Bab 14. YANG KEDUA TIDAK SELALU BURUK

1545 Kata
Mulut, hati dan pikiran walau saling berhubungan tetapi tidak jarang juga saling bertentangan. Ketika apa yang hati ucapkan tetapi di tolak oleh pikiran disitu mulut akan kebingungan akan mengatakan apa. Ketika mulut mengikuti suara hati, maka pikiran yang akan menderita, pun sebaliknya. Karena itu, sebelum memutuskan sesuatu, ketiga ini harus berkompromi terlebih dulu. Anggun mengangguk bodoh apalagi melihat beberapa art itu yang menatap aneh padanya. Mereka pasti mengira Anggun istri yang di abaikan dan sekarang sedang menangis darah di dalam hati. No! Istri yang di abaikan, yes. Menangis, No! Anggung terkekeh, lalu berjalan ke arah ruang makan guna mencari sesuatu yang bisa mengganjal perutnya. Tidak ada! "Kalian tidak makan juga?" tanya Anggun dengan dahi yang tetap berkerut. "Sudah nyonya, kami masak mie instan aja tadi, mumpung nyonya dan tuan tidak ada!" "Duuuuhhh, jangan panggil nyonya!" ucapnya seraya mengibaskan tangan. "Sudah kenyang? haruskah kita pesan pizza?" tanya Anggun membuat mereka saling pandang dan di landa kebingungan. Apakah harus mengangguk atau menggeleng. Jujur saja, bagi pekerja macam mereka, pizza adalah makanan yang sangat jarang di makan bahkan tidak pernah mungkin. Tapi, mengangguk pada nyonya baru di rumah itu bukankah suatu hal yang aneh dan tidak sopan? "Gimana? Ada berapa orang kalian di rumah ini?" tanya Anggun lagi. "Ka Rieka, kenapa?" tanya Anggun pada art yang membantunya. Mereka masih di landa kebingungan saat Anggun sudah mulai mencari makanan tersebut di aplikasi. Dia memilih-milih dan akhirnya menekan empat loyang pizza ukuran sedang. "Apa tuan dan nyonya sudah lama pergi?" "Baru saja!" Anggun mengangguk lalu membuka aplikasi lain dan memesan ayam tepung. "Aku nggak tahu berapa orang kita disini, tapi aku pesan dua bucket ayam dan empat pizza, mudah-mudahan cukup," ucapnya membuat mereka menganga. Selama mereka bekerja disini, baru Fitri -adik perempuan Agung- yang mau membelikan makanan jadi untuk mereka. Rosa jangan di tanya. Wanita itu selalu berdalih semua bahan lengkap di dapur untuk apa beli dari luar. Wanita itu sanggup hanya membeli makanan untuk keluarganya ketika mertuanya tidak ada atau sedang berada di rumahnya dan membiarkan para pekerja memasak apa saja yang ada di dapur untuk makanan mereka. Sambil menunggu, Anggun duduk bersama mereka di dapur. Mereka bercerita banyak soal keluarga yang membuat Anggun tersenyum pilu. Wanita yang terdiri dari empat orang itu, mereka tinggal disini dan akan bergiliran pulang setiap akhir pekan. Ada enam laki-laki dan lima perempuan. Hari ini hanya satu yang pulang karena seharusnya Rieka pulang tapi di tolak oleh wanita itu dengan alasan malas. Semua sudah menikah dan ada tiga orang yang sudah janda walau usia mereka tergolong muda. Tanpa terasa, pesanan mereka sudah mendekati rumah. Anggun dan empat orang wanita itu berjalan santai ke depan dan mengambil pesanan mereka. Karena pos satpam tidak bisa di tinggal, akhirnya mereka semua menikmati makanan itu bersama-sama disana. Mereka saling bergurau hingga tertawa karena lelucon-lelucon yang sedikit garing tapi masih mampu membuat tertawa. Pemandangan pertama di rumah itu. Selama ini, mereka hanya bisa saling bertegur sapa karena tidak ada pikiran untuk duduk bersama seperti ini. "Sudah malam, ayo masuk!" ucap Anggun. Dia takut juga jika keluarga Agung pulang dari acara makan malam dan mendapati mereka berkumpul disana. Jika mungkin Anggun tidak kena marah karena masih di baik-baiki oleh Rosa, tidak dengan para pekerja itu. Mereka akan kena amuk walau pekerjaan mereka sebenarnya sudah beres. "Ini, jangan lupa makan dengan pak Imron nanti!" ucap Anggun menggeser satu kotak pizza yang belum tersentuh tetapi sudah dingin. Mereka menyisakannya buat supir yang mengantar keluarga itu. Lima perempuan itu meninggalkan pos satpam. Sementara lima laki-laki meneruskan pembicaraan mereka di pos satpam seperti biasa. Supir dan tukang kebun, setelah malam hari, mereka biasa berkumpul dengan satpam dan bahkan mau tertidur di pos walau mereka ada kamar di rumah belakang. Kumpulan pria dewasa itu berbincang mengenai Anggun dan menyayangkan kenapa wanita itu mau menjadi istri kedua terlebih kakak madunya adalah Rosa. Wanita bermulut ular berkulit domba itu. Sungguh, wanita yang sebaiknya di hindari saja. "Sttt, ini rahasia kita saja. Tapi aku pernah mendengar Tuan Agung ingin punya anak laki-laki, makanya menikah lagi!" "Oalah, Masih hidup di jaman dulu ternyata. Aku walau hidup begini dan masih keturunan batak kental yang harus punya anak laki-laki untuk meneruskan garis keturunan, tapi aku tetap bersyukur walau kelima anakku perempuan. Nggak pernah terpikir untuk menikah lagi," ucap salah seorang dari satpam itu. "Sama. Aku bersyukur saja, mau semua laki-laki atau perempuan. Untung masih di kasih anak." "Tapi kenapa Anggun mau yah? Dia seperti tidak di anggap di rumah ini. Lihat saja, tuan Agung pergi dengan keluarganya makan di luar, kenapa istri keduanya tidak di bawa juga? Tidak di anggap? Atau di larang nyonya Ros? Kasihan Anggun!" Salah satu dari mereka adalah supir. Dia ikut juga kemarin mengantar rombongan Agung ke rumah Anggun. Sedikit banyaknya dia bisa menyimpulkan kejadian kemarin sore di rumah Anggun. Wajah tertekan Anggun dan matanya yang memerah sudah bisa dia jadikan sebagai bukti dari dugaannya. "Kalian jangan bilang-bilang. Anggun itu terpaksa, sepertinya dia di paksa oleh orang tuanya. Itulah yang bisa aku lihat kemarin saat acara ijab kabulnya. Anggun bahkan syok ketika melihat tuan Agung adalah pengantin prianya." Belum sempat menceritakan semuanya, bunyi klakson langsung terdengar membuat sekuriti langsung bergegas membuka gerbang tinggi itu dan membiarkan dua mobil masuk lalu menutup gerbang lagi. "Papa! Pizza!" seru Delilah yang berdiri di belakang papanya dan matanya menatap satu kotak pizza yang ada di atas dispenser di pos satpam. Agung menatap Delilah sekilas lalu mengikuti arah pandang anaknya dan melihat satu kotak pizza disana. Dan pekerjanya yang lain sedang bermain ludo di ponsel di meja dan tidak mempedulikan pizza itu. Agung menurunkan kaca mobil dan bertanya, "Apa ada yang mengantar paket makanan?" Para pria yang bermain ludo itu menoleh dan menggeleng, "Tidak ada, Tuan!" "Itu pizza siapa, Pak?" tanya Delilah sudah menurunkan kaca juga. "Ohh, itu untuk pak Imron. Tadi di pesan Anggun dan kami mak--" ucapan tukang kebun itu langsung berhenti setelah tersadar sudah membocorkan apa yang seharusnya tidak di bocorkan. Dia mengutuk dirinya sendiri karena membuat Anggun dalam bencana jika sampai kena marah oleh tuan Agung. Bibir Delilah melengkung ke bawah. Dia duduk dan bersedekap di d**a. Perempuan yang baru datang kerumahnya kemarin malam sudah membeli pizza aja pas dia nggak ada di rumah. Padahal kan dia sangat suka itu. Agung mengangguk saja sementara Rosa hanya cuek saja. Terserah Anggunlah, asal bukan uang Agung saja yang keluar membelikan pizza itu. "Pah, Anggun tante yang di atas, kan?" "Ya!" jawab Agung pada Delilah. Sementara Maryam di samping Delilah tidak peduli atau mungkin tidak dengar apapun karena sibuk main ponsel. Begitu mereka turun dari mobil, Delilah langsung berlari ke dalam rumah dan langsung berlari ke arah tangga dan menaiki tangga dengan kaki kecilnya. Di lantai dua dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan ke lantai tiga tempat dimana ada pizza, mungkin. Dalam pikirannya, jika di pos satpam pun ada pizza yang di belikan oleh Anggun, di kamar itu juga pasti ada. Dia sedikit menyesali pergi bersama orang tuanya karena makanan yang di makan tadi sama saja seperti biasa. Tidak ada boba atau pizza. "Tante bagi pizza!" ucapnya begitu dia tiba di lantai tiga dan melihat Anggun yang duduk di sebuah bangku panjang dari besi yang ada di ruangan terbuka dan sedang memangku laptop. "Hah? Ap-apa?" ucap Anggun gagap dan sedikit gelisah. Dia belum ada menyapa anak Agung dan sekarang tiba-tiba datang sok kenal sok dekat padanya meminta pizza dengan mata berbinar terang. Sesekali matanya berkedip dengan bibir yang merekah tetapi nafasnya masih ngos-ngosan. Sebelum Anggun menjawab lagi, dia mendengar langkah kaki mendekat di arah tangga dan sebentar kemudian muncul Agung dan Maryam lalu Anne. Agung melihat Anggun yang sedang memangku laptop dan kaca mata besar menempel di matanya hingga menutupi separuh wajahnya. Rambutnya di kuncir tinggi dan menyisakan anak rambut yang di selipkan di belakang telinganya. Wajahnya polos, bersih dari sapuan mekap. Cantik dan sederhana! "Delilah!" panggil Agung memecah keheningan yang tercipta. "Mau pizza. Katanya om di depan, Tante yang beli!" Anggun menggaruk pelipis di atas bingkai kaca matanya. Dia menekan control S di keyboard laptopnya dan menyimpan file yang sedang dia kerjakan. "Iyah, tapi sisa dua slice, kayaknya!" ucapnya seraya meletakkan laptop di kursi dan berjalan ke arah kamarnya. Dia membawa satu kotak pizza dari dalam dan berjalan ke arah Delilah yang matanya sudah berbinar. Tangan mungilnya langsung menerima dan membuka kotak yang ternyata isinya ada empat slice. Sebelum dia menyantap, tangan Anne berikut tangan Maryam sudah mengambil satu-satu tanpa peduli rengekan Delilah. "Sisa dua, untukmu! Jangan menangis! Besok bisa di pesan lagi!" ucap Anggun sedikit gamang. Jujur saja, dia tidak begitu sering berinteraksi dengan anak-anak. Punya adik perempuan di rumah tapi hubungan mereka seperti kucing dan anjing. "Benar?" "Ya!" ucapnya mengangguk seraya tersenyum. Delilah berjalan ke arah bangku dan duduk disana di ikuti oleh Anne dan Maryam. Mereka menikmati sisa Pizza Anggun yang di persiapkan untuk cemilan kala dia lembur malam ini. "Yang paling besar namanya Anne, yang kedua Maryam dan yang bungsu Delilah!" ucap Agung memperkenalkan ketiga putrinya pada Anggun. Anggun hanya mengangguk kikuk berdiri di depan Agung. Soal nama, dia baru tahu nama yang dua orang, sebelumnya hanya Anne yang dia tahu karena gadis itulah yang mendorong dan mendorongnya tadi malam. "Apa disini nyaman?" tanya Agung dengan suara canggung. "Ya!" jawab Anggun sangat pelan seraya menunduk. Dia berdoa dalam hati agar Agung segera pergi saja dari lantai ini. "Kakak, ajak adik-adik turun kalau sudah selesai! Papa turun!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN