Sebuah kapal bergerak di lautan dalam kegelapan malam, banyak suara keributan yang terjadi di kapal itu hingga akhirnya seseorang di antara mereka membuang percikan api di sekitar kapal. Beberapa orang yang berada dalam kapal berdiri dan memegang senjata mereka mengarahkannya pada laut dan mendengarkan intruksi peminpinnya yang kini tengah memegang teropong dan melihat keadaan sekitar karena lautan menjadi tenang tidak sesuai dengan apa yang di prediksikan.
Biru air laut mengeruh karena ledakan, orang-orang berpakaian serba hitam memberikan serangan tombak panas dengan besi terbakar meninggalkan warna kemerahan dan asap ke dasar laut, kapal besar itu bergerak semakin jauh ke tengah lautan meninggalkan keramaian pulau. Seseorang di antara mereka berteriak meminpin pemburuan besar yang terjadi.
Seekor duyung berenang cepat di bawah air, ekornya yang berwarna biru berkilauan itu mengepak dengan cepat, rambutnya yang putih panjang terurai terlihat bercahaya dalam kegelapan.
Zuko mengibaskan ekornya beberapa kali menciptakan gelombang dan ombak yang mampu mengombang-ambingkan kapal dan beberapa orang berjatuhan ke laut. Kapal yang semula bergerak mengejar tidak memiliki kekuatan untuk bergerak lagi karena datangnya badai lautan yang di kirimkan.
Namun orang-orang yang berambisi untuk menangkapnya tidak berhenti menyerang, beberapa di antara mereka melompat turun ke lautan membawa alat-alat penangkapan.
Semakin cepat Zuko berenang, semakin banyak serangan yang mengejarnya.
Sebuah busur turun bergerak cepat menancap ekor Zuko, warna merah darah perlahan muncul di air dan bergerak ke atas menampakan diri di antara air. Dengan kekuatan yang mulai melemah Zuko berenang memaksakan hingga ujung ekornya memiliki robekan dengan busur yang masih menancap.
Zuko terus bergerak menciptakan gelombang, ekornya mengibas mencoba melepaskan diri, kekuatan besarnya mampu menarik kapal yang menyakut busur pada ekornya.
“Dia disana!” Teriak seseorang di atas kapal.
Kuku Zuko memanjang membentuk cakar dalam satu tebasan dia memutuskan tali busur, matanya besinar, sirip di punggungnya pelahan melebar saat Zuko bergerak cepat naik ke atas menghindari serangan.
Dengan kecepatan yang tidak bisa di tangkap, Zuko melompat keluar dari lautan, gelombang lebih besar datang mengepung kapal itu dan membalikannya dalam satu terjangan yang kuat. Orang-orang berhamburan melompat dan tenggelam dengan kapal yang terbalik, alat penyimpanan bahan bakar bocor karena benturan kuat benda-benda, beberapa detik kemudian kapal meledak menciptakan kobaran api yang besar dan suara ledakan yang sangat kuat.
Tubuh Zuko ikut terhantam jauh, kulitnya yang bersisik yang perlahan mengelupas di udara. Tubuh Zuko jatuh kembali kedalam lautan, kedua bola matanya mulai memiliki warna yang berbeda seiring dengan darah di ujung ekornya semakin banyak keluar.
Zuko menyelam kedasar lautan yang hitam di antara dorongan kuat ledakan kapal yang mengeluarkan api, ikan-ikan bergerak bersamanya mengantarkan Zuko pada tumpukan bebatuan paling dalam dan sangat jauh dari keberadaan kapal.
Mulut Zuko terbuka mengeluarkan erangan kesakitan bersama beberapa gelembung keluar air yang bergerak keluar dari mulutnya.
Zuko merasakan sakit teramat dalam karena busur di ujung ekornya yang perlahan terlepas karena tarikan, ujung ekor Zuko menyisakan lubang menganga yang parah nyaris membelah ujung ekornya.
“Nona..” panggil Zuko melihat keatas, sudut matanya perlahan mengeluarkan cahaya kecil dan berakhir menjadi sebutir mutiara. Zuko menangis bersedih, kedamaiannya yang panjang berakhir dalam satu malam karena keserakahan manusia.
Dada Zuko bercahaya perlahan merasakan detak jantung yang tidak pernah dia rasakan selama dia hidup lima abad lamanya. Ekor Zuko kembali mengibas menciptakan keruh karena pasir di bawahnya.
Perlahan Zuko menutup matanya dan mengusap dadanya, merasakan jantungnya berdetak kembali seperti saat dulu dia masih menjadi manusia yang rapuh dan lemah. Zuko merasakan keberadaan seseorang yang akan menyelamatkannya.
“Nona…” panggil Zuko lagi perlahan bergerak kecil naik keatas permukaan lagi meninggalkan darah di setiap gerakannya. gelapnya malam berada dalam pandangan Zuko, kerlap kerlip indah cahaya terlihat di ujung pantai. Tempat ledakan dan penyerangan yang terjadi kepadanya kini terlihat ramai di penuhi banyak orang dan cahaya yang menerangi.
Zuko terdiam di tengah lautan terdiam memandangi kehidupan manusia yang tidak pernah dia rasakan lagi setelah lima abad lamanya. Semua kebaikan, kejahatan, ketulusan, keserakahan, kemunafikan, ketakutan, kebahagiaan, dendam, ketenangan. Semua hal itu berada dalam diri manusia. Zuko merasakannya dengan kuat betapa berbedanya manusia dengannya sekarang.
Perlahan Zuko berenang dengan sisa-sisa tenaganya pergi menuju pinggiran pantai yang sudah lama dia tinggalkan.
Keramaian pinggiran pantai tidak sepeti yang Zuko fikirkan, tidak hanya ramai, banyak sekali orang-orang yang berada disana hingga membuat Zuko tidak bisa bergerak mendekat.
Kekuatan Zuko perlahan melemah, dia sudah tidak mampu menggerakan ekornya lagi, sekuat tenaga dia bergerak menjauh lagi hingga berada di sisi tebing dan mengepakan ekornya dengan sisa-sisa tenanganya agar ombak membawa dirinya ke atas daratan.
***
“Kenan! Gendong aku” kedua tangan Nerissa merentang lebar masih duduk di kursinya meminta di gendong Kenan.
“Kau jalan saja sendiri” ketus Kenan enggan mendengarkan permintaan adiknya. Pandangan Kenan tetuju pada luasnya lautan dan angin kencang seperti sebuah badai, “Sepertinya akan hujan.”
“Kenan jahat!” Teriak Nerissa menahan tangisannya karena Kenan pergi begitu saja meninggalkan Nerissa sendirian. “Kenan tunggu!” Nerissa berlari mengejar Kenan menyusul masuk kedalam rumah.
Sudah hampir satu minggu mereka menghabiskan waktu untuk merasakan musim panas di Emilia Island. Ini untuk pertama kalinya Nerissa hanya berlibur dengan kakaknya. Liburan kali ini cukup buruk untuk Nerissa karena Kenan hanya mengejar Endrea di sepanjang waktunya menikmati liburan.
“Jangan berisik Nerissa. Berhenti menggukana mulutmu untuk berteriak.” Kritik Kenan yang kini berdiri di sisi jendela dan kembali melihat ke arah lautan. “Kau melihat sesuatu?” Kenan berdiri di depan jendela dan melihat kearah laut dengan teropongnya, “Sepertinya ada kecelakaan” Kenan melihat kobaran api di tengah laut dengan jelas.
“Ada apa?.”
“Telepon polisi, katakan ada kapal tenggelam di tengah lautan Emilia Island”
“Hah?” Nerissa masih tidak mengerti, namun beberapa saat kemudian dia tersadar dan belari mengambil gagang telepon dan menekan nomer telepon.
Kenan masih melihat pergerakan di tengah lautan itu, namun tidak berapa lama ada beberapa speedboat menuju kearah tempat kejadian, lampu-lampu menyala menerangi kapal yang semakin mengeluarkan kobaran api juga ledakan yang dahsyat hingga menerangi sisi villa yang Kennan dan Nerissa tempati.
“Tidak usah Nerissa, mereka sudah menemukannya” perintah Kenan lagi membuat Nerissa mengurungkan niatnya lagi dan kembali meletakan gagang telepon ke tempatnya.
Hujan turun dengan cepat tidak terduga, langit semakin gelap tertutup awan dan hawa dingin di sekitar semakin kuat.
Nerissa menyalakan perapian dan meringkuk di sofa melihat Kenan yang masih memperhatikan kejadian di laut. “Bukankah pulau ini sangat aman?, apa ada pencurian ikan dan kapal dari Neolpeo yang melewati perbatasan?.”
“Pulau ini sangat luas Nerissa, batas laut pulau ini lebih jauh dari itu, ada yang tidak beres.”
“Apa Helian membuat ulah lagi?” fikir Nerissa sembarang, Emilia Island adalah pulau milik Julian Giedon.
Pulau ini adalah tempat teraman dan terbaik dari Neydish, Julian menerapkan aturan sendiri di tempatnya, sangat aneh bila sekarang ada kekacauan, kecuali ada seseorang yang sedang berusaha memberontak dan membuat kekacauan. Namun masih terdengar aneh memikirkan Julian Giedon bila seorang Julian Giedon kehilangan pengawasannya pada para pembuat onar.
Kenan langsung menurunkan teropongnya teringat sesuatu, “Kau benar, si b******k itu sedang ada di pulau ini sekarang. Tamat sudah riwayatnya untuk sekarang.”
“Kau tidak bisa langsung berasumsi Kenan, mungkin saja ini murni kecelakaan. Tidak masuk akal jika paman Julian semudah ini di terobos keamanan tempatnya.” Nerissa kembali berpendapat dan mengutarakan pendapat paling rasionalnya.
“Aku harus memastikannya sendiri.”
“Kau mau kemana?” Teriak Nerissa melihat Kenan yang terburu-buru mengambil jaket dan mengenakannya, “Kau tidak boleh pergi Kenan, aku takut sendirian.”
“Nerissa, jika Helian penyebabnya. Dia benar-benar akan tamat, aku harus memastikannya sendiri.” Jawab Kenan yang yang tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya pada Helian, sahabatanya.
“Tapi.”
“Nerissa, tunggu saja disini.” Tegas Kenan dengan penuh tekanan, Nerissa langsung mencebik tidak suka. “Tunggu disini dan jangan menangis, aku akan pulang dengan cepat. Kau mengerti?. Telepon aku jika ada hal yang mencurigakan.”
Dengan terpaksa Nerissa mengangguk meski tidak terima, Kenan mengecup kening Nerissa sekilas lalu pergi dengan cepat menerobos hujan dan memasuki mobilnya. Nerissa melihat mobil Kenan bergerak dengan cepat meninggalkan halaman.
Hembusan angin semakin kecang, suara deburan ombak terdengar keras. Nerissa tidak menyangka jika acara liburannya akan ada kejadian seperti ini, andai Nerissa tahu, mungkin dia akan memilih pergi ikut ke Hong Kong bersama orang tuanya.
Nerissa datang berlibur untuk menenangkan diri bukan untuk menambah masalah. Namun dia tidak bisa mencegah keinginan Kenan yang akan pergi memastikan kebenaran yang terjadi. Meski pembuat onar, Helian juga adalah sahabatnya sekaligus adik dari Endrea.
Suara deburan ombak terdengar semakin keras bersamaan dengan angin yang menimbulkan getaran kecil di kaca jendela.
“Kenapa dingin sekali” Nerissa memeluk tubuhnya sendiri dan mengusap-ngusap lengannya, gordeng di jendela bergerak-gerak tertiup angin karena salah satu jendela kembali terbuka.
Dengan langkah cepat Nerissa beranjak kembali dan berlari, di raihnya gagang jendela dan menutupnya kembali, pandangan Nerissa tertuju ke arah lautan, di ambilnya teropong yang tergeletak di atas meja. Nerissa melihat ke tengah lautan, memperhatikan orang-orang mulai berdatangan.
Api yang semula berkobaran sudat tidak terlihat lagi, hanya menyisakan banyak tim penyelamat yang berusaha mengangkat beberapa orang yang mati tenggelam dan hilang.
Terlihat jelas ada pesawat yang bergerak menuju lautan, tidak akan lama lagi kejadian ini akan menjadi berita utama. Nerissa yakin.
Kening Nerissa mengerut, teropong di tangannya turun perlahan. Napas Nerissa tetahan seketika karena melihat sekelebat bayangan yang sangat nyata, Nerissa melihat seseorang terbanting dari lautan oleh ombak dan terjatuh ke lantai kayu di depannya. “KENANN!!” Nerissa menjerit ketakutan.
Teropong di tangan Nerissa terjatuh ke lantai..
Cepat-cepat Nerissa menutup gordeng dan melompat ke sofa, wajahnya bersembunyi di atas lututnya yang menekuk. Wajah cantik itu terlihat pias ketakutan dengan tangan gemetar, sesekali Nerissa melihat kearah jendela takut jika orang itu masuk ke rumah.
“Aku tidak mengunci pintu” kekhawatiran dan ketakutan Nerissa semakin bertambah ketika dia menyadari bahwa dia lupa mengunci pintu. Dengan sisa-sisa keberaniannya Nerissa perlahan turun dari sofa lagi dan merangkak di lantai seperti bayi. Gadis itu bergerak perlahan menuju pintu kaca hendak menguncinya.
“Apa yang barusan jatuh itu?. Apakah elien?.” Gumam Nerissa yang kini rasa penasarannya mengalahkan rasa ketakutannya. Nerissa sedikit mengintip melihat keluar dan baru menyadari bahwa apa yang telah di lihatnya adalah manusia yang kini terbarik tidak jelas di sisi pagar dan kehujanan.
“Apa dia mati?” fikir Nerissa yang mengintip orang di luar itu masih tidak bergerak di bawah guyuran hujan yang semakin deras, Tuhan seakan tengah memuklinya dengan tetesaan hujan agar dia bangun.
Nerissa terdiam dalam kebimbangan dan hanya melihat hingga beberapa menit lamanya, gadis itu tengah berpikir keras dengan apa yang harus dia lakukan. “Bagaimana jika itu salah satu penjahat dari kapal itu?, aku harus melihatnya dan segera menelpon polisi.”
Perlahan Nerissa bangkit dan berlari mengambil payung, ada banyak keraguan dan rasa takut yang membuat Nerissa sempat berpikir ulang untuk mengurung diri di kamar sampai Kenan datang. Namun Nerissa takut, jika orang di luar berbuat kejahatan sebelum Kenan datang.
Lebih menakutkannya lagi jika Nerissa membiarkan orang baik-baik terluka di bawah guyuran hujan hingga orang itu meninggal.
Nerissa membuka pintu, hembusan angin langsung menggerakan gaun tidur dan rambutnya, kaki telanjang Nerissa melangkah di atas lantai kayu dan perlahan mendekat.
Tubuh Nerissa menegang, matanya membulat sempurna melihat seorang pria berkulit putih bak pualam, tubuh indahnya yang terpahat sempurna tidak memakai sehelai benangpun sehingga luka-luka di punggung dan kakinya terlihat jelas mengeluarkan darah segar.
“KENAN!!” Teriak Nerissa di antara hujan, “ADA BINTANG PORNO!.”
Genggaman Nerissa di gagang payung langsung terlepas, tubuhnya ambruk karena tarikan kuat Zuko di kakinya. Teriakan keras Nerissa yang seperti petir berhasil membangunkan Zuko kembali.
Genggaman Zuko pada pergelangan kaki Nerissa semakin kuat dan menariknya. Nerissa terjatuh ke lantai kayu, dalam gerakan cepat Zuko menindih Nerissa dan mencekiknya. Nerissa tidak mampu melawan maupun berteriak meminta tolong, semua yang dia rasakan sekarang adalah rasa ketakutan yang teramat hebat melihat Zuko menyerangnya seperti seekor fredator.
Tubuh Zuko merendah membalas tatapan tajam Nerissa yang tidak mampu berbicara, lidahnya seakan terbelit hingga dia lupa bagaimana caranya berbicara.
Wajah Zuko semakin mendekat membuat Nerissa bisa melihat kedua bola mata pria itu memiliki warna yang berbeda. Mulut Zuko perlahan terbuka, dalam satu tarikan nafas panjangnya dia menarik cahaya dari dalam mulut Nerissa.
To Be Continue...