Saat ini, aku, Rio, dan Tuan Garfiel sedang memakan makanan mahal di restoran mahal, kala sedang makan, aku dan Rio sempat bertengkar ringan, dan sialnya perwujudan dari kebencianku itu malah keceplosan mengatakan hal-hal terkait ‘kami yang satu jiwa, dan kau bagian dari diriku’ yang membuat Tuan Garfiel penasaran pada hal tersebut. Aku dan Rio akhirnya kebingungan bagaimana menjelaskannya pada Tuan Garfiel, sebab di satu sisi, kami tidak ingin hal itu terbongkar pada orang lain karena itu adalah rahasia yang hanya diketahui oleh kami berdua, tetapi di sisi lain, Tuan Garfiel, yang merupakan guru penyihirku, telah menjadi orang pertama yang mendengar pembicaraan mengenai hal itu dan itu membuatnya jadi sangat penasaran, aku bisa melihatnya dengan jelas, wajah Tuan Garfiel mengindikasikan bahwa dia benar-benar butuh penjelasan mengenai hal tersebut.
Mengingat Tuan Garfiel adalah seorang master penyihir yang sangat cerdas dan kuat, tentu tidak mudah untuk sekedar membodohinya atau membohonginya, pasti dia punya semacam teknik yang dapat membaca tanda-tanda kebohongan dari seseorang dan memikirkannya saja itu sudah membuatku jadi semakin gelisah. Sepertinya tidak ada cara lain selain mengatakan yang sejujurnya, sebab mau disembunyikan bagaimanapun, Tuan Garfiel dapat mengetahuinya. Yah, setidaknya itulah yang kupikirkan, tetapi jika menyangkut apa yang dipikirkan Rio, aku sama sekali tidak tahu. Kami bahkan tidak duduk berdekatan, melainkan berhadapan, sehingga untuk berbisik saja, atau memberi bahasa isyarat saja, sangat sulit karena Tuan Garfiel selalu memperhatikan kami dengan serius dan penuh fokus.
Apapun yang dipikirkan Rio, semoga saja tidak jauh berbeda denganku, tetapi sayangnya aku salah, karena dia dengan seenaknya malah berbicara duluan.
“Itu bukanlah apa-apa, kami tadi hanya bercanda, maksud dari kami yang satu jiwa dan semacamnya, itu hanyalah ejekan-ejekan yang sering kami ucapkan jika sedang marah, yah, seperti yang kau tahu, aku dan Goro tampak seperti saudara kembar, bukan? Jadi, kami berpikir mungkin saja kami ini sebenarnya satu jiwa, sampai akhirnya kami jadi sering mengatakan hal-hal semacam itu untuk menambahkan suasana seru di dalam hidup kami. Hahahahah! Sudahlah, tidak perlu diseriuskan, fokuslah pada makananmu, Tuan.”
Mendengar penjelasan yang dikatakan oleh Goro sepertinya tidak membuat Tuan Garfiel merasa puas, melainkan semakin penasaran, dua matanya menyipit, menandakan kalau Tuan Garfiel mencurigai apa yang dikatakan oleh Rio. Sudah kuduga, akan sulit untuk membohongi seorang penyihir kelas atas seperti Tuan Garfiel, dia pasti punya kekuatan sakti yang dapat mendeteksi kebohongan dari mulut seseorang atau semacamnya, sehingga percuma saja, segala tipuan tidak akan mempan di depan Tuan Garfiel.
“Oh, begitu, ya? Kukira kenapa, kalian ini ada-ada saja, dasar anak-anak.”
Tiba-tiba muka waspada Tuan Garfiel langsung lenyap dan berubah santai seperti sebelumnya, dia tampak percaya pada yang diucapkan oleh Rio dan alih-alih curiga, ia langsung tidak ambil pusing, seakan-akan menganggap hal itu tidak penting. Aku tidak percaya ini, kupikir akan sangat sulit membohongi Tuan Garfiel, ternyata semudah itu? Sial, perkiraanku meleset lagi. Sebenarnya apa, sih, yang kupikirkan selama ini, mengapa aku terlalu serius pada segala hal. Aku langsung mengambil gelas dan meneguk air segar sebanyak mungkin ke dalam tenggorokanku. Sementara Rio terlihat menertawakanku diam-diam, seolah-olah dia berkata kalau segala kegelisahan dan ketakutanku tadi, adalah kebodohan. Rio benar-benar sedang mengejekku sekarang.
“Ah, ngomong-ngomong, apakah kau sudah resmi mengangkat Goro sebagai muridmu?” tanya Rio dengan riang pada Tuan Garfiel yang sedang mengunyah makanan di mulutnya. Bola mata Tuan Garfiel mengerling ke arah Rio dan menganggukkan kepalanya, seraya menelan makanan yang baru dikunyahnya dan langsung membalas itu.
“Ya, aku telah mengangkatnya secara resmi sebagai muridku, dia punya potensi dan dapat menjadi seorang penyihir hebat. Goro adalah berlian yang belum diasah, aku bisa melihatnya, dia sangat berbakat.” Jawab Tuan Garfiel dengan tersenyum tipis pada Rio, sementara aku yang mendengarkannya, hanya tertunduk malu, mukaku sampai memerah, betapa senangnya diriku dipuji-puji oleh orang yang sangat kuobsesikan. Sebelumnya, Tuan Garfiel sangat dingin dan kasar padaku, sekarang dia terkesan lembut dan hangat.
“Mohon bimbing Goro sekeras mungkin, Tuan. Aku mengandalkanmu.” Kata Rio dengan melirikku sesaat.
“Ya, pasti.” Tuan Garfiel mengangguk lagi dengan semangat.
Aku tidak mengerti pada Rio yang tiba-tiba membahas itu sekarang, bukankah seharusnya dia mengatakan itu di saat aku sedang tidak ada di sini? Aku jadi sangat malu mendengar mereka membicarakkanku tepat di depan mukaku, bahkan Tuan Garfiel sampai memujiku, dan Rio bertingkah layaknya seorang kakak yang menitipkan adiknya pada orang lain. Itu benar-benar membuatku malu. Tidak, malu yang kuartikan bukan pada hal yang negatif, sebab dibalik itu, aku senang, bahagia, gembira mendengarnya.
Setelah itu, aku dan Rio berpamitan pada Tuan Garfiel di depan gedung restoran mewah itu, untuk pulang ke hotel, begitu juga dengan Tuan Garfiel yang akan istirahat di kediamannya. Di tengah perjalanan menuju hotel, Rio berkali-kali menggodaku, memaksaku untuk ikut tertawa gembira karena akhirnya aku telah diangkat secara resmi menjadi muridnya Tuan Garfiel, tapi sayangnya, alih-alih tertawa bahagia, aku malah marah pada Rio yang sempat membocorkan rahasia soal ‘satu jiwa’ dan disitu Rio meminta maaf sembari memperlihatkan mukanya yang tampak tidak menyesal, malah cengengesan dan minta dipukul. Dia itu benar-benar menyebalkan, aku tidak habis fikir dia harus menjadi perwujudan dari kebencianku.
Apapun itu, aku tidak peduli lagi, sekarang aku sangat mengantuk, saat sampai di kamar hotel, aku langsung terlelap sementara Rio malah mandi di tengah malam begini, terserahlah, yang penting sekarang aku bisa tidur dengan nyenyak. Keesokan harinya, ketika cahaya matahari menyinari wajahku dari balik gorden kamar, aku terkejut saat melihat Rio sedang tergeletak di lantai kamar dengan darah yang berceceran dari mulutnya. Aku langsung panik dan berusaha membangunkan Rio, dan saat orang itu bangun, dia malah tertawa terbahak-bahak, lalu dia menjelaskan kalau itu bukan darah, melainkan selai merah rasa strawberry yang sangat cair, tampak seperti darah manusia. Disitu aku benar-benar kesal dan marah pada Rio, yang benar saja, di pagi-pagi begini, dia telah membuatku panik dan kelabakan, bagaimana jadinya jika aku telah memanggil ambulan? Bukankah itu akan sangat konyol.
Melupakan hal itu, aku langsung mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke tempat latihanku, saat melihatku akan berangkat, Rio juga langsung ikut. Di dalam perjalanan, Rio terus berceloteh soal hal-hal konyol lalu dia tertawa terbahak-bahak, menertawakan lawakannya sendiri sementara aku hanya memasang wajah super datar dan fokus ke depan. Sesampainya di depan gerbang rumah Tuan Garfiel, aku langsung menekan bel dan gerbang itu secara otomatis terbuka sendiri, mempersilakan kami untuk masuk, setelah kami masuk, gerbang itu langsung tertutup kembali dengan cepat.
Saat ini, aku, Rio, dan Tuan Garfiel sedang memakan makanan mahal di restoran mahal, kala sedang makan, aku dan Rio sempat bertengkar ringan, dan sialnya perwujudan dari kebencianku itu malah keceplosan mengatakan hal-hal terkait ‘kami yang satu jiwa, dan kau bagian dari diriku’ yang membuat Tuan Garfiel penasaran pada hal tersebut. Aku dan Rio akhirnya kebingungan bagaimana menjelaskannya pada Tuan Garfiel, sebab di satu sisi, kami tidak ingin hal itu terbongkar pada orang lain karena itu adalah rahasia yang hanya diketahui oleh kami berdua, tetapi di sisi lain, Tuan Garfiel, yang merupakan guru penyihirku, telah menjadi orang pertama yang mendengar pembicaraan mengenai hal itu dan itu membuatnya jadi sangat penasaran, aku bisa melihatnya dengan jelas, wajah Tuan Garfiel mengindikasikan bahwa dia benar-benar butuh penjelasan mengenai hal tersebut.
Mengingat Tuan Garfiel adalah seorang master penyihir yang sangat cerdas dan kuat, tentu tidak mudah untuk sekedar membodohinya atau membohonginya, pasti dia punya semacam teknik yang dapat membaca tanda-tanda kebohongan dari seseorang dan memikirkannya saja itu sudah membuatku jadi semakin gelisah. Sepertinya tidak ada cara lain selain mengatakan yang sejujurnya, sebab mau disembunyikan bagaimanapun, Tuan Garfiel dapat mengetahuinya. Yah, setidaknya itulah yang kupikirkan, tetapi jika menyangkut apa yang dipikirkan Rio, aku sama sekali tidak tahu. Kami bahkan tidak duduk berdekatan, melainkan berhadapan, sehingga untuk berbisik saja, atau memberi bahasa isyarat saja, sangat sulit karena Tuan Garfiel selalu memperhatikan kami dengan serius dan penuh fokus.
Apapun yang dipikirkan Rio, semoga saja tidak jauh berbeda denganku, tetapi sayangnya aku salah, karena dia dengan seenaknya malah berbicara duluan.
“Itu bukanlah apa-apa, kami tadi hanya bercanda, maksud dari kami yang satu jiwa dan semacamnya, itu hanyalah ejekan-ejekan yang sering kami ucapkan jika sedang marah, yah, seperti yang kau tahu, aku dan Goro tampak seperti saudara kembar, bukan? Jadi, kami berpikir mungkin saja kami ini sebenarnya satu jiwa, sampai akhirnya kami jadi sering mengatakan hal-hal semacam itu untuk menambahkan suasana seru di dalam hidup kami. Hahahahah! Sudahlah, tidak perlu diseriuskan, fokuslah pada makananmu, Tuan.”
Mendengar penjelasan yang dikatakan oleh Goro sepertinya tidak membuat Tuan Garfiel merasa puas, melainkan semakin penasaran, dua matanya menyipit, menandakan kalau Tuan Garfiel mencurigai apa yang dikatakan oleh Rio. Sudah kuduga, akan sulit untuk membohongi seorang penyihir kelas atas seperti Tuan Garfiel, dia pasti punya kekuatan sakti yang dapat mendeteksi kebohongan dari mulut seseorang atau semacamnya, sehingga percuma saja, segala tipuan tidak akan mempan di depan Tuan Garfiel.
“Oh, begitu, ya? Kukira kenapa, kalian ini ada-ada saja, dasar anak-anak.”
Tiba-tiba muka waspada Tuan Garfiel langsung lenyap dan berubah santai seperti sebelumnya, dia tampak percaya pada yang diucapkan oleh Rio dan alih-alih curiga, ia langsung tidak ambil pusing, seakan-akan menganggap hal itu tidak penting. Aku tidak percaya ini, kupikir akan sangat sulit membohongi Tuan Garfiel, ternyata semudah itu? Sial, perkiraanku meleset lagi. Sebenarnya apa, sih, yang kupikirkan selama ini, mengapa aku terlalu serius pada segala hal. Aku langsung mengambil gelas dan meneguk air segar sebanyak mungkin ke dalam tenggorokanku. Sementara Rio terlihat menertawakanku diam-diam, seolah-olah dia berkata kalau segala kegelisahan dan ketakutanku tadi, adalah kebodohan. Rio benar-benar sedang mengejekku sekarang.
“Ah, ngomong-ngomong, apakah kau sudah resmi mengangkat Goro sebagai muridmu?” tanya Rio dengan riang pada Tuan Garfiel yang sedang mengunyah makanan di mulutnya. Bola mata Tuan Garfiel mengerling ke arah Rio dan menganggukkan kepalanya, seraya menelan makanan yang baru dikunyahnya dan langsung membalas itu.
“Ya, aku telah mengangkatnya secara resmi sebagai muridku, dia punya potensi dan dapat menjadi seorang penyihir hebat. Goro adalah berlian yang belum diasah, aku bisa melihatnya, dia sangat berbakat.” Jawab Tuan Garfiel dengan tersenyum tipis pada Rio, sementara aku yang mendengarkannya, hanya tertunduk malu, mukaku sampai memerah, betapa senangnya diriku dipuji-puji oleh orang yang sangat kuobsesikan. Sebelumnya, Tuan Garfiel sangat dingin dan kasar padaku, sekarang dia terkesan lembut dan hangat.
“Mohon bimbing Goro sekeras mungkin, Tuan. Aku mengandalkanmu.” Kata Rio dengan melirikku sesaat.
“Ya, pasti.” Tuan Garfiel mengangguk lagi dengan semangat.
Aku tidak mengerti pada Rio yang tiba-tiba membahas itu sekarang, bukankah seharusnya dia mengatakan itu di saat aku sedang tidak ada di sini? Aku jadi sangat malu mendengar mereka membicarakkanku tepat di depan mukaku, bahkan Tuan Garfiel sampai memujiku, dan Rio bertingkah layaknya seorang kakak yang menitipkan adiknya pada orang lain. Itu benar-benar membuatku malu. Tidak, malu yang kuartikan bukan pada hal yang negatif, sebab dibalik itu, aku senang, bahagia, gembira mendengarnya.
Setelah itu, aku dan Rio berpamitan pada Tuan Garfiel di depan gedung restoran mewah itu, untuk pulang ke hotel, begitu juga dengan Tuan Garfiel yang akan istirahat di kediamannya. Di tengah perjalanan menuju hotel, Rio berkali-kali menggodaku, memaksaku untuk ikut tertawa gembira karena akhirnya aku telah diangkat secara resmi menjadi muridnya Tuan Garfiel, tapi sayangnya, alih-alih tertawa bahagia, aku malah marah pada Rio yang sempat membocorkan rahasia soal ‘satu jiwa’ dan disitu Rio meminta maaf sembari memperlihatkan mukanya yang tampak tidak menyesal, malah cengengesan dan minta dipukul. Dia itu benar-benar menyebalkan, aku tidak habis fikir dia harus menjadi perwujudan dari kebencianku.
Apapun itu, aku tidak peduli lagi, sekarang aku sangat mengantuk, saat sampai di kamar hotel, aku langsung terlelap sementara Rio malah mandi di tengah malam begini, terserahlah, yang penting sekarang aku bisa tidur dengan nyenyak. Keesokan harinya, ketika cahaya matahari menyinari wajahku dari balik gorden kamar, aku terkejut saat melihat Rio sedang tergeletak di lantai kamar dengan darah yang berceceran dari mulutnya. Aku langsung panik dan berusaha membangunkan Rio, dan saat orang itu bangun, dia malah tertawa terbahak-bahak, lalu dia menjelaskan kalau itu bukan darah, melainkan selai merah rasa strawberry yang sangat cair, tampak seperti darah manusia. Disitu aku benar-benar kesal dan marah pada Rio, yang benar saja, di pagi-pagi begini, dia telah membuatku panik dan kelabakan, bagaimana jadinya jika aku telah memanggil ambulan? Bukankah itu akan sangat konyol.
Melupakan hal itu, aku langsung mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke tempat latihanku, saat melihatku akan berangkat, Rio juga langsung ikut. Di dalam perjalanan, Rio terus berceloteh soal hal-hal konyol lalu dia tertawa terbahak-bahak, menertawakan lawakannya sendiri sementara aku hanya memasang wajah super datar dan fokus ke depan. Sesampainya di depan gerbang rumah Tuan Garfiel, aku langsung menekan bel dan gerbang itu secara otomatis terbuka sendiri, mempersilakan kami untuk masuk, setelah kami masuk, gerbang itu langsung tertutup kembali dengan cepat.
Saat ini, aku, Rio, dan Tuan Garfiel sedang memakan makanan mahal di restoran mahal, kala sedang makan, aku dan Rio sempat bertengkar ringan, dan sialnya perwujudan dari kebencianku itu malah keceplosan mengatakan hal-hal terkait ‘kami yang satu jiwa, dan kau bagian dari diriku’ yang membuat Tuan Garfiel penasaran pada hal tersebut. Aku dan Rio akhirnya kebingungan bagaimana menjelaskannya pada Tuan Garfiel, sebab di satu sisi, kami tidak ingin hal itu terbongkar pada orang lain karena itu adalah rahasia yang hanya diketahui oleh kami berdua, tetapi di sisi lain, Tuan Garfiel, yang merupakan guru penyihirku, telah menjadi orang pertama yang mendengar pembicaraan mengenai hal itu dan itu membuatnya jadi sangat penasaran, aku bisa melihatnya dengan jelas, wajah Tuan Garfiel mengindikasikan bahwa dia benar-benar butuh penjelasan mengenai hal tersebut.
Mengingat Tuan Garfiel adalah seorang master penyihir yang sangat cerdas dan kuat, tentu tidak mudah untuk sekedar membodohinya atau membohonginya, pasti dia punya semacam teknik yang dapat membaca tanda-tanda kebohongan dari seseorang dan memikirkannya saja itu sudah membuatku jadi semakin gelisah. Sepertinya tidak ada cara lain selain mengatakan yang sejujurnya, sebab mau disembunyikan bagaimanapun, Tuan Garfiel dapat mengetahuinya. Yah, setidaknya itulah yang kupikirkan, tetapi jika menyangkut apa yang dipikirkan Rio, aku sama sekali tidak tahu. Kami bahkan tidak duduk berdekatan, melainkan berhadapan, sehingga untuk berbisik saja, atau memberi bahasa isyarat saja, sangat sulit karena Tuan Garfiel selalu memperhatikan kami dengan serius dan penuh fokus.
Apapun yang dipikirkan Rio, semoga saja tidak jauh berbeda denganku, tetapi sayangnya aku salah, karena dia dengan seenaknya malah berbicara duluan.
“Itu bukanlah apa-apa, kami tadi hanya bercanda, maksud dari kami yang satu jiwa dan semacamnya, itu hanyalah ejekan-ejekan yang sering kami ucapkan jika sedang marah, yah, seperti yang kau tahu, aku dan Goro tampak seperti saudara kembar, bukan? Jadi, kami berpikir mungkin saja kami ini sebenarnya satu jiwa, sampai akhirnya kami jadi sering mengatakan hal-hal semacam itu untuk menambahkan suasana seru di dalam hidup kami. Hahahahah! Sudahlah, tidak perlu diseriuskan, fokuslah pada makananmu, Tuan.”
Mendengar penjelasan yang dikatakan oleh Goro sepertinya tidak membuat Tuan Garfiel merasa puas, melainkan semakin penasaran, dua matanya menyipit, menandakan kalau Tuan Garfiel mencurigai apa yang dikatakan oleh Rio. Sudah kuduga, akan sulit untuk membohongi seorang penyihir kelas atas seperti Tuan Garfiel, dia pasti punya kekuatan sakti yang dapat mendeteksi kebohongan dari mulut seseorang atau semacamnya, sehingga percuma saja, segala tipuan tidak akan mempan di depan Tuan Garfiel.
“Oh, begitu, ya? Kukira kenapa, kalian ini ada-ada saja, dasar anak-anak.”
Tiba-tiba muka waspada Tuan Garfiel langsung lenyap dan berubah santai seperti sebelumnya, dia tampak percaya pada yang diucapkan oleh Rio dan alih-alih curiga, ia langsung tidak ambil pusing, seakan-akan menganggap hal itu tidak penting. Aku tidak percaya ini, kupikir akan sangat sulit membohongi Tuan Garfiel, ternyata semudah itu? Sial, perkiraanku meleset lagi. Sebenarnya apa, sih, yang kupikirkan selama ini, mengapa aku terlalu serius pada segala hal. Aku langsung mengambil gelas dan meneguk air segar sebanyak mungkin ke dalam tenggorokanku. Sementara Rio terlihat menertawakanku diam-diam, seolah-olah dia berkata kalau segala kegelisahan dan ketakutanku tadi, adalah kebodohan. Rio benar-benar sedang mengejekku sekarang.
“Ah, ngomong-ngomong, apakah kau sudah resmi mengangkat Goro sebagai muridmu?” tanya Rio dengan riang pada Tuan Garfiel yang sedang mengunyah makanan di mulutnya. Bola mata Tuan Garfiel mengerling ke arah Rio dan menganggukkan kepalanya, seraya menelan makanan yang baru dikunyahnya dan langsung membalas itu.
“Ya, aku telah mengangkatnya secara resmi sebagai muridku, dia punya potensi dan dapat menjadi seorang penyihir hebat. Goro adalah berlian yang belum diasah, aku bisa melihatnya, dia sangat berbakat.” Jawab Tuan Garfiel dengan tersenyum tipis pada Rio, sementara aku yang mendengarkannya, hanya tertunduk malu, mukaku sampai memerah, betapa senangnya diriku dipuji-puji oleh orang yang sangat kuobsesikan. Sebelumnya, Tuan Garfiel sangat dingin dan kasar padaku, sekarang dia terkesan lembut dan hangat.
“Mohon bimbing Goro sekeras mungkin, Tuan. Aku mengandalkanmu.” Kata Rio dengan melirikku sesaat.
“Ya, pasti.” Tuan Garfiel mengangguk lagi dengan semangat.
Aku tidak mengerti pada Rio yang tiba-tiba membahas itu sekarang, bukankah seharusnya dia mengatakan itu di saat aku sedang tidak ada di sini? Aku jadi sangat malu mendengar mereka membicarakkanku tepat di depan mukaku, bahkan Tuan Garfiel sampai memujiku, dan Rio bertingkah layaknya seorang kakak yang menitipkan adiknya pada orang lain. Itu benar-benar membuatku malu. Tidak, malu yang kuartikan bukan pada hal yang negatif, sebab dibalik itu, aku senang, bahagia, gembira mendengarnya.
Setelah itu, aku dan Rio berpamitan pada Tuan Garfiel di depan gedung restoran mewah itu, untuk pulang ke hotel, begitu juga dengan Tuan Garfiel yang akan istirahat di kediamannya. Di tengah perjalanan menuju hotel, Rio berkali-kali menggodaku, memaksaku untuk ikut tertawa gembira karena akhirnya aku telah diangkat secara resmi menjadi muridnya Tuan Garfiel, tapi sayangnya, alih-alih tertawa bahagia, aku malah marah pada Rio yang sempat membocorkan rahasia soal ‘satu jiwa’ dan disitu Rio meminta maaf sembari memperlihatkan mukanya yang tampak tidak menyesal, malah cengengesan dan minta dipukul. Dia itu benar-benar menyebalkan, aku tidak habis fikir dia harus menjadi perwujudan dari kebencianku.
Apapun itu, aku tidak peduli lagi, sekarang aku sangat mengantuk, saat sampai di kamar hotel, aku langsung terlelap sementara Rio malah mandi di tengah malam begini, terserahlah, yang penting sekarang aku bisa tidur dengan nyenyak. Keesokan harinya, ketika cahaya matahari menyinari wajahku dari balik gorden kamar, aku terkejut saat melihat Rio sedang tergeletak di lantai kamar dengan darah yang berceceran dari mulutnya. Aku langsung panik dan berusaha membangunkan Rio, dan saat orang itu bangun, dia malah tertawa terbahak-bahak, lalu dia menjelaskan kalau itu bukan darah, melainkan selai merah rasa strawberry yang sangat cair, tampak seperti darah manusia. Disitu aku benar-benar kesal dan marah pada Rio, yang benar saja, di pagi-pagi begini, dia telah membuatku panik dan kelabakan, bagaimana jadinya jika aku telah memanggil ambulan? Bukankah itu akan sangat konyol.