Jiyo mencoba melenturkan tubuhnya yang terasa pegal karena tertidur hanya beralaskan karpet di kamar Kana. Belum lagi karpet itu sudah berbulu dan sedikit berdebu membuat Jiyo bersin-bersin sepanjang pagi setelah meninggalkan Kana.
Kini diatas meja kerjanya ada laptop milik Kana yang ia gunakan untuk bekerja semalaman menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya Kana yang melakukannya. Seharusnya ia bisa mengerjakan pekerjaan itu dengan menyalin file dari laptop Kana, tapi ia merasa tak ada waktu untuk memindahkannya satu persatu dan lebih cepat jika ia melakukannya di laptop yang sama.
Jiyo segera mengalihkan perhatiannya ketika pintu ruangannya dibuka seseorang dan terlihat Mahesa yang masuk ke dalam ruangan.
“Sakit?” tanya Mahera ketika melihat hidung Jiyo yang begitu merah seperti orang sedang flu.
“Hanya alergi debu kambuh, nanti juga hilang,” jawab Jiyo sambil mengambil tissue dan menggosok hidungnya.
“Kana belum masuk?” Tanya Mahesa.
“Dia kena gejala typus. Tampaknya satu minggu ini aku harus kerja sendirian,” keluh Jiyo sambil berpindah duduk di sofa agar lebih dekat dengan Mahesa yang duduk di sofa yang lain.
“Dia tinggal dimana sih?” tanya Mahesa tiba-tiba sambil mengalihkan pandangannya.
“Siapa?”
“Kana.”
“Kenapa?”
“Aku hanya ingin tahu …”
“Kok aneh? Kenapa kamu tanya alamatnya padaku padahal kamu yang rekomendasikan dia padaku? Kenapa tak menanyakan sendiri? Sebenarnya kalian ada apa sih?”
Pertanyaan Jiyo membuat Mahesa menyibukan diri dengan segera scrolling handphonenya. Jiyo sengaja bertanya begitu, karena Hera sempat tak sengaja bercerita bahwa ia melihat Mahesa memeluk Kana dan menanyakan hubungan apa yang dimiliki Kana dan Mahesa pada Jiyo yang juga dikenal dekat dengan Mahesa.
Andai Hera tak menceritakan hal itu, Jiyo tak pernah tahu bahwa Mahesa ternyata begitu dekat dengan Kana. Sebenarnya Jiyo merasa tak percaya dengan cerita Hera karena Kana dan Mahesa bersikap sangat berjarak. Kana saja sangat menjaga jarak pada Jiyo padahal mereka berdua bekerja sama setiap hari membuat Jiyo tak percaya bahwa Kana memiliki hubungan dengan Mahesa.
Tak ada jawaban dari Mahesa, ia segera mengalihkan pembicaraan mereka dengan urusan bisnis dan berbincang cukup lama sampai akhirnya Karina masuk dan menawarkan cemilan sore pada Mahesa dan Jiyo.
“Ada pisang goreng untuk cemilan sore ini, bapak- bapak mau gak?” tanya Karina pada Mahesa dan Jiyo.
“Jam berapa sekarang? Kok sudah ada cemilan sore saja?” tanya Jiyo heran.
“Sudah pukul 4 sore pak, kalau mau saya bawakan keruangan ini,” ucap Karina lagi.
Mendengar ucapan Karina, Jiyo tampak tersentak dan segera mengambil handphonenya untuk mengirimkan pesan. Ia jadi teringat bahwa tadi pagi ia meninggalkan Kana tanpa sempat membelikannya makanan dan berniat untuk mengirimkan makanan ketika ia sampai di kantor.
Dan kini waktu sudah menunjukan pukul 4 sore, membuat Jiyo merasa bersalah karena melupakan niatnya untuk mengirimkan Kana makanan.
Pesan itu tak terbalas, bahkan tak terlihat Kana sempat membaca pesan yang dikirimkan Jiyo. Dengan cepat Jiyo segera membelikan makanan secara online untuk Kana.
Untung saja tadi malam Jiyo sempat meminta no handphone salah satu security kost-kost an Kana, karena ia merasa cemas jika dalam kondisi seperti itu Kana tak ada yang mengawasi.
“Saya titip makanan untuk Kana ya pak, sudah saya pesankan dan tolong dikirimkan langsung ke kamarnya. Terimakasih.” tulis Jiyo dan segera mengirimkan pesannya pada sang security.
Tak lama pintu ruangan Jiyo kembali terbuka tetapi kali ini bukan Karina tetapi Hera yang datang sambil membawa baki berisi sepiring pisang goreng bertabur keju dengan 2 cangkir kopi hitam yang panas.
“Wah, spesial sekali hari … yang nganterin snacks nya cantik sekali,” goda Mahesa ketika melihat Hera masuk.
“Bapak bisa aja …,” jawab Hera sambil tersenyum manis, membuat perasaan Mahesa sedikit bergetar melihatnya.
Hera, walau usianya juga sudah memasuki angka 30 an tetapi wajahnya masih sangat cantik. Sikapnya yang ramah dan senyumannya yang manis tak dapat dipungkiri membuat Mahesa merasa tertarik.
Kemarin Mahesa merasa bisa mengambil perhatian Hera dengan mengajaknya untuk datang ke acara ulang tahun pak Ken dan duduk ditempat yang seharusnya milik Mrs. Mahesa.
“Aku sudah bercerai sama seperti dirimu, tetapi belum banyak orang yang tahu dan hubungan kami tetap baik demi Marlon anak kami. Tetapi hari ini aku tak ingin datang sendirian ke acara ulang tahun pak Ken … kamu mau ikut?”
Mahesa menghela nafas panjang saat ia teringat kalimat permintaan pada Hera untuk menemaninya pergi. Tetapi siapa sangka, sepertinya Hera menaruh hati pada pria lain dan pria itu adalah Jiyo.
Perempuan itu terlihat mencoba menarik perhatian Jiyo disaat pesta. Mengetahui Hera tampaknya lebih menyukai Jiyo membuat Mahesa tak tertarik lagi untuk mendekati Hera. Lagi pula ia sebenarnya tak terlalu ingin merusak urusan pekerjaannya karena dicampur dengan perasaan cinta.
Tetapi apakah benar begitu? Ada Kana yang sering melintas bolak balik didepan ruangannya menuju ruangan Jiyo. Kadang pandangan mata mereka saling bertemu dan Mahesa bisa melihat tatapan sendu Kana saat menatapnya.
Gadis itu masih terlalu lugu saat ia sayangi dan sakiti dalam waktu yang bersamaan. Mahesa kadang ingin berusaha untuk mendekati Kana dan berkomunikasi dengannya tetapi ia tak ingin Kana semakin trauma dan semakin menjauh.
Mahesa masih ingat saat ia menitipkan cv Kana diam-diam pada HRD perusahaan holding dimana ia juga bekerja. Karena perusahaan ini memiliki banyak anak perusahaan termasuk perusahaan dimana Mahesa memimpin, membuatnya tak enggan untuk mencoba menitipkan Kana pada HRD agar bisa bekerja di perusahaan Holding.
“Aku mau jadi ibu rumah tangga aja, terima uang setiap bulan dari mas Mahesa dan tugasku dandan cantik setiap hari menyambut suamiku pulang,” celoteh Kana kembali terngiang di benak Mahesa.
Kana kembali harus mencari pekerjaan agar bisa membantu ibunya yang sudah pensiun saat diputuskan oleh Mahesa. Dulu, Mahesa pernah menawarkan untuk memberikan Kana uang agar bisa membayar hutang yang dilakukan sang ibu untuk persiapan pernikahan mereka, tetapi Kana menolak.
Siapa sangka setelah 3 tahun, akhirnya Mahesa dipindahkan ke perusahaan Holding dan bisa melihat Kana masih bekerja disana.
“Mahesa!” panggilan Jiyo membuat Mahesa tersentak dari lamunannya yang panjang.
“Mikirin apa sih?!” tanya Jiyo heran.
“Aku pamit dulu, ada pekerjaan yang belum selesai,” ucap Mahesa tampak tersadar akan sesuatu dan segera berdiri meninggalkan Jiyo dan Hera.
Ia melangkah menuju ruangan Karina dan segera meminta tolong pada Karina untuk mencarikan alamat kost Kana.
“Saya mau mengirimkan berkas,” alasan Mahesa dengan suara tegas membuat Karina segera bergerak mencari tahu alamat tempat kost Kana berada.
Bersambung