Marife akhir-akhir ini selalu kelihatan sedih. Hatinya bagai ditusuk sebilah pisau setiap kali Zachary memandang dingin kepadanya. Dia juga sudah tidak mau bicara dan tidak mempedulikannya lagi. Is sekarang bisa merasakan betapa sangat mengerikan di benci oleh Zachary. Hatinya menangis setiap kali memikirkan pria itu membencinya.
"Marife, seharusnya kamu senang sebentar lagi akan menikah."
"Kamu benar, Susan. Seharusnya aku tidak bersedih."
"Kalau kamu tidak mencintai Luca, sebaiknya kamu membatalkan pernikahanmu dengannya. Masih ada waktu untuk membatalkannya."
"Aku tidak bisa melakukannya. Luca sudah sangat baik dan mencintaiku. Aku tidak bisa membuat dia sedih."
"Tapi kamu tidak mencintainya. Marife, apa kamu akan bahagia setelah menikah dengannya?"
"Entalah. Tapi aku akan berusaha untuk mencintainya."
"Kamu masih mencintai Pak Zachary, bukan? Apa kamu bisa melupakan cintamu padanya dengan begitu mudah? Aku hanya merasa kasihan pada Luca kalau calon istrinya tidak akan pernah mencintainya sebagai suaminya. Itu akan membuatnya lebih menderita lagi."
"Akan tetap melanjutkan pernikahan ini. Pak Zachary tidak mencintaiku dan dia membenciku."
"Terserah kamu saja."
Hari ini Marife akan mencoba gaun pengantinnya. Luca tampak begitu bahagia dengan pernikahannya. Akhirnya wanita yang dicintainya akan segera dinikahinya.
Zachary melihat undangan pernikahan Matife di atas mejanya. Dia menatap undangan itu dengan wajah sedih. Seharusnya namanya yang tertulis di undangan itu bukan Luca. Hati Zachary masih belum merelakan Marife diambil oleh pria lain. Ia yang kebetulan lewat butik pakaian pengantin terkejut melihat Marife ada di sana.
Marife sedang memakai gaun pengantin yang sangat bagus. Wajahnya kembali jadi muram dan hatinya terasa sangat sakit. Ia berharap yang menjadi mempelai prianya adalah dirinya sendiri. Zachary cepat-cepat masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan butik itu tidak ingin melihat Marife yang sedang bahagia mencoba pakaian pengantinnya.
***
Matahari mulai terbenam dan menyelimuti kota Jakarta dengan kegelapan hanya bulan yang menerangi heningnya langit malam. Zachary duduk dipinggir jendela memikirkan cintanya yang sebentar lagi akan berakhir.
"Marife,"gumamnya lirih.
Zachary menjatuhkan diri di tempat tidurnya dan tidur terlelap.
Di tempat lain, Marife yang sedang memandangi bulan semakin tenggelam dalam kesedihannya. Air mata panas mengalir di pipinya.
"Pak Zachary,"gumamnya lirih.
Zachary tidur dengan wajah yang tidak tenang. Keringat dingin membasahi keningnya. Dalam tidurnya terus memanggil-manggil nama Marife.
"MARIFEEE. JAAAANGAAAANNN!"
Zachary terbangun dengan wajah kelelahan dan mengedarkan pandangannya. Ia baru menyadari kalau sedang berada di kamarnya. Ia menutupi wajahnya dengan tangan dan napasnya tersengal-sengal.
"Ternyata itu hanya mimpi."
Zachary turun dari tempat tidurnya dan mengambil segelas air kemudian meminumnya dengan sekali minum.
"Ini tidak boleh terjadi. Aku tidak akan membiarkan Marife disentuh oleh pria lain termasuk anak itu. Marife adalah milikku hanya milikku."
Kemarahan dan kecemburuan Zachary sudah membuatnya jadi gila. Ia menjadi gelisah dan tidak tenang. Deru adrenalinnya semakin meningkat, kemudian ia menelepon seseorang.
"Alba, ini aku. Aku ingin meminta bantuan padamu."
***
Dua hari kemudian
Hari ini adalah hari pernikahan Marife dan Luca. Marife sudah memakai gaun pengantinnya dan ia diselimuti oleh kegugupan begitu pun juga dengan Luca. Marife duduk di depan cermin sambil mengamati dirinya yang sebentar lagi akan menjadi istri dari Luca.
"Marife, sebentar lagi upacara pernikahanmu akan segera dimulai. Bersiap-siaplah,"kata Susan.
"Baik."
Susan kembali menutup pintu dan Marife duduk kembali di depan cermin dan tiba-tiba di pikirannya terlintas Zachary
"Aku harus melupakan dia. Kenapa disaat begini aku malah memikirkannya?"
Marife duduk melamun di kursinya dan tidak menyadari seseorang masuk. Pria itu mendekati Marife dan menyentuh bahunya. Ia terlonjak kaget.
"Anda."
Para tamu sudah menempati tempat duduk masing-masing dan Luca sudah berdiri di depan altar. Susan pergi untuk menjemput Marife. Setelah Susan tiba di ruang ganti pengantin, Marife tidak ada dan tidak ditemukan di mana pun. Susan menjadi panik dan memanggil Pak Joni untuk mencari Marife.
Luca menunggu gelisah, karena Marife belum muncul juga. Para tamu juga sudah mulai gelisah, lalu Pak Joni mendekati Luca dan membisikkan sesuatu padanya. Raut wajahnya berubah kaget, kemudian mereka berdua meninggalkan altar. Para tamu menjadi keheranan, apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Apa yang telah terjadi?"tanya Luca.
"Aku juga tidak tahu. Tiba-tiba Marife menghilang,"kata Susan.
"Tapi bagaimana Marife bisa hilang?"
"Aku tidak tahu."
Kemudian mereka masuk ke ruang ganti dan Luca menemukan setangkai bunga mawar merah di depan cermin. Luca mengambil bunga itu dan dia menjadi marah. Ia mengepalkan tangannya menahan amarahnya.
"Orang itu sudah mengambil Marife."
"Eh,"kata Susan dan Pak Joni.
"Marife sudah di bawa pergi oleh penggemar rahasianya."
"Apaaa?!"seru Susan dan Pak Joni secara bersamaan.
Wajah Susan berubah terkejut dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya, karena Susan sudah tahu siapa mawar merah yang sebenarnya.
"Jangan-jangan orang itu yang telah mengambil Marife,"kata Susan.
"Susan, apa kamu sudah tahu siapa penggemar rahasia Marife?"
Susan menganggukkan kepalanya.
"Bisakah kalian menceritakan padaku apa yang sebenarnya telah terjadi di sini?"
Pak Joni, pelatih akting Marife menatap Luca dan Susan bergantian menuntut penjelasan.
"Pak Zachary sudah menculik Marife."
"Apaaa?!"seru Pak Joni tak percaya.
"Mawar merah adalah Pak Zachary,"kata Luca.
"Aku tidak percaya Zachary melakukan ini,"kata Pak Joni.
Mereka bertiga saling berpandangan satu sama lain.
"Sekarang apa yang kita lakukan? Kamu tidak mungkin menikah tanpa mempelai pengantin wanita kan?"kata Pak Joni.
"Iya. Anda memang benar,"kata Luca
"Sebaiknya Anda mengatakan pada para tamu kalau calon pengantin wanitanya telah diculik oleh orang yang tidak dikenal. Kita tidak mungkin mengatakan kalau Zachary Adhipramana yang telah menculiknya."
"Iya. Anda benar."
Tiba-tiba orang tua Luca datang untuk mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi, lalu Luca menceritakan semuanya pada orang tuanya dan mereka sangat terkejut. Mau tidak mau mereka harus menunda pernikahannya. Pak Joni memberitahu kepada para tamu undangan dan juga wartawan pernikahan Marife dan Luca di batalkan, karena Marife telah diculik. Mereka semua terkejut.
Luca melarang melaporkan ini pada polisi, karena dia mengatakan pada mereka kalau dia mengenal siapa orangnya, kemudian mereka pulang dengan rasa kecewa yang mendalam terutama Luca. Perasaannya sekarang campur aduk. Perasaan marah, kecewa, dan juga sedih.
"Kenapa dia melakukan ini? Kenapa dia membawa pergi Marife dariku?"
Luca memukul kasurnya dan air mata jatuh di kedua sudut matanya.
***
Mobil hitam terus melaju kencang di sepanjang jalan kota Jakarta. Marife berusaha untuk keluar dari mobil, tapi Zachary menahan Marife untuk tidak melakukannya. Marife terus memberontak dan memukul-mukul Zachary. Wajahnya sudah dibasahi oleh air mata.
"Marife, apa kamu tidak bisa diam sebentar? Sebentar lagi kita akan sampai dan aku akan menjelaskan semuanya padamu."
"Sebenarnya Anda mau membawa aku kemana? Ini hari pernikahanku. Aku harus segera kembali. Mereka sedang menungguku."
"Hari ini tidak akan ada pernikahan."
"Kenapa Anda melakukan semua ini?"
"Karena aku tidak ingin kamu menikah dengannya."
"Tapi kenapa?"
Zachary diam tidak menjawab dan Marife kembali memukul lelaki itu
"Aku benci. Aku benci Anda."
"Tolong berhenti di sini!"kata Zachary kepada Alba.
Mobil itu berhenti di pinggir jalan.
"Bisakah kamu keluar dulu? Aku ingin bicara berdua dengannya."
"Baik,"kata Alba.
"Marife sudah kamu jangan menangis lagi? Aku tidak ingin melihatmu menangis."
Zachary dengan lembut menghapus air mata Marife dengan ibu jarinya.
"Sebenarnya apa Anda inginkan dariku?"
"Aku tidak ingin kamu menikah dengan Luca."
"Kenapa?"
Alrico mengambil napas dalam-dalam.
"Karena aku tidak ingin kamu menjadi milik pria lain. Aku mencintaimu."
Marife sangat kaget mendengar pengakuan Zachary.
"Tadi Anda bilang apa?"
"Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Aku tidak ingin kehilanganmu dan aku juga tidak rela pria lain menyentuhmu. Kamu satu-satunya wanita di dunia yang membuat jantungku berdebar-debar dan kamu juga satu-satunya alasanku untuk hidup. Hidup tanpamu tidak ada artinya dan hidupku akan kesepian. Aku mencintaimu sejak lama dan ingin mengatakan semua perasaanku padamu pada saat yang tepat, tapi kamu malah membenciku dan aku kehilangan semua harapanku kalau kamu akan mencintaiku. Akhirnya aku memutuskan untuk menikah dengan Marcelina. Aku menyadari kalau pernikahanku dengannya adalah sebuah kesalahan makanya aku membatalkan pernikahanku."
Marife terus menatap Zachary dan ia masih belum percaya dengan semua yang dikatakannya. Zachary membelai lembut wajah Marife dan menatapnya dengan pandangan penuh cinta.
"Marife, aku adalah mawar merah."
Zachary menunggu reaksi dari Marife dengan gelisah, kemudian Marife tiba-tiba memeluknya dan menangis dipelukan lelaki itu.
"Akhirnya Anda mengatakannya juga padaku. Aku sangat senang. Sudah lama aku ingin berterima kasih pada Anda atas semua yang Anda lakukan selama ini kepadaku."
Marife melepaskan pelukannya dan menatap Zachary dengan wajah penuh air mata. Ia membelai pipi Zachary, lalu mengecupnya. Zachary yang tiba-tiba mendapatkan kecupan dari Marife tidak bergerak sama sekali. Tubuhnya membeku. Marife tersenyum lembut padanya.
"Sebenarnya sudah sejak lama aku sudah tahu kalau mawar merah itu adalah Anda."
Sekarang giliran Zachary yang terkejut.
"Sejak kapan kamu tahu?"
"Sejak aku mendapatkan sebuah penghargaan. Anda menuliskan sebuah pesan kalau Anda sangat tersentuh dengan aktingku sebagai Catherine di Wuthering Height yang mengenakan pakaian biru dan pakaian biru itu hanya digunakan sekali saat pertunjukan perdana saja selanjutnya menggunakan pakaian abu-abu tua. Orang yang saat menonton pertunjukan perdana hanya Anda seorang tidak ada orang lain, karena saat itu terjadi hujan badai."
Zachary terkejut sama sekali tidak menyangka kalau hal itu akan membuat identitasnya sebagai mawar merah terbongkar.
"Aku baru menyadari kalau aku telah mencintai Anda. Pak Zachary, aku mencintai Anda. Aku mencintai Anda bukan karena Anda adalah mawar merah. Aku mencintai karena diri Anda."
Zachary menarik Marife dalam pelukannya. Sekarang wanita yang dicintainya berada dalam pelukannya. Marife dapat merasakan hangatnya tubuh Zachary dan aroma tubuhnya. Di wajahnya terpancar kebahagiaan dan ia memeluk Zachary dengan erat.
"Marife, sejak dulu hatiku sudah menjadi milikmu."
Perasaan Zachary berbunga-bunga, karena Marife sudah membalas cintanya. Mimpi yang selama ini ia kira tidak dapat terwujud akhirnya terwujud. Keinginan untuk menyentuh dan memeluk Marife sekarang sudah dapat terwujud.
Marife melepaskan pelukannya dan menatap Zachary dengan pipi yang merona.
"Aku mencintai semua segala sesuatu tentang Anda. Udara yang Anda hirup dan tanah yang Anda pijak."
Zachary sekarang dapat melihat sorot mata Marife yang sedang jatuh cinta. Ia membungkuk dan mencium lembut bibirnya. Pipi Marife menjadi panas. Sekarang bibir mereka sudah menemukan kepemilikannya masing-masing. Jantung Marife seakan berhenti berdetak dan seakan-akan semua planet berhenti berputar.
Ciiuman Zachary lama kelamaan menjadi ciiuman yang panjang dan dalam. Tidak butuh lama baginya untuk dapat menguasai bibir Marife. Selama beberapa saat Marife melupakan pernikahannya dengan Luca dan sekarang ia sedang menikmati kebersamaannya dengan Zachary. Ketika sedang asyik berciuman mereka dikagetkan oleh suara klakson mobil truk dan mereka berdua langsung melepaskan ciiuman mereka. Mereka berdua terlihat malu-malu dan wajah mereka memerah untuk sesaat mereka jadi salah tingkah, kemudian Zachary memanggil Alba untuk meneruskan perjalanan.
"Alba."
"Alba,"kata Marife kaget.
"Selamat siang Nona Marife!"
"Aku tidak menyadari kalau Alba menjadi sopir."
Alba tersenyum kepada mereka berdua dan sekali lagi mobil melaju dengan kencang.
"Kita akan pergi kemana?"
"Ke Bali."
"Kenapa kita harus pergi ke sana?"
"Karena aku sudah menculikmu dari pernikahanmu, jadi aku ingin melarikan diri denganmu selama beberapa hari."
"Pokoknya kita harus pulang."
"Tidak. Kamu akan ikut denganku ke Bali."
"Pak Zachary."
"Aku tahu kamu harus berganti pakaian dulu. Aku sudah menyiapkan pakaian untukmu dan tasmu."
Sekali lagi mobil berhenti untuk memberi kesempatan kepada Marife untuk berganti pakaian setelah selesai mobil bergerak lagi. Tidak lama kemudian mereka sampai di bandara.
Satu jam kemudian pesawat menuju Bali pun membawa sepasang kekasih yang tengah di mabuk asmara. Sepanjang perjalanan, Marife melihat keluar jendela melihat pemandangan awan yang dilewatinya. Zachary memeluk Marife dari belakang dan menciumi rambutnya. Ia semakin mempererat pelukannya dan ikut melihat keluar jendela. Marife merasa bahagia, karena sekarang pria yang dicintainya berada bersamanya dan juga dia merasa sedih, karena telah mengkhianati Luca. Zachary menyadari perubahan raut wajah Marife.
"Ada apa sayang?"
"Aku merasa bersalah pada Luca, karena aku sudah mengkhanatinya dan meninggalkannya dihari pernikahannya."
Zachary kembali cemburu ketika Marife memikirkan Luca.
"Bisakah kamu tidak memikirkan dia lagi sekarang? Aku ingin kamu hanya memikirkanku bukan dia. Aku tidak suka kalau kamu memikirkan pria lain."
"Baiklah. Kalau itu maumu."
Marife sudah sangat mengantuk dan jatuh tertidur dalam pelukan Zachary. Kepala Marife disandarkan di dadanya dan kedua tangannya memeluk tubuhnya. Ia menyandarkan kepalanya di kepala Marife. Mereka berdua akhirnya terlelap tidur.
Dua jam kemudian mereka telah sampai di Bali dan mereka langsung menuju sebuah villa milik Zachary. Vila itu berlantai dua. Di halaman villa itu ditumbuhi oleh banyak pohon sehingga halaman terlihat sejuk. Marife memeluk lengan Zachary dan masuk ke dalam villa. Perasaan bahagia yang meluap-luap menyelimuti hati Zachary. Ia akan mempertahankan Marife untuk selalu berada di sisinya walaupun ia harus menghadapi dunia yang terbentang luas dihadapannya.