Bagian 10

1225 Kata
"Terserah kamu mau berpikir seperti apa Stella, yang pasti hanya ada dua pilihan itu untukmu sekarang. Uangmu atau Karina" Apa apaan ini..... **** "Apa yang kau pikirkan mas, bahkan uang yang kuminta adalah uangku sendiri, uang rumah yang telah kau gadaikan. Aku minta uang itu untuk simpanan masa depan Karina. Aku tidak habis pikir denganmu mas" "Tidak usah berdebat lagi Stella, aku lelah. pergilah sekarang, jika kamu mau uang itu kuberikan padamu, maka serahkan Karina padaku" tegasnya. "Aku tidak akan pernah meninggalkan putriku, aku tidak akan pernah menyerahkan Karina pada siapapun. Bahkan jika umurku tidak panjang, aku lebih rela Karina diasuh orang lain dari pada di asuh olehmu ayahnya sendiri. Karena bagiku kau sudah tidak waras lagi sekarang" jawabku. "Keluar dari rumahku sekarang, sudah cukup kamu menghinaku. Aku tidak mau lagi mendengar kata katamu yang kotor tentang kami lagi. Jalani hidupmu, kami akan bahagia dengan hidup kami." Tidak ada lagi rasa sakit di hatiku mendengar kalimatnya, Aku sudah tidak menganggap dia lagi dalam hidupku. "Aku memang akan pergi, aku juga tidak ingin lebih lama lagi disini, ini membuatku sangat muak. Aku akan membawa putriku pergi" "Pergilah, pergi yang jauh dari hidupku. Bawa serta anakmu. Aku sudah bahagia dengan keluargaku sekarang" ucapnya lagi. Seketika itu aku membeku, aku tak menyangka dia tega berkata demikian. Jika dia mengatakan hanya kepadaku tidak masalah, tapi kenapa dia sampai tega bicara seperti itu tentang anaknya. "Kau sudah tidak waras mas, benar benar tidak waras. Mengapa dulu aku bisa bisa mencintai laki laki gila seperti dirimu." "Iya, aku memang gila. Walaupun aku menolakmu pergi apa kau mau mendengarkan aku Stella? seandainya aku bersikukuh melarangmu membawa putriku apa kau akan menyerahkannya begitu saja? tidak bukan.... karena itu, pergilah yang jauh dari hidupku. Bawa serta anakmu. Akte cerai kita akan secepatnya sampai ditanganmu" dia memalingkan wajahnya dariku, air matanya mengalir di pipinya, apa dia merasa kasihan padaku ? apa ada penyesalan dalam hatinya, apakah dia masih ada rasa cinta untukku? Ahhh,, lelucon apa yang ada dalam pikiranku ini, konyol sekali.... "Baiklah, akan kupastikan kamu tidak akan pernah lagi melihat aku dan Karina, bahkan kau tidak akan pernah lagi mendengar hal apapun tentang diriku dan putriku. Aku akan membawa dia pergi jauh sejauh jauhnya dari hidupmu mas, sampai kelak kau tidak akan ingat bahwa kau punya seorang putri yang dilahirkan oleh seorang wanita bernama Stella Wijaya. Akan kupastikan itu" Pertahananku pecah, air mataku mengalir deras saat berkata demikian. Kutatap sekeliling masih tidak melihat keberadaan Karina, "Karina...!!! Karina sayang...!!! nakk..!!!!" "Iya Buu,, aku disini" "Kamu dari mana saja, ayo nak kita pergi dari sini, tidak ada lagi tempat untuk kita di kota ini" Kutarik tangan putriku menuju pintu keluar, sesaat sebelum sampai di teras, suamiku berlari memeluk Karina, dia berlutut dihadapan putri pertamanya itu. "Nak, apapun yang terjadi pada ayah juga ibumu, ayah berharap jangan pernah membenci ayah sayang. sampai kapan pun kau tetap Karinanya ayah, putri yang sangat ayah cintai, maafkan ayah untuk segalanya nak, maafkan kesalahan ayah nak, maafkan ayahmu ini" Karina bergeming, hanya diam seperti batu. Dikecupinya pipi putriku berkali kali, air matanya bercucuran membanjiri pipi tegasnya itu. Sebenarnya apa maunya dia? "Ayo Nak!" Kutarik tangan putriku keluar pagar, kulangkahkan kakiku sembari berucap selamat tinggal dalam hati, segalanya telah usai. Ini waktunya melangkah, memulai hal hal yang indah bersama anakku, hanya bersama anakku. Kami akan berbagi kebahagiaan dengan cara kami. **** POV Karina kecil Saat bangun pagi, aku kedapur menemui ibu. Saat memandangi ibu wajahnya terlihat sangat lelah, dia berusaha tersenyum saat menyadari kehadiranku. Ibu bilang padaku sebentar lagi kami akan pergi menemui ayah dirumah barunya, dengan semangat aku mengiyakan ajakan ibu, aku merindukan ayah, juga merindukan Rianti adikku. "Kita akan bertemu ayah Buu ? dengan Rianti juga? aku sudah sangat merindukan mereka Air muka ibu langsung berubah seketika, ibu terlihat tidak senang. Melihat hal itu aku jadi merasa bersalah, tentu saja ibu tidak suka aku membahas ayah dan Rianti "Karin, berhenti berkata begitu. Kita kesana hanya sebentar. mama ada perlu sama ayahmmu. Dan jangan lagi bahas tentang Rianti, ibu tidak ingin membicarakannya nak" Aku terkejut, selama ini ibu adalah sosok yang lemah lembut, tidak pernah berkata kasar, tidak pernah terlihat marah marah tak jelas. Semua yang dialaminya kini merubahnya begitu cepat. Aku merasa kasihan pada ibuku, tapi apalah dayaku, aku tidak bisa membawanya pergi dari masalah ini, aku tidak terlalu mengerti permasalahan orang dewasa. Sesampainya kealamat tujuan, ibu menggenggam tanganku erat, seakan dia takut kehilanganku, ataukah dia merasa gugup untuk memasuki rumah mewah ini aku tak tau. Usai menekan bell, seorang bibi mempersilahkan kami masuk. Aku memandangi setiap ruangan sembari duduk disebelah ibu, seketika itu juga ayah datang menghampiri kami. Disampingnya ada seorang perempuan muda bergelayut manja dilengan ayah, aku tidak suka melihatnya, bukankah seharusnya yang boleh dekat dekat dengan ayah itu hanya ibu ? tapi entahlah,,, biarkan orang dewasa melakukan semaunya, bukankah mereka sudah dewasa dan sudah mengerti akan hal yang baik dan hal yang buruk... Mataku masih menatap kesekitaran saat mereka mulai berdebat, tiba tiba aku melihat Rianti seperti sedang mengintip kemari dari pintu tengah, aku merindukan adikku itu, aku menghampirinya, dia mencoba menghindari ku, "Tunggu Rianti, kakak merindukanmu" kukejar dia sampai ke halaman samping rumah ini. "Rianti sini, kakak ingin memelukmu dulu" aku tetap mengejarnya. Aku menangkap tangannya dan bertanya "Kamu kenapa dek, apa kamu tidak merindukan kakak?" "Kakak pergilah,, mama Rianti bilang kalian semua orang jahat, Rianti tidak boleh dekat dekat sama orang jahat" "Orang jahat? kami ini keluargamu dek. Ibu merindukanmu, kakak juga. Apa kamu tidak merindukan kakak dengan ibu?" "Tidak !!! pergi aku bilang, kamu bukan kakakku, ibu mu bukan ibuku. mamaku yang sudah melahirkanku bukan ibumu !!!" "Rianti kenapa kamu bicara seperti itu. Ibu sangat menyayangimu, menyayangi kita berdua. Kita tidak pernah dibedakan dek" Aku sudah mulai terisak, ada apa dengan adikku ini, kenapa dia bisa berbicara seperti itu. Apakah mamanya yang telah mengajarinya, ataukah ayah ??? "AKU BILANG TIDAK !!!! kalian bukan keluargaku, aku sudah senang tinggal sama mama sama ayah. Jangan ganggu kami lagi" Dia pergi lagi, berlari entah kemana. Sepertinya dia mesuk kekamarnya. Aku terisak Isak sedih, memahami semua kalimat yang dia ucapkan tadi, apakah itu semua murni dari dalam hatinya, ataukah dia diajari seseorang untuk bicara demikian. Aku menangis, menangisi adikku yang telah berbeda, bahkan dia tidak mau lagi mengakui aku dengan ibu. Apakah mamanya luarbiasa hebat sehingga dia sangat bahagia tinggal bersamanya sekarang.... Aku kembali ke tempat ibu tadi diruang tamu, aku berdiri didekat pintu tengah, aku melihat ibu yang sedang menjerit tepat dihadapan ayah "Iya aku sudah berubah, berubah menjadi monster, ITU SEMUA KARENAMU, KAU YANG MEMBUATKU SEPERTI ORANG GILA....!!!!" Ibu semakin membuatku takut, aku menangis bersembunyi dibalik tirai yang ada dipintu penghubung antara ruang tamu dengan ruang keluarga dirumah ini. Aku sedih melihat ibu seperti itu. Mereka masih berdebat panjang, hingga akhirnya ayah mengucapkan kata kata yang membuatku diam tak berkutik. "Pergilah, pergi yang jauh dari hidupku. Bawa serta anakmu. Aku sudah bahagia dengan keluargaku sekarang" Ayah mengatakannya dengan sangat tenang dihadapan ibu, aku sakit mendengarnya, aku meninggalkan ruangan ini kearah taman samping, kuhapus air mataku, aku tidak perlu menangisi orang orang yang tidak mengasihani ku. Mungkin, ayah dan Rianti sudah bahagia sekarang dengan hadirnya mama kandung Rianti. Tanpa mengingat ku dan ibu yang pernah ada diantara mereka, bahkan mereka tega mengakui sedang bahagia diatas penderitaan ibu dan aku. Ingatlah ayah, ingat Rianti, suatu hari aku akan kembali kerumah ini lagi, untuk menertawakan kesedihan kalian, itu janjiku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN