Kana masih bermalas-malasan di ranjang ketika suara handphone berdering nyaring. Melihat nomor yang tak dikenal, membuat Kana sedikit malas mengangkatnya tetapi ia tetap mengangkat karena takut kolega Jiyo yang menghubungi.
“Halo,” sapa Kana sambil duduk perlahan.
“Halo Kana, ini Elena…,” suara renyah dan manja terdengar dari ujung sana membuat Kana terbatuk- batuk karena tersedak nafasnya sendiri.
“Iya ibu, ada yang bisa saya bantu?” tanya Kana gugup.
“Hari ini kamu sibuk, kah? Bisa mampir sebentar ke rumah? Ada yang perlu saya bicarakan. Saya tunggu pukul 11 siang ya,” ucap Elena cepat dan segera mematikan komunikasi seolah yang diucapkannya itu adalah perintah.
Kana menyentuh dadanya sesaat. Perasaannya menjadi tak enak karena lagi - lagi ia menyaksikan sesuatu yang seharusnya tak ia lihat. Di dalam hatinya Kana menduga-duga apakah Elena memanggilnya untuk mengkonfirmasi hal itu.
Dengan takut dan cemas Kana pun segera membersihkan dirinya dan berganti pakaian casual. Ia begitu ingin memberitahu Karina dengan apa yang terjadi tetapi Kana takut melakukan kesalahan dengan memberitahu orang lain.
Tepat pukul 11 siang, Kana sudah sampai di rumah kediaman Jiyo. Bibirnya terlihat merengut karena belum sampai 24 jam ia sudah kembali ketempat ini lagi. Rumah itu tampak sepi, tapi kali ini Kana tidak menuju rumah utama tetapi langsung menuju kediaman Elena karena security rumah itu langsung mengarahkannya kesana.
“Selamat datang Kana,” sapa Elena riang sambil membawa segelas wine ditangan dan masih mengenakan kimono tidur dengan pakaian tidur satin saat melihat Kana menunggunya diruang tamu.
“Ayo sini, masuk!” ajak Elena tiba-tiba mengajak Kana untuk masuk ke dalam rumahnya lebih dalam.
Dengan perasaan bingung Kana mengikuti langkah Elena menuju sebuah ruangan. Di ruangan tengah itu sudah terlihat beberapa pakaian diatas sofa lengkap dengan tas dan sepatu.
“Ayo dicoba,” suruh Elena tiba-tiba pada Kana.
“Hah?”
“Aku rasa ukuran tubuh kita sama, ukuran kaki juga … pakaian-pakaian ini baru satu kali pakai, bahkan yang ini tak jadi aku pakai karena belum menemukan momen yang pas untuk aku gunakan. Kamu mau? Aku ingin memberikan semua ini untuk kamu,” ucap Elena tiba-tiba.
Kana hanya bisa bergerak mundur ketika Elena menawarkan pakaian-pakaian mahal itu padanya.
“Oh, gak usah bu … saya …”
“Aku ingin kamu mengambil semua pemberianku ini! Jangan menolak, kalau bisa nanti sore kamu ikut juga … kamu mau kan?”
“I.. Ikut?”
“Biasanya kalau weekend begini, keluarga kami menghabiskan waktu bersama. Aku ingin kamu ikut juga … bisa, kan?”
Kana rasanya ingin pingsan, karena bingung setengah mati pada sikap Elena yang misterius padanya.
“Bu, mohon maaf saya gak bisa … kebetulan saya harus pulang kerumah orang tua saya,” tolak Kana cepat.
Elena terdiam sesaat setelah mendengar penolakan Kana dan menatap wajah Kana dalam-dalam sambil meneguk habis winenya.
“Kamu sudah tahu ya, kalau aku memberikan semua ini untuk tujuan apa?” tanya Elena sembari berjalan mendekati Kana.
Kana hanya menggelengkan kepalanya cepat tak ingin berspekulasi.
“Aku tahu kamu mendengar semuanya … aku tahu kalau kamu mendengar pertengkaranku dengan Fabian tentang perselingkuhannya. Dan aku juga tahu kalau kamu melihat aku dan Dom berciuman bukan?” tanya Elena pelan begitu dekat dengan Kana.
Jantung Kana berdegup kencang. Mendengar perkataan Elena membuat Kana kini benar-benar tahu salah satu rahasia Elena yang sebenarnya tak diketahui secara detail.
“Kamu bisa menjaga semua hal ini confidential, bukan Kana?” tanya Elena dalam dan menatap Kana tajam.
Kana hanya bisa menundukan kepalanya dan mengangguk perlahan.
“Baiklah kalau begitu … ayo dong dicoba pakaiannya …” ajak Elena langsung berubah sikap menjadi kembali ramah dan segera memilihkan pakaian untuk Kana coba.
“Bu Elena … “ panggil Kana perlahan. Elena pun menoleh dan menatap Kana dalam.
“Saya berjanji tidak akan memberitahu orang lain dan ibu juga gak perlu untuk memberikan barang-barang ini agar saya diam,” ucap Kana perlahan.
Elena berjalan perlahan mendekati Kana dan memberikan sebuah pakaian ditangan Kana.
“Karena saya harus memastikan kamu diam, sehingga kamu harus menerima barang-barang ini Kana. Ayo coba sana,” ucap Elena dingin dan menyuruh Kana untuk mencoba pakaian yang ia berikan di kamar tamu.
Kana hanya diam dan melangkah perlahan menuju kamar tamu lalu mengganti pakaiannya perlahan. Ia merasa takut tapi tak mampu menolak dan melawan, karena walau tahu maksud Elena tetapi perempuan itu bersikap baik padanya sehingga ia merasa enggan.
“Tuh, kan … kamu cantik sekali mengenakan pakaian ini! Kamu tuh punya aura yang berbeda Kana … jika kamu pintar merawat dan mendandani dirimu sendiri, apapun yang kamu kenakan akan terlihat mahal dan elegan,” puji Elena puas saat melihat Kana mengenakan pakaiannya.
“Coba yang ini,” suruh Elena tampak antusias mendandani Kana.
“Ibu, semua ini terlalu mahal untuk saya,” guman Kana perlahan.
“Aku ingin kamu sering datang kerumah ini, Kana. Karena kamu akan sering datang tandanya kamu juga akan sering datang menghadiri acara-acara kami. Tentu saja kamu butuh pakaian terbaik yang sesuai.”
“Bu…”
“Saya tahu kamu PA untuk Jiyo, tapi aku juga akan minta kamu untuk menjadi temanku di setiap akhir pekan. Kamu bisa pilih untuk datang dihari minggu atau sabtu, untuk bayarannya tenang saja, saya kasih kamu uang taksi setiap kali kamu bisa datang …”
Kana lagi-lagi hanya bisa diam dan menatap Elena yang asik mematut-matut kan tas yang cocok untuk Kana.
“Kamu terlalu banyak tahu, Kana. Jadi kenapa tidak sekalian saja kita berteman dan bekerja sama?”
Entah mengapa ucapan Elena terdengar menakutkan di telinga Kana. Ia hanya bisa menelan ludah dan merasa bahwa niat Elena adalah membuatnya tetap dekat sehingga ia tetap bisa tutup mulut.
Hampir 2 jam Kana menemani Elena yang asik mendandani Kana seperti ia mendadani sebuah boneka sampai akhirnya seseorang masuk ke dalam ruangan dimana Kana dan Elena berada. Orang itu adalah Jiyo.
“Kana, kamu disini?!” tanya Jiyo tampak terkejut melihat Kana dirumah sang tante.
“Tante pinjam Kana ya, Jiyo. Mulai minggu depan setiap sabtu atau minggu Kana akan datang menemani tante kalau tante sedang dirumah. Lihat, dia cantik bukan? Dia seperti tante saat muda dulu,” gumam Elena yang tampak ngelantur dan berjalan sempoyongan.
Jiyo hanya bisa menghela nafas saat melihat sebotol wine yang hampir kosong diteguk isinya oleh Elena.
“Pak … saya …”
Ucapan Kana langsung terhenti saat Jiyo mengangkat tangannya seolah menandakan bahwa ia mengerti.
“Tante, lebih baik tante istirahat dulu … Bukannya nanti malam tante akan pergi bersama Om Fabian?” ucap Jiyo lembut sambil mengajak tantenya untuk menuju kamar.
Tapi Elena menghempaskan tangan Jiyo yang hendak membantunya dan menatap keponakannya dengan tatapan marah.
“Pergi dengan Fabian?! Pria b******k itu tak boleh lagi menginjakan kakinya disini! Aku capek selalu tersakiti dan memohon cinta padanya!”
“Stt, tante! Ada orang lain disini!” tegur Jiyo setengah berbisik pada Elena.
Elena segera menoleh ke arah Kana yang berdiri mematung di tengah ruangan.
“Tenang saja, gadis ini akan diam … aku sudah memberikannya semua yang ada di ruangan ini … ia akan diam seperti yang lain!” ucap Elena sambil berjalan gontai menuju kamarnya.
“Suruh ia bawa semuanya jika ia ingin keluar dari sini!” ucap Elena sambil terus berjalan meninggalkan Jiyo dan Kana sebelum akhirnya ia naik berjalan ke atas tangga dan terdengar bantingan pintu yang amat keras dari lantai atas.
Jiyo hanya bisa menghela nafas dan kini pandangannya beralih pada Kana yang tengah menundukan kepala dalam. Suasana saat itu terasa canggung sekali.
“Ayo aku antarkan kamu pulang,” ucap Jiyo tiba-tiba.
“Akh, saya bisa pulang sendiri pak. Sebentar saya ganti pakaian dulu,” ucap Kana cepat.
“Tidak usah ganti, pakai saja! Toh tante Elena sudah memberikannya padamu bukan?! Aku tunggu kamu diluar,” ucap Jiyo sambil berjalan meninggalkan Kana.
Dengan cepat Kana segera menyambar tas dan pakaian lamanya lalu berjalan mengikuti langkah Jiyo.
“Pak saya bisa pulang sendiri,” ucap Kana sungkan untuk masuk ke dalam mobil ketika melihat raut wajah Jiyo yang tak seramah biasanya.
“Masuk, ada yang ingin saya bicarakan sama kamu,” ucap Jiyo dingin sambil masuk ke dalam mobil dan kembali menghidupkan mesinnya.
Dengan ragu Kana pun masuk dan duduk disamping atasannya. Walau Jiyo bilang ia ingin membicarakan sesuatu, tetapi yang ada di dalam mobil itu terasa hening. Kana sendiri tak berani berkata apa-apa dan tak punya keberanian untuk menjelaskan mengapa ia ada dirumah Jiyo hari ini.
Jiyo segera menghentikan mobilnya di depan kost dimana Kana tinggal.
“Terimakasih sudah mengantar saya pulang ya, pak …” ucap Kana berpamitan pada Jiyo.
“Kana … saya bisa percaya sama kamu, kan?” tanya Jiyo sebelum Kana turun dari mobilnya.
“Iya pak,” jawab Kana perlahan.
“Saya tahu sifat rewel tante Elena yang selalu ingin semua keinginannya diikuti, tapi saya harap kamu gak perlu datang kerumah jika bukan berurusan dengan pekerjaan kita. Kamu bisa mengerti, kan?” pinta Jiyo tenang tapi tegas.
“Saya mengerti pak,” jawab Kana pelan. Jiyo pun mengalihkan wajahnya dan segera melajukan kendaraannya ketika Kana sudah turun.
Kana hanya bisa meremas tas kain yang ia gendong dengan perasaan cemas. Hatinya merasa tak enak melihat Jiyo yang biasanya bersikap ramah berubah sikap kepadanya. Ia merasa serba salah.
Bersambung.