11. Kenikmatan yang Sesat

891 Kata
“Eh astagfirullah Bu Marla, kaget saya. Maaf bu… bukan ibu kok, tapi itu… eum euuumm…” Rayya mendunga, kaget melihat ada Marla di depannya yang muncul secara mendadak, dia jadi tergagap. “Hahaha… iya tidak apa-apa Rayya, saya mengerti. Lagian kamu, siang gini kan gak ada hantu lewat deh. Oiya saya mau ketemu Pak Abhi ya.” Marla melambai pada Rayya dan melangkah dengan anggun menuju ruangan Abhi. Emang gak lewat sih bu, tapi tuh hantu stay di ruangan kantornya! Lagian Bu Marla kenapa jadi seperti hantu juga sih? Omel Rayya dalam hati. Entah apa yang dibicarakan Marla dan Abhi tapi itu bisa membuat Rayya jadi tenang. Setidaknya selama mereka berdua mengobrol, dia bisa sibukkan diri. Sekira satu jam kemudian, Marla keluar dari ruangan Abhi, dia mampir sebentar ke meja Rayya, “Rayya, yang betah ya. Pak Abhi orang baik kok.” Kemudian Marla melenggang menuju ruangannya. Kening Rayya berkerut, sudah ada dua orang yang memberi pesan padanya untuk tetap betah bekerja menjadi PA Abhi. Apakah Abhi berubah menjadi sosok CEO dingin dan heartless? Kenapa mereka memberi pesan seperti itu sih? Bukannya tenang, Rayya malah menjadi tambah khawatir. Abhi yang sekarang, sepertinya berbeda dari Abhi yang dulu dia kenal. Tapi yang membuatnya heran kenapa hari ini sama sekali Abhi tidak menyapanya? Atau memberi instruksi padanya. Tapi biarlah, ini malah membuatnya bisa menjadi lebih tenang setidaknya hingga jam kantor usai. Sudah jam lima lewat dua puluh menit, sebentar lagi magrib. Aku tidak mau pulang setelah magrib karena Senin biasanya macet. Apakah aku langsung pulang saja? Atau harus pamit dulu ke Abhi? Ya Allah, bagaimana ini? Kalau aku pamit, apakah Abhi akan mengantarku pulang? Duuh Rayya! Katanya benci tapi masih saja berharap! Gimana sih? Labil banget deh! Rayya semakin panik, akhirnya dia coba menunggu lagi, tapi selepas sepuluh menit, yang berarti sekarang sudah jam setengah enam sore, akhirnya Rayya memberanikan diri untuk pamit. Rayya mendorong pintu setelah mendengar Abhi mempersilakan dirinya untuk masuk. Tentu saja Abhi tahu semua kegelisahan Rayya dan dia berpura menyibukkan diri saat Rayya masuk ke ruangannya untuk pamit pulang. “So… sore Pak.” lirih terdengar suara Rayya, tapi di netra pendengaran Abhi, suara itu bagai lembutnya suara bidadari atau malaikat. Asal bukan malaikat Isrofil saja sih. Abhi yang tadi menunduk, berpura mencari kesibukan, mendunga. Mata tajamnya melihat ke arah Rayya yang berdiri mematung di pintu. “Kenapa berdiri di situ? Masuklah.” Abhi meminta Rayya untuk masuk. Suaranya terdengar sangat lembut di telinga Rayya. Rayya beranikan kakinya melangkah, tapi terasa sangat berat. Dia hanya maju dua langkah saja dan kembali berdiri mematung. “Ada apa?” suara bariton Abhi menyadarkan Rayya untuk kembali menjejak bumi, tetap lembut bahkan sekarang terdengar menggoda. “Euum sudah jam setengah enam sore. Saya mau pamit pulang.” kata Rayya dengan menunduk. Kedua tangannya bertaut, tanda gelisah. Sungguh dia merasa bingung karena menjadi PA bagi mantan kekasih yang sudah menikahi gadis lain, membuat dirinya dicampakkan begitu saja. Abhi melirik jam tangannya, hari ini dia juga tidak bekerja secara efektif karena terfokus melihat Rayya. Melihat gadisnya, ya Abhi pastikan Rayya akan menjadi gadisnya lagi, berdiri mematung dengan kepala menunduk, membuat Abhi ingin sekali memeluk Rayya dan lepaskan semua rindu yang menyiksanya. Melihat Rayya yang sangat dekat dengannya tanpa dia bisa sentuh, merupakan suatu siksaan yang teramat sangat. Sakitnya melebihi saat mereka berjauhan secara fisik. Bayangkan, melihat orang yang sangat kamu cintai, sangat dekat tapi tidak bisa kamu sentuh, sakit sekali kan? Rayyanya berubah. Secara fisik Rayya berubah. Kulit kuningnya menjadi kecoklatan tapi malah membuatnya semakin terlihat eksotis, tubuh tingginya terlihat kurus, mungkin stres akibat mereka putus empat tahun lalu. Tapi di beberapa tempat, tubuh Rayya tampak ‘menonjol’. Abhi duduk blingsatan di kursinya. Pikirannya meliar, fantasinya menekan tombol start. Abhi menelan ludah. Dia pernah nikmati setiap inchi dari tubuh gadis yang berdiri ketakutan mematung di depannya ini. Dia adalah lelaki b******n yang mendapatkan kesucian Rayya dengan janji palsu akan bertanggung jawab. Dia! Ya, dialah lelaki b******n itu! Abhi merasa semakin menjadi b******n karena dia kembali menginginkan Rayya untuk menghangatkan malam-malam dinginnya, seperti dulu. Bahkan sekarang, tidak hanya malam tapi juga siang, pagi bahkan subuh! Dia ingin Rayya ada di ranjangnya! Tapi kali ini, aku akan lakukan secara benar. Aku akan nikahi Rayya! Aku akan menjabat tangan ayahnya di depan penghulu dan para saksi. Aku pastikan itu. Tapi…, sekarang, saat ini, aku sungguh ingin memeluk Rayya. Aku menginginkannya! Mata Abhi merem melek seperti membayangkan sesuatu yang nista. Seperti terbius, Abhi melangkah dekati Rayya, membuat gadis itu mundur tapi hanya dua langkah karena punggungnya sudah terhadang dinding. Mendadak Rayya menjadi patung, tidak mampu bergerak sama sekali. Tangan kiri Abhi memeluk pinggang ramping Rayya, tangan kanannya dia letakkan di belakang leher Rayya. Matanya terfokus pada bibir penuh berpoles lipstik warna semangka, tampak seksi dan mengundang Abhi, menambah keinginannya untuk melabuhkan kecupan. Abhi bisa lihat Rayya memejamkan matanya, seperti pasrah pada apa yang akan dia lakukan padanya. Bibir Abhi melahap bibir manis Rayya, dia labuhkan ciuman dalam. Mengajak lidah Rayya berdansa. Tapi… kenapa Rayya diam saja? Tidak membalas ciumannya? Tidak juga terdengar desahan kenikmatan seperti yang dulu Rayya sering lakukan. Apakah hati Rayya sudah mati rasa untuknya? Ini tidak bisa dibiarkan! TIDAK! Jangan sampai gadisnya mencintai lelaki lain! Abhi semakin bersemangat menciumi Rayya, juga leher jenjang gadis itu, semakin ke bawah dan ke bawah. Bahkan dengan sangat kurang ajar, Abhi sengaja tinggalkan jejak kepemilikan di kulit Rayya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN