Sebuah imbalan (Eps. Suwidak Loro)

1146 Kata
"Kalau kau tidak percaya tidak apa apa. Aku juga tidak ingin membagi makanan ini dengan siapapun," gumam Sekar mulai memasukkan sesuap hidangan ke dalam mulutnya. Kedua mata terpejam seraya menikmati cita rasa yang menyapu langit langit pengecap, tanpa sadar mengeluarkan suara berkat begitu lahap mengunyah suapan demi suapan.  Bunyi bising mulai mengisi keheningan dalam gua, sosok penyihir yang masih berdiri membelakangi perlahan tak kuasa membendung saliva. Kembali mencuri pandang, "Cih makanan itu hanyalah jebakan."  Seberapa keras menahan dia akan semakin tersiksa melihat setiap bagian makanan yang mulai menghilang. "Apa kau sudah memakai penawar racunnya?" "Sudah ku katakan, tidak ada racun dalam makanan ini." sahut Sekar berusaha mengeluarkan suara di balik makanan yang memenuhi mulutnya. "Kalau begitu, berikan makananmu jika kau ingin tetap tinggal disini." "Hng?Tapi kenapa, kan tidak ada perjanjian seperti itu." menggeleng dengan raut polos, Penyihir itu merasa kesal menerima penolakan, dia melangkah semakin dekat lalu meraih salah satu kotak yang masih terisi penuh. "Itu tadi, tapi tidak dengan sekarang." Kedua pasang manik mulai melontarkan tatapan dengan ego masing masing, "Itu milikku. Untuk urusan tempat tinggal, kau kan sudah memberiku ijin! Jangan kau pikir aku akan takut karena kau seorang penyihir." gertaknya dengan antusias, tungkai serta lengan mulai melingkar demi melindungi hidangan yang tersisa. "Hhh, kenapa aku harus bertengkar hanya demi makanan ini." berseru dalam hati dengan rasa percaya diri yang mulai menyusut.  "Baiklah. Aku akan memberi imbalan jika kau membiarkanku mencobanya," "Imbalan? Benarkah? Apapun yang ku minta pasti kau beri!" "Iya." tegasnya datar, Senyum merekah terbit di wajah Sekar, siapa sangka tujuan itu akan terlaksana tanpa usaha keras. Dengan senang hati memberikan sisa hidangan pada penyihir kelaparan tadi, "Hhh," gadis itu tak kuasa menahan tawa melihat kedua pipi membulat berkat banyaknya makanan yang disesalkan ke dalam mulut. "Apa yang lucu? Kenapa kau tertawa," gumam penyihir dengan beberapa remah nasi yang keluar, "Kau seperti orang yang telah berpuasa selama seminggu. Setidaknya makanlah dengan perlahan, karena aku sudah kenyang dan--dan kau bisa menghabiskan itu semua!" berusaha mengendalikan gelak tawa, "Aku memang sudah lama tidak makan ataupun tidur, karena harus menjaga raja mandul itu." lugasnya dengan santai, "......." Seketika Sekar terdiam mendengar celoteh yang keluar dari mulut wanita tadi, "Raja mandul?"  "Hng," mengangguk. "Sepertinya ibu penyihir sedikit lebih ramah kalau sedang lapar," pikir Sekar berusaha mengorek lebih dalam tentang informasi yang bisa membantu memecahkan kisah tersebut. "Bukankah seorang raja harus sempurna?" "Iya. Maka dari itulah, si pria sok suci itu secara diam-diam menyuruh Manggala menyekapku disini. Berdalih menghukum tapi ternyata aku dijadikan b***k untuk membuat ramuan demi mengobatinya." "Hanya kami bertiga yang tahu kalau dia tak bisa memiliki keturunan," "Mm, sekarang bertambah menjadi empat orang." gumam Sekar tertawa kikuk. "Ehem. Aku akan mengutukmu jika kau berani membeberkan itu semua," berdehem setelah sadar akan apa yang telah ia lontarkan pada gadis asing. Alih alih berhenti mereka justru semakin memperdalam percakapan, dengan lihai Sekar mengolah kata kata selayaknya obrolan singkat demi mengetahui rahasia besar yang disembunyikan seorang raja. Raja Adiwilaga seorang putra sulung yang memiliki bakat dan potensi seorang penguasa sejak masih di usia dini. Siapa sangka dibalik status, terdapat sebuah aib yang mampu berdampak buruk pada tahtanya. Pria yang begitu mencintai kursi singgasana tentu tak bisa membiarkan hal sepele merebut sesuatu miliknya, dengan bantuan Manggala dia berhasil bertemu seorang penyihir bernama Supala. Wanita yang menjadi bahan perbincangan di seluruh penjuru berkat kehebatannya dalam mengobati sekaligus mempelajari banyak ramuan demi mempertahankan wajah cantiknya. "10 tahun adalah waktu yang sangat lama. Pantas saja dia berani meminta bantuan pada penyihir,"  "Berulang kali ku katakan untuk tidak menyebut kata itu di hadapanku."  "Kenapa? Kau kan memang penyihir, kecuali jika kau memberiku izin untuk memanggil dengan sebutan si hitam." seru Sekar mengangkat alis, "Hm, izin diberikan." "Ha? Benarkah---mak-maksudku aku bisa memanggilmu si hitam! Kalau begitu, panggil aku Sek-" "Sui. Namaku Suwidak Loro, itu karena jumlah rambut di kepalaku." ocehnya nyaris mengungkapkan identitas, "Hm, baiklah. Aku sudah kenyang----katakan, imbalan apa yang kau minta?" "Berikan aku wajah yang sangat cantik." "......." Tertegun mendengar permintaan spontan dari mulut gadis itu. "Aku tidak bisa melakukannya," "Ha? Tapi kenapa. B-bukankah kau penyihir yang bisa mempertahankan wajah cantikmu!" "Aku hanya bisa melakukannya saat bulan purnama. Dan itu sudah terlewat," gumamnya. "Ka-kapan bulan purnama?" "Tadi malam. Dan akan kembali 3 tahun lagi," "Sial! Kenapa waktunya ikut berubah. Menurut cerita mereka saling bertukar wajah dengan mudah," menggerutu dalam hati, "Tidak, aku ga boleh menyerah! Aku ingin wajah cantik. Pasti ada cara lain untuk mewujudkannya," benak Sekar berusaha memikirkan cara, "Minta saja hal lain," "Tidak. Aku ingin wajah cantik!" lugasnya dengan manik membulat sempurna, "M-masudku itu juga keinginan ibu," ".........." "Kau kan penyihir. Kau memiliki obat untuk raja, apa kau tidak punya obat untukku?" "Obat apa? Jika jelek, terima saja. Ku tawarkan permintaan lain tapi kau tidak mau." "Hhh," menghela nafas panjang seraya merajut harapan yang hampir pupus. "Apa kau tidak punya obat untuk menumbuhkan rambut, mengubah warna kulit serta menurunkan berat badan?" "Ng, aku tidak punya." menggeleng pasti, "Setidaknya pikirkan dulu, pasti kau punya. Atau aku tidak bisa menyelamatkan ibu…" "Ibu? Apa hubungannya parasmu dengan masalah itu," Perut yang telah terisi penuh masih membuat wanita tadi bersikap sabar bahkan mendengar cerita yang sebenarnya tak memiliki kaitan. Dan itu hanya demi membayar sekotak makanan dalam perutnya, "Ibuku dipenjara. Padahal dia hanya bernyanyi untuk menghibur hatiku," "Para tetangga menyebarkan cerita palsu karena wajah yang ku miliki! Mereka mengatakan bahwa aku adalah keturunan iblis, dan ibu seorang penganut ilmu hitam." "Sial. Aku menjadi penyihir juga untuk menyelamatkan ibuku yang sakit parah! Tapi aku terlambat." benak Supala terhanyut ke dalam kenangan lama, Disaat keluarga kecil sederhana yang tinggal di dalam hutan dengan serba kekurangan. Bakat alami membuat Supala begitu tertarik dengan tanaman obat, namun siapa sangka keahliannya tak berguna bahkan tidak mampu menyelamatkan nyawa orang tersayang. "Tenang saja, aku akan membantumu. Tidak punya bukan berarti mustahil untuk dilakukan." bergumam dengan tatapan kosong, "Ha, apa maksudmu?" "Aku tidak punya obat yang kau minta. Tapi aku bisa membuatnya, dan kau harus membantuku mencari bahan ramuan itu!" "Hng?" Malam pun berlalu begitu lambat apalagi setelah Sekar melalui banyak kesulitan demi menjalani kehidupan di dunia berbeda. Supala memberikan banyak pengetahuan tentang tanaman serta pengolahan ramuan dasar, Gadis itu seperti bertemu dengan seorang ilmuwan gila kerja yang begitu semangat mengutarakan setiap detail pengetahuan. Cit.. Cit.. Cit.. Decit burung berkicau di sela pohon, terlihat kumbang memenuhi taman demi mengutip sari nektar. Angin sejuk menerpa kutikula tubuh seorang gadis berdiri dengan keranjang bambu berukuran besar, "Hoam..." "Bukankah ini terlalu pagi untuk bekerja? Semalam aku tidak cukup mendengar pelajaran si hitam," "Dia memberiku banyak pengetahuan yang tidak pernah ku pelajari waktu sekolah dulu." gumam Sekar menggaruk tengkuk leher yang terasa gatal, Kedua kaki sibuk menapak rumput tinggi menghalang jalan, alis bertaut berusaha mencari helai daun yang ia butuhkan. Sesuai petunjuk gadis itu berhasil masuk ke dalam wilayah berisi berbagai macam tanaman obat yang telah disiapkan oleh istana, lebih tepatnya sebagai bahan bagi Supala guna meracik ramuan. "Ck, tanaman mana yang harus kupetik?" *Bersambung.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN