Pernikahan

820 Kata
Pernikahan Hari ini adalah hari bersejarah dalam hidup Naya. Dia aka mengubah statusnya menjadi Istri. Meski pernikahan ini hanya kontrak, tetap saja acara ini sakral. Naya sudah memakai kebaya pengantinnya, dia tampak sangat cantik dan mempesona. Naya dan Zio sudah duduk berdampingan. Mereka menikah di sebuah mesjid tidak jauh dari gedung resepsi pernikahan. Suara ijab kabul di ucapkan dengan begitu lancar oleh paman nya selaku wali nikah Naya dan Zio Suami nya kini. Ada tatapan iri dari seorang perempuan cantik yang tidak lain adalah Nayla kakak nya. "Enak banget dia, menikah dengan orang sekaya Zio. Kenapa juga aku harus menolak nya dulu. Aaaah, Ternyata dia itu sangat tampan meski sudah berumur." Kesal nya. "Sah sah sah" Suara dari para saksi menggema. Usai akad mereka menuju acara resepsi sederhana. Hanya makan-makan bareng keluarga saja sih, tidak ada tamu undangan. Hanya di hadiri kerabat dekat Naya dan Zio. Karena mereka hanya menikah siri saja. Usai acara, Zio segera membawa Naya pulang ke rumah nya. Jam menunjukkan pukul 17.00 waktu itu. Naya sudah mandi dan mengganti pakaiannya dengan dres lengan pendek yang panjangnya di bawah lutut. Zio tampak sibuk di ruang kerjanya, ada banyak file yang harus ia periksa di dalam laptop nya. Naya bingung harus melakukan apa. Dia kemudian bertanya kemana Zio kepada salah satu pelayan disana. "Maap bi, mas Zio kemana ya?" Naya bertanya dengan malu-malu dan sopan membuat pelayan itu merasa malu. "Itu tuan ada di ruang kerja nya nona." Tersenyum hangat. "Oh begitu ya, nama bibi siapa?" "Panggil saya bi Iin saja nona." Dengan sopan nya. "Bi Iin bisa tunjukan dimana ruang kerja nya, saya mau bikin teh hangat untuk mas Zoo." Malu-malu. "Mari ikut saya nona." Bi Iin mulai berjalan dan Naya mengikuti nya dari belakang. Ruang kerja Zio berada di lantai 2 berada di antara kamar Naya dan Zio. "Oh di sini ya, ternyata di samping kamar saya." Tersenyum malu, di pikir nya jauh. Ehh ternyata dekat. "Kalau yang di sebelah kanan itu kamar siapa bi?" Naya mulai penasaran. "Menurut tuan yang itu kamar nya tuan sama nyonya Alena." Bi iin agak sungkan memberitahukan nya. "Oh, begitu ya. Terimakasih bi." Naya segera pergi ke dapur bersama bibi, dia ingin membuat teh hangat untuk Zio. Kini Naya sudah membawa nampan berisi teh hangat, dia sedang berdiri di depan pintu ruang kerja Zio. "Tok tok" Naya mengetuk pintu. "Masuk " terdengar suara Zio. Naya masuk, bibirnya tersenyum manis membuat Zio terpana sejenak. "Saya bawa teh hangat, mas." Meletakkan teh nya di meja dekat sopa. "Terimakasih." Pindah duduk di sopa. "Kamu nunggu apa lagi?" Jleb, perkataan nya menusuk ke hati Naya. Sakit rasanya. "Gak ada." Dengan langkah lebar Naya segera keluar dari ruang kerja dan masuk ke kamarnya. Mengunci pintu kamar nya, lalu duduk di atas kasur empuk itu. Napas nya cepat, karena menahan rasa sakit di hati nya. "Kenapa harus sakit hati, aku hanya isteri ke dua yang di nikahi secara siri. Dan dia sama sekali tak mencintai ku." Pikirnya, tapi tetap saja hatinya berdenyut nyeri. Sementara Zio bersikap tak peduli. Dia menikmati teh hangatnya sambil duduk santai di ruang kerja. Tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Zio sudah duduk di meja makan untuk menikmati makan malam nya. Dengan malas Naya turun, dia duduk berhadapan dengan Zio. Mereka makan tanpa berbicara, hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu dengan piring saja. Usai makan, Naya segera berbaring di kamarnya setelah mengganti pakaian dengan piyama tidur. Semua keperluannya sudah di persiapkan oleh Zio. 'Tok tok' terdengar suara pintu kamar Naya di ketuk. Naya membuka pintunya, tampak Zio sedang berdiri di depan pintu, dia sudah memakai pakaian yang biasa ia pakai untuk tidur. Celana pendek selutut dengan kaos tipis yang mencetak tubuh nya. "Dia terlihat lebih muda dan gagah, huff kenapa aku berpikir seperti itu." Naya kesal pada pikirannya sendiri. "Ada apa?" "Aku ingin membicarakan sesuatu." Zio dengan nada datar dan dingin nya, masuk ke kamar Naya. Naya mengekorinya dari belakang. Mereka sudah duduk di sopa dengan jarak agak berjauhan. "Dengar," Zio menghela napasnya panjang. "Aku menikahimu bukan karena aku mencintai mu, tapi karena keadaan yang memaksaku. Aku sangat mencintai Alena isteri ku, jadi kamu jangan banyak berharap lebih pada ku. Apalagi cinta dan kasih sayang ku." Zio diam sejenak memperhatikan perubahan raut wajah Naya. Naya berusaha tegar mendengar perkataan Zio, dia diam tanpa ekspresi. "Kamu hanya ibu untuk anak ku, sesuai perjanjian kamu akan menjadi isteri ku selama 2 tahun. Setelah kamu melahirkan anak ku kamu akan meninggalkan nya untuk ku dan isteri ku Alena. Dan kamu bisa bebas pergi dari hidupku." Usai berbicara Zio keluar dari kamar Naya tanpa menoleh lagi. "Tuhaaan! Apa ini, perkataannya sungguh pedas dan menyakitkan. Apa perlu dia terus mengingatkan ku seperti itu. Lagian siapa juga yang mau menikah dengan pria tua seperti dia!" Jerit Naya dalam hatinya. Nyatanya dia sekarang duduk kaku dengan air mata yang berderai, menahan sesak di dadanya. Karena mendengar perkataan pahit Zio. Bersambung... ********** Terimakasih, jangan lupa dukungan nya oke!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN