Pulang

1008 Kata
Waktu menunjukkan pukul 19.00 malam dan Lola baru pulang dari pantai. Lola sudah sangat lelah dan ingin cepat-cepat sampai ke kamarnya. Namun, ponselnya terus berdering sampai berkali-kali. Orang yang menelpon Lola adalah Zainuddin Hamza alias Zen, sahabatnya sendiri. Karena panggilan tersebut terus mengganggu Lola, Akhirnya Lola mengangkat telepon tersebut. Lola berbicara dengan Zen melalui sambungan telepon sambil berjalan menuju ke kamarnya. “Ngapain sih Zen nelpon melulu dari tadi,” ucap Lola melalui sambungan telepon. “Dari kemarin aku udah berusaha hubungi kamu tapi gak kamu bales. Aku udah ratusan kali chat kamu tapi gak ada satupun yang kamu bales. Jadi jangan salahin aku kalau aku telpon kamu berkali-kali,” ucap Zen. “Sorry ya Zen soalnya nomer kamu aku bisukan jadi aku gak tahu kalau ada pesan masuk. Habisnya kalau gak aku bisukan nanti kamu pasti ganggu-ganggu aku terus,” batin Lola. “Emangnya ada apa sih Zen?” tanya Lola. “Kamu gak usah pura-pura gak tahu deh. Kamu kan janji mau kasih surat keterangan sakit tapi kok malah gak ada kabar. Kemarin aku ke rumah kamu terus kata satpam di rumah kamu, kamu udah pergi ke Bali. Bisa-bisanya ya bohongin aku,” ucap Zen. “Maaf Zen bukannya aku bohong tapi aku beneran lupa,” ucap Lola. “Bisa-bisanya ya kamu lupa sama hal penting kayak gini. Untung aja pak Hendra percaya kalau kamu beneran sakit,” ucap Zen. “Ya Iyalah Pak Hendra percaya soalnya kamu kan mahasiswa teladan di kampus. Apa yang keluar dari mulut kamu pasti semua orang di kampus percaya,” ucap Lola. “Berhubung izinku udah terima, berarti gak perlu lagi lah kita bahas soal surat keterangan sakit itu. Btw, udahan dulu ya. Aku buru-buru nih,” pungkas Lola menutup telepon dengan Zen. “Halo, halo!,” Zen kesal karena Lola sudah menutup ponselnya. Di Lift Meskipun telponnya dari Zen sudah ditutup, tetapi Lola masih terpaku dengan ponselnya. Lola berjalan ke dalam lift sambil menatap layar ponselnya. Saat berada didalam lift hotel, lagi-lagi Lola bertemu dengan Sela. Tak sendirian, Sela bersama dengan kedua temannya yang tadi diajak ke pantai. “Lola, kamu nginep di hotel ini juga?” tanya Sela pada Lola yang fokus dengan ponselnya. “Eh ada kak Sela. Iya kak aku nginep di hotel ini juga,” ucap Lola. “Kok gak bilang-bilang sama aku?” tanya Sela. “Iya kak soalnya aku gak tahu kalau kak Sela juga nginep di hotel ini,” ucap Lola. “Oh iya kenalin ini temenku aku. Monica, Tere kenalin ini Lola. Dia adiknya Evan,” ucap Sela mengenalkan keduanya. “Halo,” ucap Lola bersalaman dengan Monica dan Tere. Karena khawatir akan ditanyai oleh Sela lebih banyak lagi, Lola memutuskan untuk bergegas pergi setelah pintu lift terbuka. “Kak, aku duluan ya. Aku buru-buru soalnya,” ucap Lola segera pergi meninggalkan lift. “Dia kenapa sih Sel? Kelihatannya kok gugup banget pas ketemu kamu,” ucap Monica berjalan beriringan keluar dari lift. “Aku juga gak tahu. Kemarin pas ketemu di pesawat dia juga kelihatan gugup dan gak nyaman,” jawab Sela. “Seperti ada yang dia sembunyikan dari kamu ya Sel,” ucap Monica. “Kali ini aku setuju sama Monica,” ucap Tere. “Mungkin dia lagi banyak pikiran kali,” ucap Sela. ****** Sebenarnya Dinda masih ingin menikmati keindahan Bali lebih lama, tetapi karena kesibukannya serta kesibukan Evan yang padat membuatnya tak bisa berlama-lama liburan. Oleh sebab itu, mereka memutuskan untuk pulang lebih cepat. Karena Dinda dan Evan pulang, mau tak mau Lola juga harus ikut pulang. Hal ini karena Evan tak mengizinkan Lola sendirian di Bali. Meskipun Lola sudah dewasa tetapi Evan tak mau terjadi apa-apa pada Lola jika ia meninggalkannya sendirian di kota orang. Kini Evan naik mobil yang sama dengan Lola dan Dinda untuk sama-sama menuju bandara. “Kamu masih flu beb? Kok dari kemarin pakai masker terus,” ucap Dinda. “Udah lumayan sih gak separah kemarin. Aku tetep pakai masker biar gak nularin kamu. Aku gak mau kamu ketularan flu,” ucap Evan. “Iya kak. Mending kak Dinda duduknya jauhan deh dari kak Evan siapa tahu virusnya menempel hahaha,” ucap Lola yang duduk di jok belakang. Bukannya menjauh, Dinda malah semakin mendekat pada Evan. Dinda memegang tangannya dan bersandar di bahunya. “Kamu dikasih tahu suruh menjauh kok malah mendekat sih beb,” ucap Evan. “Biarin. Sebenarnya aku masih kangen banget sama kamu. Selama beberapa bulan kemarin, kamu kan sibuk sampai-sampai kita ketemunya sebulan sekali. Sekarang kita liburan tapi juga cuma sebentar,” ucap Dinda. “Maaf ya kalau aku jarang ada waktu buat kamu tapi kamu jangan khawatir, kedepannya aku bakal lebih banyak meluangkan waktu buat kamu. Aku janji deh kapan-kapan kita liburan lagi kalau ada kesempatan,” ucap Evan. Setelah 30 menit perjalanan, mereka akhirnya sampai di Bandara. Namun, Evan memilih naik pesawat yang berbeda dengan Dinda. “Sudah sampai mas mbak,” ucap supir. Setelah keluar dari mobil, Evan mengajak Lola bergegas naik pesawat. Sementara itu, Evan meminta Dinda memesan tiket pesawat sendiri. “Kak Evan udah pesen tiket belum?” tanya Lola. “Udah lewat online,” ucap jawab Evan. “Aku juga kan beb?” tanya Dinda pada Evan. “Maaf ya beb, aku cuma pesan 2 tiket. Soalnya aku kira kamu udah beli tiket sendiri,” ucap Evan. “Kamu gimana sih beb. Kita pulangnya kan bertiga masa kamu gak mesenin aku tiket juga,” ucap Dinda kesal. “Sorry ya beb. Kamu pesen tiket lagi aja nanti aku transfer uangnya,” ucap Evan. “Kamu pikir aku gak mampu beli tiket sendiri? Bukan itu yang aku permasalahkan. Aku kan pengen naik pesawat bareng kamu beb. Kalau aku baru pesen tiket pesawat sekarang bisa-bisa udah kehabisan," ucap Dinda. "Beb, besok kan kita bisa ketemu lagi. Kamu pesen tiket pesawat sendiri ya," ucap Evan. "Ya udah deh tapi besok kita ketemu ya," ucap Dinda. "Iya, besok kita ketemu. Sekarang kamu pesen tiket pesawat dulu. Aku sama Lola mau naik pesawat," ucap Evan. "Ya udah kalau gitu aku ke beli tiket dulu ya," ucap Dinda.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN