Bab 6

1310 Kata
“Kau yakin tidak apa-apa Laila?” Sarah kembali mengulang pertanyaannya saat akan berpisah dengan Laila di tempat parkir, "Apa perlu aku telepon Pras untuk menjemputmu di sini?" “Aku baik-baik saja, hanya mendadak kepala aku pusing tiba-tiba,” sahut Laila berusaha tersenyum untuk menyembunyikan kerisauan hatinya saat ini. Berusaha setenang mungkin di hadapan Sarah, Laila tak akan memberitahu sahabatnya itu perihal pesan yang dia terima saat ini yang mungkin saja ini hanya suatu permainan dari orang iseng belaka. Saling melambaikan tangan, Laila dan Sarah berpisah dengan janji akan bertemu jika ada waktu. Terus berpikir, haruskah Laila percaya dengan semua pesan-pesan yang di kirim padanya? Ini zaman teknologi canggih, semua bisa saja di palsukan, batin Laila setelah berpikir sepanjang jalan pulang. Apalagi jika ada yang ingin merusak nama dan hubungan baik seseorang yang mungkin iri pada kehidupan bahagia orang lain. Begitu tiba di rumah Laila langsung mengirim balasan pada orang itu. Jangan menyebar fitnah, aku yakin kau melakukan ini karena ingin merusak nama baik Mas Pras! Ini bukan fitnah, ini kenyataan! Apalagi untuk seorang pengkhianat seperti suamimu yang memang sudah merusak nama baiknya sendiri! Aku tahu siapa Mas Pras, tidak mungkin dia tega berbuat seperti itu. Aku jauh lebih mengenal Pras juga kedua orang tuanya yang aku sangat tahu kalau mereka secara terang-terangan tidak menyukaimu, mungkin malah membencimu dan tidak pernah sama sekali ingin menerimamu dalam keluarga mereka! Ucapan orang itu sangat telak! Laila terpaku melihat balasan yang dikirim oleh orang ini dan apa yang di tulis di pesan itu benar adanya, jadi memang kemungkinan besar orang ini tahu dengan benar tentang kehidupan rumah tangga Laila selama ini begitu juga dengan keluarga Pras. Jangan beritahu siapa pun, apalagi kalau kau masih ingin tahu semua kebusukan serta kepalsuan yang di perlihatkan oleh suamimu dan keluarga besarnya. Pesan itu sangat jelas, Laila menjadi bimbang juga gamang, akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi dan berbicara secara langsung pada nomor tak di kenalnya itu. Terhubung! “Halo ..” ucap Laila begitu panggilan itu tersambung. “Sayang ...” Mas Pras! Suara Pras tiba-tiba terdengar, Laila begitu terkejut dengan refleks dia langsung mengakhiri panggilan itu tanpa sempat berbicara dengan orang yang ada di seberang telepon. “Mas,” sapa Laila berusaha untuk tidak terdengar gugup saat Pras masuk ke dalam rumah dengan senyum yang terlihat teduh. Tapi senyum Pras tidak mampu menghilangkan rasa penasaran Laila pada orang yang sudah mengirimkannya pesan. Justru senyum Pras membuat hati Laila meragu saat mengingat pesan-pesan itu, apakah itu tulus atau palsu? **Otw*** “Kau kelihatan gelisah sayang, ada apa?” tanya Pras membelai wajah Laila yang matanya terpejam dalam pelukan pria itu dengan tubuh yang sama-sama telanjang di balik selimut. “Tidak ada,” sahut Laila merapatkan dirinya pada tubuh Pras. “Kau yakin?” tanya Pras menatap wajah Laila yang terlihat lelah setelah percintaan mereka tadi dengan bibir masih terlihat membengkak. “Ya, mungkin cuman kecepekan saja,” sahut Laila menggeliat melepaskan tubuhnya dari pelukan Pras. “Mau ke mana?” tanya Pras meraih tubuh Laila agar kembali berbaring bersamanya. “Mau buang air kecil,” sahut Laila serak. “Jangan lama-lama, aku tunggu,” Pras menciumi punggung Laila, dan wanita itu mengangguk pelan kemudian bangkit berdiri meraup pakaian tidur miliknya yang tergeletak di lantai. Menatap Laila yang berjalan dengan tubuh polos masuk ke dalam kamar mandi dan terdengar pintu yang dikunci , membuat Pras sedikit heran, ada apa dengan Laila? Sementara Laila setelah selesai menuntaskan hajatnya, langsung berdiri menatap cermin yang ada di hadapannya. Ini bukti terbaru tentang suamimu! Pesan terakhir yang sempat Laila lihat sekilas sebelum menutupnya tanpa melihat pesan berikutnya, saat Pras memberi tanda keinginan untuk b******u dengannya melalui rayuan mesra dari pria itu. Berjalan pelan keluar kamar mandi, Laila melihat ke arah Pras yang tampaknya sudah tertidur lelap tanpa menunggu seperti janjinya. Duduk di tepi ranjang pandangan Laila tertuju pada wajah Pras yang terlihat lelah dengan dengkuran halus yang terdengar. Kemudian Laila mengambil ponselnya di atas meja nakas dan membuka sambil melirik ke arah Pras yang mungkin saja membuka matanya tiba-tiba. Hati Laila berdegup kencang saat mulai melihat pesan itu dengan suara terkesiap pelan dan terpaku lama menatap layar ponsel miliknya, kemudian mulai menggulir nya perlahan. Ini tidak mungkin! Ini tidak mungkin! Menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara, Laila menutup mulutnya dengan tangan dan kemudian tatapannya beralih pada Pras dengan mata yang terlihat nanar. Apa mungkin Mas Pras Setega itu? **Otw*** “Aku lihat akhir-akhir ini wajahmu pucat, kau sakit?” Pras menatap Laila dengan khawatir saat akan berangkat bekerja, “Matamu juga sedikit bengkak?” “Tidak, aku baik-baik saja,” sahut Laila menggelengkan kepalanya berusaha tersenyum lebar. “Kau yakin?” Pras tampak tak percaya sambil menelisik wajah Laila. “Aku baik-baik saja,” sahut Laila pelan. “Bagaimana kalau nanti kita pergi ke dokter, mungkin saja ...” ajak Pras. Tidak usah, ini mungkin karena cuaca yang sering berubah-ubah saja,” Laila beralasan. “Sayang .. hmm, aku akan pulang terlambat hari ini,” ujar Pras terlihat ragu. “Kenapa?” tanya Laila. “Ibu .. hmm, dia bilang ada acara keluarga di rumah nanti malam,” terang Pras sambil memandang wajah Laila. “Begitu,” Laila hanya mengangguk. “Maaf, aku tidak bisa mengajakmu ...” ujar Pras. “Tidak apa-apa,” sela Laila. “Tapi , kalau kau mau aku bisa menjemput ..” ujar Pras. “Tidak usah,” sela Laila lagi. Pras juga menatap wajah Laila, meneliti wajah lembut yang ada di hadapannya kalau-kalau ada perubahan di sana, arena pria itu tahu pasti Laila akan menampakkan wajah sedih setiap kali dia memberitahu tentang acara yang di adakan oleh ibunya tanpa mau mengundang istrinya itu. “Aku tahu ini hanya tawaran basa-basi mu saja, karena kau tahu aku pasti akan menolaknya,” sahut Laila tersenyum getir. “Tidak Laila, ini bukan ...” ujar Pras. “Berangkatlah bekerja sekarang, kau bilang ada rapat penting hari ini kan?” ujar Laila mengingatkan Pras pada pekerjaan yang harus pria itu lakukan pagi ini. Pras menganggukkan kepalanya, “Aku tidak akan terlalu lama di rumah ibu, aku akan pulang secepatnya.” Tak ada sahutan dari Laila kecuali anggukan kepalanya. Laila menghela nafas dalam-dalam, rasa sakit di hatinya semakin bertambah dari yang semalam, apalagi mendengar perkataan Pras tentang acara keluarga di rumah mertuanya. Sejak kapan aku di undang oleh mereka? Walaupun itu hanya sekedar basa-basi? ***Otw*** Ada pertemuan keluarga di rumah Pras? Kenapa kau tidak hadir? Apa dia tidak mengajakmu datang karena tidak ingin kau tahu apa yang mereka rencana padamu? Astaga tentu saja aku lupa tentang ini, memang sejak kapan kau dia anggap bagian dari keluarga Pras? Kasihan sekali! Dengan di akhiri emoji tertawa, Laila tahu orang itu sedang mengejek dirinya. Kau pasti penasaran apa hasil dari pertemuan keluarga besar Pras kan? Tunggu kejutannya minggu depan! Kejutan? apa maksudnya dengan kejutan minggu depan? Laila terkejut dengan pesan ini. Dan Laila mencoba menghubungi nomor ponsel pengirim pesan tapi tak seperti kemarin panggilan itu selalu di tolak terus menerus. **otw*** “Aku mohon, batalkan niat kalian berdua itu,” seorang pria memohon sambil berlutut di depan seorang wanita yang sedang duduk di hadapannya, “Kau pasti akan membuat Laila sakit hati dan kecewa pada kalian.” “Maaf, tidak bisa karena ini sudah keputusan keluarga besar kami berdua,” sahut wanita itu menghela nafas berat. “Tapi bagaimana kalau Laila mengetahui hal itu? Apa kau tidak takut kalau dia akan membenci kalian semua, terutama dirimu dan Pras,” ujar pria itu. “Aku tahu, tapi jika Laila tahu alasan kami melakukan ini untuk kebaikannya juga, aku rasa dia akan mengerti,” sahut wanita itu. “Jika tidak?” Tatapan keduanya bertemu dan wanita itu kembali menghela napas panjang, “Aku yakin bisa membuat Laila mengerti, karena aku sangat mengenal sifat baik Laila.” Pria itu berdiri dan tertawa sinis, “Aku tidak seyakin itu, mengingat jika pengkhianat itu adalah dirimu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN