Tidak peduli apakah saling mencintai atau tidak,
tetap tidak akan bertemu lagi.
|
|
|
Mansion Hans
London—Inggris.
20:15
Sepasang sepatu yang disiapkan Ash untuk dia pakai ke pesta perayaan ulang tahun pernikahan Rudolf Hans terlihat mengkilap disetiap ayunan langkahnya. Tuksedo lengkap yang dia pakai pun sangat elegan, senada dengan postur tubuh dan tingginya yang proporsional, bahkan rambutnya tersisir rapi ke belakang pun menambah indah parasnya yang juga dihias iris zamrud yang berkilat tajam di setiap tatapan nya.
“Selamat datang, bisakah saya melihat undangan anda?” Ujar penyambut tamu undangan yang berdiri entah sejak kapan di depan pintu masuk, memberi salam dan mengecek undangan yang dibawa oleh tamu-tamu yang datang. Dia tidak ingin ada satu orang pun tamu ilegal yang masuk tanpa undangan.
“Terima kasih dan selamat datang Mr. Arguandral.”
Setelah selesai mengecek undangan yang dibawa oleh pria yang dia sebut Arguandral itu, dia pun membuka pintu—akses menuju ke acara yang orang itu hadiri.
Pria itu ... pria dengan iris zamrud yang berkilat tajam itu bernama Neo Arguandral.
Bocah yang dulu kehilangan segala yang dia miliki namun kini, bahkan dunia pun ada dalam gengamannya.
Neo berjalan tanpa melilhat ke kanan maupun kiri, melewati beberapa orang yang dia lewati tanpa bertegur sapa seolah mereka tak saling mengenal satu sama lainnya.
Tidak! Bukan karena dia tidak mengenal orang-orang itu tapi karena dia lebih memilih diam dan memperhatikan, dia tidak ingin terlibat dengan siapa pun di sana.
Kini dia di sini, bersama orang-orang dengan kasta tinggi yang tidak pernah dia bayangkan sebelum nya.
Padahal dulu dia sangat miskin, sampai tak ada satu orang pun yang menghargainya. Bahkan orang-orang selalu memandangnya jijik hanya karena dia selalu berpakaian lusuh dengan penampilan kotor dan tak sedikit orang yang menganggap kalau dia tak layak untuk dikasihani.
Jangankan untuk diterima di tempat seperti ini, berharap mendapat tempat berteduh yang layak saat hujan pun dia tidak bisa.
Tapi sekarang lihat dia, dia bisa mendapatkan apa pun yang dia mau. Bukan hanya sepotong roti untuk makan malam, bahkan tempat kumuh yang dia inginkan sebagai tempat berteduh pun, sudah berubah menjadi istana mewah yang diidamkan setiap orang.
Tidak ada lagi ladang jagung maupun gandum yang penuh ilalang juga serangga. Tidak ada lagi kandang babi atau mengangkut kotoran sapi ke ladang untuk dijadikan pupuk.
Tak ada lagi pakaian lusuh, robek dan bau. Tak ada lagi sapatu kebesaran dengan sol yang rusak. Tidak ada ... tidak ada lagi hal-hal seperti itu yang membuat nya dihina siapa pun lagi sekarang. Bahkan, setiap orang yang bertemu dengan nya mampu menundukkan kepala di hadapan nya. Memujanya. Dan mencium sepatu kotornya tanpa dia minta.
Sepasang iris zamrud Neo memperhatikan seluruh ruangan besar yang sudah dipenuhi undangan yang datang malam itu.
Ruangan besar yang didekorasi sangat megah itu terlihat mengangumkan dengan interior mewah yang benar-benar mencerminkan kasta seseorang.
Terlihat ada beberapa patung yang dipahat oleh pemahat terkenal pada zamannya, mempercantik sisi demi sisi ruangan tersebut.
Di sana, ada satu patung yang membuat Neo terpukau. Sebuah patung yang di letakan di tengah ruangan, berkuran cukup besar dan terlihat menonjol dibandingkan patung lainnya yang sering dia lihat di musium-musium.
Itu adalah THE KISS.
The Kiss adalah patung terkenal yang dipahat oleh Auguste Rodin. Seorang pria dari Prancis yang berhasil memahat patung indah dengan kisah tragis yang ada di dalam nya. Patung yang juga menceritakan tentang syair Dante`s Inferno.
Sebuah patung yang menceritakan tentang seorang putri bangsawan bersama suaminya Giovani Malatesta. Namun karena ada yang tidak senang pada status dan cinta keduanya, mereka memutuskan untuk membunuh Giovani dan istrinya.
Dalam patung itu terlihat jelas bahwa bibir pasangan tersebut tidak menyentuh satu sama lainnya. Auguste Rodine seolah ingin menunjukan bahwa mereka diganggu, dan bertemu dengan akhir mereka tanpa pernah merasakan bagai mana manisnya bibir si wanita bertemu dengan bibir si pria.
Ironi kehidupan yang menyayat hati. Tak pernah ada satupun yang tahu bagai mana akhir nya, bahkan seorang dengan kemampuan meramal pun tak dapat meramalkan kapan dia harus mati dan dengan cara apa dia akan mati.
“Anda menyukai patung itu, Tuan Arguandral?” perhatian Neo hancur saat seseorang menyapanya dengan suara yang sangat lembut.
Dia seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik, meski itu tak menyembunyikan keriput tuanya yang sudah terlihat sangat jelas di sana.
“Saya Meera.” Ujarnya lagi dan Neo masih diam. Dia tidak mengenal siapa wanita di depan nya sekarang, “terima kasih sudah mau memenuhi undangan saya dan suami saya.” Meera mengulurkan tangan nya.
“Selamat untuk ulang tahun pernikahan kalian.” Neo mengulurkan tangan nya, menyambut uluran tangan yang di tawarkan oleh wanita benama Meera tersebut.
“Selera anda sangat tinggi, hingga mampu membeli karya Auguste Rodin seperti ini.“
“Anda jangan berlebihan, ini hanya replika yang dibuat di studio.”
“Bukankah orang seperti Rudolf Hans bisa membeli ratusan patung asli seperti ini jika dia mau?” Neo berargumen. Tapi, malah di jawab senyum oleh Meera.
“Mungkin bisa, tapi aku tidak terlalu tertarik pada karya seni seperti ini. Aku lebih senang kalau bisa memberikan uang yang harusnya untuk membeli semua benda-benda itu, digunakan untuk membeli makanan dan pakaian bagi anak-anak di panti asuhan.”
Neo tersenyum kecut saat mendengar penuturan Meera Hans tentang uang yang dia miliki harusnya dia gunakan untuk apa.
Oh ayolah, Neo sudah terlalu bosan mendengar bagai mana para penjual racun di masyarakat mencoba menjadi malaikat dan iblis di sisi berbeda pada waktu yang sama.
“Anda berkata demikian atau karena The Kiss sudah dibeli duluan oleh seorang kolektor asal Amerika jadi anda hanya bisa membayar replika yang dipalsukan oleh orang-orang yang menyukai karya Rodin yang lain?” Neo menginterupsi.
“Umn, bisakah kita membahas hal lain di luar patung?” ucap seorang pria buntal penuh percaya diri datang ke arahnya, sementara sang istri hanya bisa tersenyum canggung.
“Mr. Arguandral,” pria bertubuh gemuk dengan tubuh pendek itu merangkul pinggang Meera Hans sang istri, itu Rudolf Hans.
Dengan senyum yang tak habis di wajah nya, dia lalu mengulukan tangan nya berharap dapat hal yang sama dari Neo.
Tentu saja dengan senang hati Neo menyambut uluran tangan pria itu. “Senang bisa bertemu anda di sini.”
“Terima kasih karena sudah mengundang saya ke acara penting dalam hidup kalian.”
“Anda sangat luar biasa, ini yang membuat saya tertarik dan saya akan menanamkan modal di perusaha—“
“Tidak, saya tidak menerima penanaman modal dalam bentuk apa pun di perusahaan saya. Dan lagi ... bukankah ini sebuah pesta ulang tahun pernikahan dan bukan pesta untuk ajang bisnis, kan? Jadi untuk apa membicarakan hal seperti itu sekarang, sebaiknya anda nikmat saja acara sekali seumur hidup anda ini.“
“Ah, tentu saja ... anda selalu saja terlihat serius, hahaha ... saya pikir anda akan sedikit lebih rileks jika di acara seperti ini.”
Neo memalingkan wajah nya, mungkin itu sebuah sindiran untuk nya dan jelas saja dia tidak menyukai hal itu.
“Haha, apa anda menyukai tempat ini?”
“Ini mansion yang indah.”
“Tentu saja, saya sudah menghabis kan banyak uang untuk membangun mansion ini dan harga nya tidak jauh berbeda dengan milik anda di South Bank sana.” Senyum Rudolf Hans, membuat Neo melirik pria buntal itu dari ekor matanya.
Tak ada jawaban. Neo kembali melihat sekelilingnya, berharap menemukan sesuatu yang dimaksud Ash. Sesuatu yang bersangkutan dengan Lucifer atau apa pun itu tentang sesuatu yang dia cari sejak dulu sekali.
Hanya saja, begitu banyak orang di tempat ini. Dia tidak mungkin mencari satu persatu untuk menemukan satu dari sekian banyak manusia di sini. Lagi pula...,
Sepasang mata Neo terbelalak saat seseorang dengan setelan tuksedo dan syal berwarna putih dengan sebuah tongkat perak masuk bersama seorang pria lain yang bertubuh lebih tinggi tapi tidak dengan pakaian seformal pria tua di depan nya, penampilan pria itu malah terkesan sangat arogan, sangat tidak rapi dengan brewok tipis yang memenuhi sebagian wajah nya juga tatapannya yang sangat dingin mengintimidasi.
Memicingkan matanya, Neo merasa kalau dia pernah melihat orang di belakang pria tua itu. Ya, dia mengenalnya...,
“Mr. Arguandral, kurasa kit—“
“Maaf, kurasa aku punya seseorang untuk disap—“
Brugh!
Tubuh Neo nyaris limbung saat seorang gadis menabraknya dari depan. Membuat tubuhnya nyaris terjungkal ke belakang tapi beruntung Neo masih bisa mengendalikan diri dan menahan bobot tubuhnya, reflek menangkap tubuh gadis yang menabraknya itu agar tidak jatuh pada pecahan gelas yang ikut pecah saat dia menabrak Neo.
_