk setuju. "Oke," balasku santai, dan ada senyum kelegaan di wajah cantiknya. "Oke. Kalo gitu aku tunggu di luar ya, Mas Zaky bersiap, dan jangan lama-lama. Kita udah terlambat!" ucap Merry lagi dan aku hanya asal mengangguk. Setelah Merry keluar dari kamarku, aku lekas berganti pakaian. Kaos putih dan kemeja flanel kotak-kotak dengan kombinasi celana jeans biru tua yang aku pilih sebagai style aku kali ini. Tentu saja aku merasa arisan ini tidak terlalu formal, mengingat acaranya juga diadakan di puncak Bogor bahkan sebelum acara itu berpindah ke puncak Bogor, Merry sempat mengatakan jika acaranya akan di adakan di tempat hiburan, dan itu artinya acaranya memang tidak terlalu formal, dan rasanya menggunakan pakaian santai adalah satu pilihan yang menurutku tepat saat ini, dan jika seandainya Merry memintaku berpakaian formal, tentu saja aku tidak punya jas dan dasi seperti para pejabat pada umumnya ataupun seperti penampilan Adam selama ini. Aku hanya seorang buruh pabrik tekstil, dan biasanya juga aku pergi bekerja hanya menggunakan kemeja, dan itu pun sudah terkesan sangat baik untuk pabrik tempat aku bekerja. Aku berpatut di depan cermin kamarku. Bergerak ke kiri dan ke kanan untuk mengoreksi penampilanku seperti layaknya cara kaum wanita kebanyakan. Rasa grogi dan nervous juga turut aku rasakan karena ini adalah kali pertama aku akan jalan sama Merry, meskipun momennya bukan jalan-jalan untuk sekedar bersantai apalagi untuk bercinta. Ini real hanya untuk menemani Merry ke arisannya saja dan mungkin saja nanti di sana aku hanya akan duduk dalam kebisuan. Ah, terserah saja lah, yang penting saat ini aku perginya sama Merry. Tidak peduli jika itu pergi kencan atau sekedar menemaninya arisan, yang pasti kami hanya akan duduk berdua di dalam taksi dengan seorang sopir yang akan mengemudikan mobilnya. Setelah merasa penampilanku cukup baik, aku lantas menyemprotkan parfum terbaik yang aku miliki. Hanya di bagian leher dan lenganku saja, lalu keluar dari kamar setelah aku juga kembali mengoreksi tatanan rambutku agar terlihat lebih rapi. "Oke. Aku siap!" sapaku saat keluar dari kamar dan Merry yang sedang fokus ke layar ponselnya langsung menoleh ke arahku ketika aku mengatakan siap dan keluar dari pintu kamarku. Wanita itu langsung mematung dengan tatapan aneh ke arahku. Mungkin terkesima dengan ketampananku! Hehehe, aku emang agak narsis, tapi serius, kata emak ku, aku gantengnya udah kek pangeran dari Arab. Gkgkgk. Aku lekas mengunci kamarku dan memakai kedes putih di rak sepatu samping pintu kamarku. "Ayo Mbak, katanya tadi udah terlambat!" Aku menegur Merry yang masih terlihat mematung dari berdirinya dan wanita itu buru-buru menelan salivanya lalu mengangguk. "Ah iya, ayo!" balasnya gugup. Merry lebih dulu masuk ke dalam mobil taksi itu, lalu aku masuk lewat pintu sebelahnya lagi, dan detik berikutnya mobil itu bergerak meninggalkan rumah Merry dan tentu saja aku tidak tau lagi apa yang terjadi dan di lakukan oleh Anita juga Adam di sana. Aku tidak peduli, yang penting sekarang aku lagi jalan sama istri laki-laki itu, Merry. Ibu kost cantik pujaan hatiku. Ahay. Di perjalanan menuju Bogor. Cukup lama kami duduk di bangku penumpang, dan pastinya ada banyak obrolan yang tercipta antara aku dan Merry. Apa kalian tau , Merry tidak henti-hentinya membicarakan perihal Anita , adik perempuannya. Anita yang pandai memasak lah, Anita yang rajin membantu orang tua mereka lah, Anita yang pandai bersolek lah, Anita yang ini lah, Anita yang itu lah. Oh rasanya aku benar-benar budek dengan pembahasan itu. Aku tidak tahu apa maksud Merry membicarakan segala kebaikan adik perempuannya padaku. Mungkin...., mungkinkah Merry sedang menggadang-gadang aku agar dekat dengan Anita atau mungkin menjalin hubungan lebih dengan Anita? Entah, Merry hanya tidak tahu seberapa busuk adik perempuannya yang sudah tega menikamnya secara sadar dengan menjalin hubungan gelap bersama Adam, suami Merry sendiri, dan pastinya aku yang sudah tahu hal itu tentu saja merasa tidak srek saat Merry terlihat berusaha ingin mendekatkan aku dengan Anita. Dua jam lebih perjalanan. Kami hampir sampai di tempat yang ingin Merry tuju berdasarkan alamat yang teteh Lina kirimkan pada Merry, dan kali ini jalan yang kami lalui sedikit terjal dan berbatu, memasuki kawasan perkebunan dan pastinya jalan mobil itu sedikit oleng ke kiri dan kanan dan itu justru membuat bahu kami, aku dan Merry terbentur sesekali. "Apa masih jauh Pak?" tanya Merry memastikan karena ini sudah sangat jauh masuk wilayah perkebunan. "Sedikit lagi Nyonya. Sekitar dua kilometer lagi!" jawab sopir taksi itu , dan aku hanya terus berpegangan pada sisi atas mobil itu agar tidak ikut terhuyung ke kiri dan berbenturan dengan bahu Merry. "Pelan-pelan saja Pak. Asal selamat!" Seru Merry dan detik berikutnya ban mobil itu justru masuk ke genangan air yang sedikit berlubang, hingga tubuh Merry benar-benar oleng ke arah dudukku dan spontan Merry justru berpegangan pada anu ku. Eeeh enggak , tapi nyaris berpegangan pada anu ku. NYARIS YA. CUMA NYARIS. Pandangan kami langsung bertemu di jarak yang begitu dekat, bahkan saking dekatnya, aku nyaris bisa melihat ada keringat yang mengalir dari arah leher ke belah dadda Merry yang langsung membuat darah ku semakin berdesir tidak karuan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN