Marife yang sedang menyulam dikagetkan oleh kedatangan Susan yang tiba-tiba.
"Susan ada apa?"
Susan berusaha mengatur napasnya dan menatap sedih pada Marife.
"Sekarang kamu harus ikut aku ke rumah sakit."
Susan menarik-narik tangan Marife, tapi Marife tidak mau beranjak dari kursinya.
"Ayo Marife!"
"Tapi kenapa aku harus pergi ke rumah sakit?"
Susan tetap diam hanya menarik-narik tangan Marife
.
"Susan,"teriaknya.
"Maafkan aku, Marife!"
"Sebenarnya ada apa?"
"Marife, ini tentang Pak Zachary."
"Zach? Ada apa dengannya?"
"Pak Zachary mengalami kecelakaan."
Marife terdiam dan tubuhnya tidak bergerak. Sulaman yang berada di tangannya jatuh. Matanya mulai berkaca-kaca. Air matanya mulai mendesak keluar.
"Tubuh Pak Zachary terkena pecahan kaca. Sekarang dia ada di rumah sakit. Kamu harus segera ke sana."
"Itu bohong kan?"
"Aku tidak bohong. Itu benar."
Marife merasakan kakinya lemas dan rasanya akan jatuh ke lantai. Ia menahan tubuhnya pada kursi, lalu salah satu tangannya diletakkan di dadanya seolah-olah bisa menghentikan debaran jantungnya yang bertalu-talu kencang. Air matanya mulai menetes-netes. Susan langsung memeluk Marife dan akhirnya menangis dipelukan Susan. Dengan mata sembap Marife tiba di rumah sakit dan segera menemui Zachary di ruang perawatan. Ia langsung memeluk Zachary yang masih tertidur. Kedua matanya diperban dan ia menangis. Lucia menarik Marife.
"Sudah Marife. Pak Zachary pasti akan baik-baik saja,"hibur Lucia.
Edward yang baru tiba masuk ke ruang dokter dan menjelaskan kondisi Zachary.
‘Kami sudah berhasil mengeluarkan semua pecahan kaca dari tubuhnya. Untungnya pecahan kaca tersebut tidak sampai melukai organ vitalnya sehingga anak Anda bisa selamat."
Edward mendesah lega.
"Tapi...."kata dokter itu dengan memasang wajah sangat cemas.
"Tapi apa?"
"Kemungkinan besar anak Anda akan menjadi buta."
"Apaaa?!"
"Kornea matanya rusak terkena pecahan kaca. Satu-satunya cara untuk sembuh adalah melakukan pencangkokan kornea mata, tapi daftar tunggunya sangat panjang saat ini sudah ada 150 ribu orang yang menunggu donor korena mata."
Edward terlihat pucat dan tubuhnya menjadi sangat lemas.
"Apa tidak ada cara lain untuk menyembuhkannya?"
"Maaf. Tidak ada."
Edward dan Pak Rian keluar dari ruang dokter dengan wajah sedih.
"Tuan?"tanya Pak Rian sedih.
"Aku tidak tahu harus mengatakan apa pada Marife tentang kondisi Zachary sekarang. Pasti gadis itu akan sangat sedih. Kenapa semua ini terjadi ketika mereka akan memulai hidup bahagia?"
Edward meneteskan air matanya.
"Bawa aku menemui Zachary!"
"Baik Tuan."
Pak Rian mendorong kursi rodanya dan membuka pintu kamar. Lucia memberi salam pada Edward dan Marife terlihat sedang membelai kening Zachary yang masih belum sadarkan diri dengan tatapan sedih.
"Pak Edward."
Marife memberi salam kepadanya.
"Jangan panggil aku Pak. Sebentar lagi kamu dan Zach akan menikah. Jadi panggil aku, Ayah."
"A-ayah."
Edward tersenyum.
"Apa dia masih belum sadar?"
"Belum."
"Ada apa Marife? kamu terlihat bingung dan sedih."
"Apa pernikahan kami akan tetap berjalan seperti rencana semula atau pernikahan kami diundur sampai Zach benar-benar sembuh?"
"Tidak. Pernikahan kalian akan berjalan sesuai rencana tidak ada perubahan. Marife, apa kamu mencintai Zach?"
"Tentu saja aku mencintainya."
"Apa pun keadaannya sekarang?"
"Iya. Apa pun keadaannya."
"Syukurlah kalau begitu. Marife, ada yang ingin aku katakan padamu tentang kesehatan Zach sekarang?"
"Apa yang dokter katakan pada Ayah?"
Edward menggenggam tangan Marife dengan kuat.
"Marife, Zach sekarang sudah tidak bisa melihat lagi."
Lucia dan Susan menutup mulutnya karena terkejut dan Marife mulai meneteskan air matanya lagi.
"Tidak mungkin. Itu tidak mungkin.Tidak. Tidak."
Marife mengeleng-gelengkan kepalanya. Ia mendekap dadanya dan jantungnya berdetak sangat kuat. Napasnya terasa sesak menyumbat tenggorokannya.
"Pasti itu bohong kan? Katakan pasti itu bohong."
Marife jatuh terduduk dilantai dan menangis dengan tersedu-sedu. Susan mendekati Marife dan menepuk-nepuk punggungnya.
"Sebaiknya bawa pergi dulu Marife dari sini,"perintah Edward.
"Ayo Marife!"
Susan membantu Marife berdiri yang masih menangis. Di luar kamar mereka duduk disalah satu bangku yang ada di lorong rumah sakit. Susan pergi membeli makanan dan minuman untuk Marife. Lucia keluar dari kamar dan melihat Marife sedang tertunduk sedih. Lucia duduk di sampingnya.
"Kamu harus kuat. Saat ini Pak Zachary sangat membutuhkan dirimu. Pasti dia akan sangat sedih matanya tidak bisa melihat lagi."
"Aku tahu, tapi aku merasa tidak bisa berbuat apa-apa untuknya."
"Jangan berkata seperti itu. Dukungan dan cintamu sangat membantunya. Lagi pula Pak Zachary kemungkinan bisa melihat lagi."
"Eh apa maksud Anda?"
"Asal Pak Zachary mempunyai donor kornea mata pasti akan dapat melihat lagi. Sayangnya saat ini masih belum ada dan kita tidak tahu kapan akan mendapatkan donor kornea untuk matanya, tapi setidaknya kita masih ada harapan."
Susan datang membawa makanan kecil dan minuman untuk Marife.
"Ini minumlah! Itu akan membuatmu lebih baik."
Susan kemudian melirik Lucia.
"Nona Lucia wartawan di depan rumah sakit sangat banyak mereka ingin mengetahui perkembangan kesehatan Pak Zachary."
"Aku akan segera mengurus ini dengan Pak Edward. Kami sepakat untuk mengadakan konferensi pers. Kalau begitu aku permisi dulu."
Tidak lama Edward pun keluar bersama dengan Pak Rian. Marife memberi salam dan pergi meninggalkan Marife dan Susan.
***
Marife dan Susan tertidur di bangku dan dikagetkan oleh teriakan Zachary. Mereka berdua saling pandang dan segera masuk. Dilihatnya Zachary sedang berteriak-teriak dan menangis. Perban di matanya sudah terlepas. Susan segera memanggil dokter. Marife sangat sedih melihat keadaan kekasihnya seperti itu. Hatinya terluka. Ia pun ikut menangis.
"Zach, tenangkan dirimu! Kamu jangan seperti ini."
"Marife, kau kah itu?"
"Iya. Ini aku. Aku ada di sini."
Marife memeluk Zachary dan berusaha untuk menenangkannya.
"Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku tidak bisa melihat?"teriaknya.
Marife memandang Zachary dan menghapus air matanya.
"Matamu...."
Perkataan Marife terpotong, karena dokter sudah datang dan segera memeriksa Zachary. Susan dan Marife menunggu di luar. Setelah dokter dan perawat keluar, Marife dan Susan masuk. Zachary sedang berbaring diam di tempat tidurnya dan matanya sudah kembali diperban.
"Zach."
Marife menggenggam tangannya lalu menciumnya.
"Aku akan menunggu di luar,"kata Susan.
Marife menanggukkan kepalanya lagi dan menatap kembali Zachary.
"Kamu tidak apa-apa kan?"tanya Marife sambil mengecup keningnya.
"Kita batalkan saja pernikahan kita."
"Apa kamu bilang? Tapi Zach...."
"Kamu sudah tahukan sekarang aku buta. Aku sudah tidak pantas lagi berada bersamamu."
"Kamu jangan bilang seperti itu. Aku mencintaimu apa pun keadaanmu. Aku ingin tetap berada di sisimu, jadi jangan pernah kamu mengatakan itu lagi."
"Dengan keadaanku seperti ini mana mungkin aku bisa melindungimu."
"Dengarkan aku! Aku tidak perduli kamu buta atau tidak aku akan tetap di sisimu. Mungkin sekarang kamu tidak bisa melindungiku, tapi aku bisa melindungimu. Sekarang giliranku untuk melindungimu. Selama ini kamu yang selalu melindungiku dan satu lagi kamu sama sekali tidak merepotkanku. Zach, izinkan aku untuk berada di sisimu. Aku mohon."
Marife mengecup lembut bibirnya dan menyelimutinya dengan baik.
"Sekarang istirahatlah! Aku akan tetap di sini menemanimu."
***
Keesokan paginya, Marife membuka jendela kamarnya. Sinar matahari menyelinap masuk. Ia berdiri dan termenung. Angin berhembus mempermainkan rambutnya. Ia bergegas pergi ke rumah sakit. Sesampainya di sana, Zachary menolak untuk ditemui oleh Marife dan membuat hati gadis itu sedih. Ia duduk di depan kamarnya selama berjam-jam. Lucia merasa kasihan melihat Marife. Tatapannya selalu mengarah ke kamar.
"Aku akan menunggu di sini dengan begini aku akan merasa lebih dekat denganmu, karena aku tidak ingin berada jauh lagi darimu,"kata Marife dalam hati.
Selama beberapa hari Marife rajin menjenguk Zachary di rumah sakit meskipun hanya duduk di depan kamarnya, karena pria itu selalu menolak kedatangannya. Zachary sudah di izinkan untuk pulang. Ia masih saja menolak untuk bertemu dan berbicara dengan Marife.
Lucia merasa kasihan dan menyuruh Marife masuk dengan syarat Zachary tidak boleh mengetahui kehadirannya. Marife pun menyetujuinya. Ia pelan-pelan masuk. Zachary sedang duduk di sofa, sedangkan Lucia membereskan pakaiannya ke dalam tas. Marife hanya memandangnya dalam diam dan air matanya mulai menetes. Ia pun berlari keluar tidak ingin pria itu menyadari keberadaanya dan mendengar tangisannya.
Zachary telah tiba di rumahnya dan langsung masuk ke kamarnya. Ia tidak nafsu makan dan juga tidak bersemangat. Edward sedih melihat keadaan putranya yang seperti itu. Dua hari pun telah berlalu. Marife sudah tidak tahan lagi dengan sikap Zachary yang selalu menolak kehadirannya. Padahal mereka masih saling membutuhkan. Marife pun pergi ke rumahnya dan Edward sangat senang dengan kedatangannya dan menyuruhnya masuk ke kamar Zachary. Di dalam kamar, Zachary sedang berjalan dan beberapa kali menabrak benda-benda yang ada di sekelilingnya. Marife kemudian menolongnya.
"Marife, apa yang kamu lakukan di sini? Cepat pergi! Aku tidak membutuhkanmu."
Marife sedih, karena Zachary selalu mengusirnya.
"Ayo cepat pergi dari sini!"teriaknya.
Zachary mencengkram lengan Marife dengan kuat, lalu menyeretnya keluar kamar meskipun ia harus menabrak beberapa benda sebelum mencapai pintu. Dengan paksa Zachary mengeluarkan Marife dari kamarnya dan menutup pintunya. Zachary tidak mempedulikan permohonan Marife untuk masuk.
‘’Dengar aku! Aku akan tetap di sini dan aku akan menunggumu di sini sampai kamu mengizinkan aku masuk dan kamu keluar kamar dan aku tidak akan makan atau pun minum."
Akhirnya Marife duduk di depan kamar Zachary dan sampai malam tiba Marife masih duduk di sana. Edward dan para pelayan sangat kasihan melihatnya seperti itu. Satu hari sudah terlewati Marife masih berada di depan kamar Zachary tidak beranjak sedikit pun, tidak makan atau pun minum sama sekali. Tubuhnya sudah terlihat lemas dan akhirnya ia jatuh pingsan.
"Marife sadarlah!"kata Edward.
Edward sudah geram dengan sikap Zachary dan mengetuk pintu dengan keras.
"Zach mau sampai kapan kamu seperti ini? Sekarang Marife sudah pingsan di depan kamarmu."
Zachary merasa sangat cemas mendengar Marife pingsan akhirnya ia membukakan pintunya dan menyuruh ayahnya untuk membaringkannya di tempat tidur.
"Marife sangat mencintaimu. Biarkan dia berada di sisimu dan menjagamu.Tolong mengertilah perasaannya."
Edward keluar dari kamar dan sekarang tinggallah mereka berdua di kamar. Dengan meraba-raba Zachary berusaha untuk menyentuh Marife. Jari-jari tangannya meraba wajah gadis itu, mengecup kening Marife, lalu beralih pada hidungnya kemudian bibirnya.
"Maafkan aku, Sayang. Aku sudah membuatmu seperti ini."
Zachary mulai menciumi wajah Marife dan menghujaninya dengan ciiuman mesra.
***
Empat bulan telah berlalu. Zachary sudah terbiasa dengan kegelapan dan dia juga sudah mulai menghapal kamarnya sehingga dia tidak menabrak lagi barang-barang yang ada di sekitarnya. Ia tampak lebih ceria dan semangat. Ia senang masih ada orang yang mencintainya dalam keadaannya seperti ini. Marife begitu memanjakannya, bahkan Marife rela kegiatan syutingnya dikurangi, karena tidak ingin berlama-lama agar ia bisa menghabiskan banyak waktu dengannya. Pernikahannya kembali diundur dalam waktu yang tidak ditentukan setelah mempertimbangkan banyak hal. Jabatan direktur diganti oleh orang kepercayaan Edward. Sore itu Zachary sedang menikmati tehnya di kamar. Marife masuk dan langsung mengecup bibir Zachary.
"Marife, aku ingin bicara denganmu."
"Katakan saja apa yang ingin kamu katakan!"
"Kita menikah saja."
Marife tersenyum.
"Apa kamu serius ingin menikah denganku?"
"Iya tentu saja. Pernikahan kita sudah diundur begitu lama. Sekarang aku sudah merasa lebih baik."
"Baiklah. Kita akan menikah."
Mereka berpelukan dengan perasaan bahagia. Edward pun turut senang dengan rencana pernikahan mereka. Besok malamnya, Edward mendapat telepon dari Lucia dan mengabarkan bahwa Zachary sudah mendapatkan donor mata. Edward terkejut sekaligus bahagia. Ia menangis dan menyuruh Pak Rian untuk memberitahu Zachary kalau dia sudah mendapatkan donor mata.
Pak Rian segera pergi ke kamar Zachary dan Zachary menyuruhnya masuk.
"Ada apa?"
"Maaf Tuan. Saya ingin mengatakan kalau Anda sudah mendapatkan donor mata dan disuruh pergi ke rumah sakit untuk segera melakukan operasi."
Zachary sangat senang mendengarnya dan wajahnya nampak ceria. Ia tidak percaya akan mendapatkan donor mata secepat itu.
"Benarkah itu?"
"Iya."
Zachary segera bersiap-siap pergi ke rumah sakit dan ia penasaran siapa orang yang sudah mau mendonorkan matanya untuknya. Sesampainya di rumah sakit, Zachary bersiap-siap untuk melakukan operasi, sedangkan Edward menemui dokter di ruangannya dan menanyakan siapa orang yang sudah mendonorkan matanya untuk Zachary.
"Dia seorang wanita muda dan sudah terdaftar sebagai pedonor organ dan keluarganya juga menginginkan organ wanita itu donorkan kepada orang-orang yang membutuhkan."
Edward sangat berterima kasih pada wanita itu dan keluarganya. Zachary pun segera melakukan operasi mata dan operasi tersebut berhasil. Dokter mengatakan Zachary akan dapat melihat kembali.
"Ayah, Marife ada di mana? Dari tadi aku tidak merasakan kehadirannya."
"Marife sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Hari ini dia ada syuting di luar kota. Bersabarlah! Sebentar lagi dia datang."
Susan telah sampai duluan ke rumah sakit dan Edward langsung bertanya tentang Marife kepadanya.
"Aku tidak tahu di mana dia berada sekarang, tapi aku rasa sebentar lagi dia akan datang. Sejak dari tadi aku meneleponnya, tapi selalu tidak ada jawaban. Dia hanya mengirim pesan akan segera me rumah sakit.:
"Zachary terus menanyakannya."
"Aku akan menghubunginya lagi."
Susan menelepon Marife dan kali ini panggilan telepon dijawab oleh Marife. Ia kembali menutup panggilannya setelah bicara dengan Marife.
"Apa yang dikatakannya?"
"Dia sedang dalam perjalanan ke sini dan sebentar lagi sampai."
Edward merasa lega dan kembali masuk ke kamar.