Enam tahun lalu...
Louisa berjalan menuju rumah Tante Ruby untuk melihat Bunda yang bekerja di sana. Bunda menjadi orang kepercayaan Tante Ruby untuk membantu mengurus resort baru yang dibangun oleh Om Ezra di dekat rumah mereka.
Louisa yang baru lulus kuliah berencana akan bekerja di perusahaan keluarga Kresta. Hanya itu satu-satunya cara untuk membalas budi untuk keluarga Kresta yang sudah baik padanya dan Bunda.
Pendidikan dibiayai Keluarga Kresta, rumah yang ia tempati juga fasilitas dari keluarga Kresta. Bukannya sudah sepantasnya ia bekerja untuk keluarga Kresta, meskipun sebenarnya keinginan dan cita-citanya jauh dari yang ia pelajari selama ini.
Ketika Louisa ingin menghampiri Bunda, ia melihat laki-laki yang duduk di pinggir kolam renang. Lalu dengan segenap hatinya ia melangkahkan kakinya ke sana.
"Hai, Diego,” sapanya santai.
Diego hanya melirikkan matanya ke arahnya dan fokus kembali pada laptopnya.
"Lagi apa?” tanyanya lagi lebih ramah.
"Lagi nggak mau diganggu. Ngerti?" ucap Diego dingin.
Louisa menghela napas, "Maaf,” ucapnya lalu berlalu.
Louisa memutuskan untuk memperhatikan Diego dari jauh. Sudah menjadi kebiasaannya melihat Diego dari jauh dan memandanginya seperti ini. Ia seperti penjahat yang sedang memperhatikan targetnya. Bukan bermaksud seperti penjahat tetapi tidak ada jalan lagi selain dengan cara seperti ini. Memperhatikan Diego dari jauh.
Louisa akan selalu menyapa Diego dan selalu juga ditolak, dari cara halus sampai kasar. Eits, tetapi Diego tidak pernah bermain kasar atau ringan tangan. Hanya kata-katanya saja sedikit kasar. Louisa memaklumi karena sudah banyak yang seperti ini pada Diego. Siapa suruh laki-laki itu terlalu memikat sehingga membuat kami kaum wanita tergila-gila?
Diego terlalu sempurna, tetapi karena terlalu banyak wanita yang tertarik padanya dan ia tidak tertarik, jadilah ia menolak para wanita itu dengan tegas. Lagipula Tante Ruby selalu menasehati agar menolak di awal jika Diego memang tidak suka dengan wanita itu daripada memberikan harapan palsu, dan sepertinya nasihat itu dijalankan dengan baik. Buktinya ia menolak semua wanita yang mendekat padanya—termasuk Louisa.
Louisa mendengus. Sudah empat tahun lamanya ia mengerjar Diego. Semua usaha yang ia lakukan sia-sia tetapi Louisa menganut sistem perjuangan yang tulus akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Cinta datang karena terbiasa dan Diego mampu membalas perasaannya jika Louisa terbiasa di dekatnya dan selalu berusaha.
Terkadang Louisa merasa dirinya terlalu mengganggu Diego, tetapi jika tidak seperti itu Diego tidak akan melihat ke arahnya.
"Jangan dilihatin kayak gitu terus. Mau sampai kapan kamu bermimpi dapetin pangeran tampan di siang bolong begini?" ucap Bunda mengagetkan.
"Yaampun Bunda! Jangan dateng tiba-tiba dong. Habis kalau pemandangan indah gini nggak diliatin kan sayang, Bunda. Kapan lagi?"
"Kalau mimpi ya jangan terlalu tinggi, jatuh sakit. Kamu harus tau, Den Diego ada di mana, kamu ada di mana. Kasarnya kita sudah berbeda kasta, sudah sepantasnya kita tahu diri,” ucap Bunda.
"Bunda, di TV-TV banyak tuh orang kaya berakhir sama orang biasa-biasa aja kayak kita. Lagian Tante Ruby sama Om Ezra bukan tipe yang memandang orang dari kasta maupun kekayaan, Bunda. Buktinya dia anggep Bunda keluarga sendiri, kan?" ucap Louisa membela diri.
"Justru itu, kita harus tau diri. Kamu jangan terlalu sering mengganggu Den Diego. Sudah cukup empat tahun kamu berusaha, waktunya kamu bangkit dan mencari yang sederajat."
Louisa mengedihkan bahunya santai. "Bunda jangan selalu mandang kita rendah gitu dong. Kalau nggak ada kita, perusahaan mereka juga nggak akan bisa jalan. Kita itu saling menguntungkan dan membantu. Jadi, kenapa harus membedakan di saat kita saling membutuhkan?"
"Terserah kamu, biar aja nanti Bunda carikan kamu jodoh biar kamu tau rasa,” ucap Bunda sambil berlalu meninggalkan Louisa dengan mulut menganga.
♥♥♥
Louisa melihat wanita yang tertidur lelap di sebelahnya. Bunda, wanita ini sudah mengurusnya semenjak SMP. Wanita yang selalu sabar dan memberikannya kasih sayang tanpa rasa pamrih. Orang tua kandung Louisa? Mereka meninggal karena sakit. Papa meninggal lebih dulu karena penyakit hati yang dideritanya, lalu tidak sampai setahun mama menyusul papa karena penyakit ginjalnya. Di saat itu tidak ada yang bisa Louisa andalkan selain diri sendiri.
Bunda adalah teman baik mama yang tinggal di Bali, lalu Bunda mengajak Louisa untuk tinggal bersamanya di Bali dan meninggalkan Semarang. Bunda bahkan langsung mengajak Louisa untuk tinggal bersama karena tidak tega melihat Louisa yang sudah sebatang kara.
Louisa mengusap wajah Bunda dan membetulkan rambut-rambut yang menutupi wajahnya. Seberapa lelah Bunda, ia tetap bekerja untuk Louisa meskipun Louisa bukan anak kandungnya.
Bunda memiliki anak kandung, namanya Mas Arya, tetapi dia tinggal jauh dari Bunda. Ia tinggal di Bangka karena pekerjaannya. Mas Arya akan pulang ke rumah hanya waktu-waktu tertentu, jadi kehadiran Louisa sedikit berguna untuk menemani Bunda.
Perbedaan pemikiran Bunda dan Louisa sangatlah berbeda. Jika Bunda benar-benar melihat dengan realita, Louisa akan melihat semua dari kacamata cerita. Louisa menganut happy ending. Baginya semua orang akan mendapatkan happy ending-nya masing-masing.
Terkadang Bunda sudah sangat kesal memberi nasihat pada Louisa karena ia tidak mendengarkan. Sampai semua kata-kata Bunda semua terkabul barulah ia sadar jika Bunda benar. Meskipun begitu, keduanya saling menyayangi. Bunda bahkan sudah hapal dengan sifat Louisa yang keras kepala. Namun Bunda selalu sabar memberi nasihat kepada Louisa.
♥♥♥
"Hai, Diego,” sapa Louisa.
Diego memutar pandang matanya malas. Ia malas ketika harus disapa terus-terusan oleh wanita ini. Sudah hampir empat tahun wanita ini selalu menyapanya. Diego sudah menjawabnya dari halus, kasar bahkan sampai mengacuhkannya tetapi wanita ini selalu saja menyapanya.
Louisa selalu memberikan dirinya bekal makanan meskipun bekal itu tidak pernah sekalipun ia makan, wanita ini selalu menyapanya meskipun ia selalu cuek, wanita ini selalu berada di dekatnya. Ia muak.
"Bisa nggak sih lo jangan ganggu gue?" ucap Diego tegas. Saat ini ia berada di kampus untuk revisi sidangnya, begitu juga dengan Louisa.
"Lo jangan kasar-kasar kenapa, Go. Nanti naksir lo,” ucap Keno, teman Diego yang selalu mengawasi bagaimana Louisa selalu menyapa Diego.
"Suka? Dalam mimpi,” ucap Diego kasar. Hari ini mood-nya sedang tidak bagus. Entah kenapa sejak bangun ia sudah kehilangan mood-nya, ditambah wanita ini sangat menyebalkan.
"Jangan gitu, kasian tau. Nanti beneran suka aja lo,” ucap Keno pelan, ia melihat ke arah Louisa yang sudah menunduk.
Ketika Louisa sudah ingin berbalik meninggalkan Diego, laki-laki itu berbicara lagi.
"Suka? Mana mungkin, gue nggak suka sama cewek yang murahan kayak dia. Lo suka ambil aja sana. Mimpi kali ya gue bisa suka sama dia? Gue nggak suka cewek murahan, apa lagi kerjaannya cuma jadi benalu dan nggak ada kerjaan lain selain nyapa orang,” ucap Diego tegas.
"Gila lo, Go. Tega banget." Diego melihat Louisa yang berlari menjauh, diam-diam Diego memaki dirinya sendiri. Ia tahu ia sedang tidak mood tetapi kenapa juga harus melampiaskan ke Louisa.
Louisa yang mendengar itu hanya bisa menunduk dan berlari meninggalkan Diego dan Keno. Benalu? Murahan? Itukah dirinya di hadapan Diego? Louisa nangis dan pulang ke rumah, melupakan revisi skripsinya.
Sesampainya di rumah ia menangis sesunggukan, entah sudah berapa tisu yang ia gunakan untuk mengelap air mata dan ingusnya yang sudah turun sejak tadi.
Kalau mau nolak, ya nolak aja. Nggak usah ngatain.
Bunda yang masuk ke kamar shock melihat tisu di mana-mana, apalagi melihat anak gadisnya yang matanya sudah sebesar biji salak.
"Astaga, Louisa. Kamu ngapain nyampah begini? Ini kenapa matanya segede biji salak?"
Louisa tidak menjawab tetapi ia langsung memeluk Bunda sambil menangis sesunggukan.
"Bunda, hiks Diego, hiks, bilang aku, hiks, murahan, hiks hiks, terus benalu, hiks, juga,” ucap Louisa terbata-bata.
Bunda hanya bisa mengelus punggung Louisa. Ia tau suatu saat Diego akan menolak Louisa. Ia sudah tau jika Diego tidak menyukai semua perlakuan Louisa padanya. Apalagi Louisa sedikit agresif, bahkan Ruby pernah terang-terangan meledek Louisa dan Diego yang dibalas dengan ucapan pedas Diego.
Seluruh isi rumah tau jika Louisa menyukai Diego, tetapi Diego dengan garis kerasnya menolak Louisa.
"Aku nggak mau lagi ketemu Diego, Bunda,” ucap Louisa.
"Jangan konyol kamu."
"Aku serius, Bunda,” ucap Louisa melepas pelukan Bunda.
"Lalu bagaimana caranya? Bunda kamu ini masih membutuhkan uang dari keluarga Kresta."
"Aku mau ambil kursus di Malaysia ya, Bunda. Kursus masak sesuai dengan keinginan aku."
"Nggak, Bunda nggak setuju."
"Bunda, aku udah gede. Kalau Bunda takut aku bakal kayak dulu lagi waktu Bunda nemuin aku pertama kali itu nggak akan terjadi lagi kok. Ya?"
Bunda tidak menjawab. Ia keluar kamar meninggalkan Louisa yang termenung. Ia memang egois, meninggalkan Bunda hanya karena tidak ingin bertemu dengan Diego. Tetapi ia tidak memiliki jalan lain selain pergi sejauh-jauhnya dari Diego. Hanya itu caranya.
♥♥♥