Bab 3-You are in danger, Sora!

1322 Kata
Sora dan kedua temannya asyik menari di lantai dansa. Ini bukan kali pertama bagi mereka. Dan ini merupakan salah satu hal yang paling disukai oleh mereka - khususnya Sora dan Fika. "Hello, girl," sapa seorang pria asing di depan Sora. Sora memilih berbalik, enggan menanggapi laki-laki tersebut. Ia kembali asyik menari mengikuti alunan lagu memekakkan telinga bersama dua temannya. Mereka bahkan harus setengah berteriak agar lawan bicaranya mendengar ucapan mereka. Suasana begitu riuh, alunan musik terdengar memenuhi gendang telinga. Belum lagi pencahayaan di dalam ruangan itu sangat minim sehingga mereka tak bisa melihat dengan jelas pergerakan bibir lawan bicara mereka. Di antara ketiga gadis itu, hanya Ayla yang masih memiliki kesadaran nyaris normal. Kedua sahabatnya sudah setengah teler akibat minuman yang mereka teguk tepat sebelum terjun ke lantai dansa. Di tengah hiruk-pikuk lantai dansa, tanpa sengaja mata Ayla melihat seseorang yang sedang memperhatikan mereka dengan saksama. Sosok itu tampak tidak asing. Namun Ayla ragu, di mana ia pernah bertemu dengan orang tersebut. 'Cowok itu kayaknya nggak asing.' Ayla menyipitkan matanya guna mempertajam ingatannya. "Ay, kenapa sih malah bengong? Kayak lihat hantu aja," canda Fika. Ucapan Fika tersebut disambut tawa menggelegar oleh Sora yang mendengarnya. "Kayak ketahuan bapaknya kalo dia lagi party, padahal izinnya keluar buat ngerjain tugas," sahut Sora setelah usai dengan tawanya. Mendengar ucapan Sora, tiba-tiba saja Ayla seperti merasakan ada sengatan kecil di otaknya. Ia mendadak menoleh ke arah Sora, dan seketika ia teringat suatu momen di mana ada Sora di dalamnya. Dengan pupil mata melebar, Ayla langsung memukuli bahu Sora dengan heboh. "Ra, I think you're in danger!" "Hah? Apa? Ngomong apa sih, Ay? Nggak jelas amat. Sakit tahu!" protes Sora dengan setengah teler. "Ish! Itu lihat! Suami kamu ada di sini!" seru Ayla. "Ish, berhenti dulu! Sora, ada suami kamu di sini!" teriak Ayla. Sontak, gerakan kaki Sora berhenti total. Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat, seakan ingin mengumpulkan kesadarannya yang masih tersisa. "Apa? Kamu lihat siapa?" "Oh my God, Ra! Dia di sini!" Fika ikut berseru. Ia sudah lebih dulu melihat keberadaan 'pria itu' di banding Sora. Sora yang sudah terlanjur berada di bawah pengaruh alkohol masih saja kesulitan merespons ucapan kedua sahabatnya. "Ay, mending kita kabur nggak sih?" "Tapi Sora gimana? Mending kita bantu-" "Jangan ikut-ikut kalau soal rumah tangga! Kita bantu jalur belakang aja!" Sora memincing menatap dua sahabatnya. "Kalian ngomongin apa, sih?" Sora menyipitkan matanya, berusaha melihat jelas pria yang di maksud temannya sampai tubuhnya membeku bertepatan tatapan matanya beradu dengan Ersya yang terus berjalan ke arahnya. “s**t! Kok bisa! I-itu memang Ersya!” Sora tak habis pikir, Ersya bisa mengetahui dirinya ada di sana. Apa yang harus Sora lakukan? Bersikap tenang menghadapi Ersya, atau melarikan diri. "Ay, ayo pergi aja!" Fika mengajak Ayla pergi. Takut terkena imbas amarah Ersya yang memergoki mereka sedang berada di kelab. Melihat reaksi Ayla yang tak kunjung menyahut, Fika berniat menarik lengan gadis itu. Namun, Sora dengan cepat menghalangi. "J- jangan tinggalin aku sendirian!" pinta Sora. "Kalau urusan yang beginian, sorry, Ra, kita nggak ikut-ikut,” ujar Fika. Ia kembali menarik lengan Ayla untuk pergi bersamanya. "Ay! Fika!" teriak Sora. Ia hendak menyusul. Namun, belum sempat gadis itu merealisasikan keinginannya, lengannya sudah lebih dulu ditahan oleh sebuah tangan yang kokoh. Sora sontak menoleh. Wajahnya langsung berubah menegang saat ia tahu siapa yang memegangi lengannya. "Kamu kok bisa ada di sini?" Sora berusaha menutupi rasa takutnya meski suara yang terlontar sekarang seperti tercekat. Hanya sesaat, egonya terlalu tinggi - ia tak mau tampak seperti pengecut di hadapan Ersya. Jadi, ia putuskan untuk membuang jauh-jauh rasa takutnya terhadap Ersya yang telah memergokinya. "Mana sahabat kamu yang lagi tunangan itu?" sindir Ersya - abai terhadap pertanyaan Sora sebelumnya. Sora menghentak-hentakkan kakinya. Ia ketahuan bohong. Namun, kenapa juga ia harus takut? "Iya iya aku bohongin kamu. Ya lagian mau jalan sama teman aja susah sekali izinnya. Aku sudah dewasa, punya kehidupan sendiri. Kamu nggak bisa dong ngatur-ngatur aku seenaknya gitu!" Bukannya meminta maaf atas kesalahannya, Sora malah balik protes. Ersya menghela napas panjang, "ayo pulang!" "Nggak! Enak aja! Jam sembilan aja belum ada. Kayak anak SMP aja jam segini harus pulang," tolak Sora. Merasakan ada yang aneh pada gadisnya, Ersya pun mendekatkan wajahnya. Ternyata indera penciumannya tidak salah. Mulut gadis itu beraroma sesuatu yang cukup pekat. "Mau pulang sekarang atau perlu aku paksa?" ancam Ersya. Kesabaran pria itu tampaknya sudah semakin menipis. Sora berdecak. Ia mengalihkan tatapannya sembari melipat tangan di depan dadanya. "Kayak bisa aja maksa aku!" Ia menjeda ucapannya, sambil kembali menatap Ersya. "Udah sana kamu pulang aja! Aku bakal pulang kok. Tapi nanti kalau aku udah puas di sini." Sora salah telah meremehkan Ersya. Meski lelaki itu punya kesabaran seluas samudera untuk Sora, tetapi bukan berarti Ersya tidak berani pada gadis itu. Biar bagaimana pun, Ersya adalah laki-laki. Ia adalah suami Sora yang bertanggung jawab penuh atas gadis nakal itu. Tanpa pernah Sora duga, Ersya melakukan tindakan yang tegas. Satu perbuatan yang menyentaknya. Saat Ersya beringsut maju. Tap! "Aaaarrgh! Kamu apaan sih?!" Sora berteriak nyaring saat tubuhnya diangkut seperti sekarung beras oleh sang suami. Keributan yang Sora ciptakan, ia yang terus berusaha untuk lepas dari tindakan Ersya, justru menarik perhatian pengunjung lain. Seumur hidup, Ersya tidak pernah mempermalukan dirinya seperti sekarang. Gadis ini benar-benar pembuat masalah dalam hidupnya. "Bang, mau nyulik cewek ini?" tegur seorang pengunjung yang tadi sempat menggoda Sora sebelum Ersya datang. Segera mendekat pada mereka. "Dia istri saya. Jadi, minggir!" usir Ersya. "Nggak! Dia bukan suami saya. Tolong!" teriak Sora berusaha meminta pertolongan. Gadis itu juga memukuli punggung Ersya. Namun Ersya masih tak bereaksi apa pun seolah sama sekali tak merasakan efek pukulan Sora. "Ersya, lepas! Turunkan aku!” "Bang, dia minta dilepasin!" ucap lelaki tadi. "Apaan nih ribut-ribut?" tanya pengunjung yang lain. Tak mau ambil pusing dengan orang-orang di sana, Ersya memilih untuk segera membawa Sora pergi dari sana. Namun, ternyata tidak semudah itu. Lelaki tadi sepertinya memang tertarik pada Sora. Ia bahkan berani menahan lengan Ersya hingga Ersya terpaksa kembali menoleh. "Mas, Mas, plis tolong saya! Saya nggak mau pulang bareng orang gila ini," pinta Sora mulai berdrama. Ersya kembali menghela napas dalam. "Lepasin dia atau gue pukul lo?!" ancam pria asing itu. "Pukul?" beo Sora. Walau dikenal sebagai gadis trouble maker, tapi Sora paling tidak suka melihat kekerasan di depan matanya. 'Tapi, Ersya nggak bisa berantem juga, kan? Dia pasti bakal takut dan ngelepasin-' "Ahhhh!" Sora menjerit kaget. Tanpa menurunkan Sora, Ersya menggunakan satu kakinya untuk menendang pria yang sempat menahannya. Hal itu tak ayal membuat suasana di sekitar mereka menjadi senyap. Semua mata langsung tertuju ke arah ketiganya. Gila. Ini benar-benar gila. Sora tidak tahu kalau Ersya akan berani melawan. Apalagi dalam keadaan menggendong Sora seperti saat ini. "b*****t! Berani lo?!" sentak pria yang Ersya serang. Lelaki itu kini berusaha dipegangi oleh dua pengunjung yang lain, untuk mencegah pertikaian yang semakin menjadi. "Bang, kalau mau buat masalah jangan di sini! Apalagi lo kelihatannya bukan anak club banget. Jadi jangan macam-macam di sini!" ujar pengunjung lain pada Ersya, dengan nada sengit. "Saya tidak peduli. Saya hanya sedang memberi pelajaran pada pria sok tahu yang sudah berusaha menggoda istri saya," balas Ersya dingin. Lelaki itu kembali berniat pergi. Namun, lagi-lagi seseorang berhasil menahan lengannya. "Bang—“ Belum sempat orang itu bicara, tangannya yang mencekal lengan Erysa sudah lebih dulu ditepis oleh sebuah tangan besar. Dua pria berpakaian hitam berdiri di samping Ersya entah sampai kapan. Bahkan Sora yang berada di gendongan Ersya pun tak menyadari keberadaan mereka sebelumnya. "Bereskan semuanya!" ucap Ersya dengan nada dingin pada dua pria berbadan besar itu. "Baik, Bos!" jawab mereka kompak. Sora menelan salivanya dengan kasar saat menyadari apa yang sedang terjadi saat ini. Sampai-sampai ia tidak lagi berkutik. Apa ia tidak bermimpi? Apa ini pengaruh alkohol yang ia minum sehingga ia bisa berhalusinasi? Sejak kapan Ersya jadi sosok yang mengerikan seperti ini? Sejak kapan Ersya bisa marah? Sepertinya ucapan Ayla beberapa saat yang lalu benar. You are in danger, Sora! Benar-benar dalam masalah besar!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN