Diperintahkan untuk menutup matamu rapat-rapat sambil berdiri tegak, juga merasakan ada sesuatu yang mengganggu seluruh tubuhmu dari sebuah pukulan di perut sampai gelitikan di seluruh badan, tentu tidak mudah untuk terus bertahan, tapi bagaimana pun, aku harus melalui latihan ini agar aku bisa mengeluarkan dan mengendalikan energi sihirku sendiri, dan itu sangat wajib. Meskipun di pertengahan latihan aku jadi merasa gelisah sebab Tuan Garfiel masih belum memerintahkanku untuk membuta mata, maksudku, aku cemas mau sampai kapan aku terus-terusan menutup mataku? Jujur, itu tidak membuatku nyaman, aku merasa ketakutan. Aku khawatir sesuatu yang lain setelah pukulan dan gelitikan muncul lagi menggangguku.
Jujur, aku masih heran sebenarnya itu ulah siapa? Apakah itu ulahnya Tuan Garfiel? Tapi kurasa mustahil, buat apa Tuan Garfiel melakukan itu? Lagipula, sebelumnya ketika perutku dipukul dan aku secara refleks membuta kelopak mataku, aku sama sekali tidak melihat Tuan Garfiel telah melakukan itu, dia masih berdiri jauh di depanku dengan matanya yang memandangiku tajam dari sana, dia sama sekali tidak melakukan apapun padaku dan aku sangat yakin pada hal itu. Mungkin saja, itu adalah perbuatan energi sihirku sendiri, yang mencoba memberontak dan melawan ketika aku sedang berusaha fokus menguasainya. Tapi kalau begitu, energi sihir itu hidup? Entahlah, aku tidak mengerti, itu Cuma prediksi yang kupikirkan secara sembarangan.
Aku perlu menanyakan soal ini pada Tuan Garfiel agar dia bisa menjelaskan penyebab dari semua yang kurasakan ini, pasti ada sebabnya dan solusinya dibalik itu semua.
“Tanpa membuka matamu, jawab pertanyaanku.”
“Baik, Tuan Garfiel!” ucapku dengan semangat, meski aku sedang gelisah sekalipun, energiku tetap membara dan aku masih sangat bersemangat dalam menanggapi segala yang Tuan Garfiel katakan. Setidaknya, sekarang tidak ada lagi keheningan karena Tuan Garfiel mulai mengawali pembicaraan dengan sesi pertanyaan, dan aku yakin itu juga bagian dari latihan.
“Siapa namamu dan nama temanmu itu, nak?”
“Namaku Goro Flamingo! Dan temanku bernama Rio! Tuan!” jawabku dengan sangat antusias, dan saat itulah aku mulai menyadari kalau aku ini murid yang tidak sopan karena tidak memperkenalkan diri dengan baik pada Tuan Garfiel sampai-sampai beliau sendiri yang menanyakan namaku. Sungguh, aku jadi sangat malu sekarang pada Tuan Garfiel, menyadari kurang ajarnya diriku pada beliau.
“Baiklah, Goro, sekarang, bagaimana kondisimu sekarang? Jawablah dengan jujur.”
“Kondisiku sejauh ini baik-baik saja, Tuan. Meski sebelumnya aku merasa perutku seperti dipukul dan seluruh tubuhku digelitiki oleh banyak tangan, itulah yang sedikit membuatku gelisah, Tuan. Tapi aku yakin, itu adalah bagian dari latihan, jadi aku bisa menahannya sekuat mungkin.”
“Begitu rupanya, kau benar-benar kuat dan pemberani,” kata Tuan Garfiel, yang kuyakini dia sekarang sedang tersenyum bangga padaku. Aku senang sekali jika itu benar, karena artinya aku telah menciptakan kesan yang bagus pada Tuan Garfiel sehingga dia dapat menganggapku salah satu muridnya yang hebat. Aku sangat bahagia dengan pencapaianku saat ini.
“Terima kasih, Tuan Garfiel, aku senang mendengar itu dari Anda.”
“Tapi, kau masih tampak begitu lemah dan hijau di mataku, bahkan sebelumnya, kau berani membuka mata tanpa seizinku, apakah kau tahu? Itu adalah tindakan yang sangat menghinaku, artinya, kau tidak percaya pada pelatihmu sendiri.”
Disitu aku benar-benar kaget, sungguh, aku terkejut Tuan Garfiel berpikir begitu padaku, aku benar-benar tidak menyangkanya. Kalau begitu, artinya pemikiranku salah, Tuan Garfiel tidak menganggapku sebagai muridnya yang hebat, melainkan orang asing yang tidak becus mengikuti prosedur latihannya, dan itu membuatnya kesal. Bagaimana ini, aku bahkan jadi tidak bisa meresponnya, aku bingung bagaimana caraku menjawabnya, aku takut salah kata saat melakukannya dan dapat membuat situasi jadi semakin canggung dan tegang.
“Kenapa kau diam saja? Tidak adakah hal yang ingin kau katakan, Goro?” tanya Tuan Garfiel saat menyadari bahwa aku tidak merespon perkataannya sama sekali dan mungkin itu membuatnya terheran-heran. “Apakah sekarang kau putus asa dan menganggapku orang yang kejam?”
“T-Tidak! Tuan! Aku tidak berpikir begitu, malah sebaliknya, aku merasa bersalah karena telah membuat Anda marah, itu memang kesalahanku dan aku bertanggung jawab untuk menerima segala kemarahana Anda, tetapi aku sama sekali tidak berpikir bahwa Anda kejam, aku lebih merasa kalau Anda sangat tegas dan aku sangat mengagumi ketegasan Anda, Tuan Garfiel,” jawabku dengan pelan. “Yang membuatku tidak merespon ucapan Anda, itu karena aku masih mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab perkataan Anda, jika aku salah bicara, itu bisa berkakibat fatal, itulah alasanku, Tuan Garfiel.”
“Berhentilah membuat-buat alasan, Goro,” tukas Tuan Garfiel dengan nada yang halus tapi mematikan. “Kalau kau memang sedang putus asa, ketakutan, dan menganggapku sebagai orang yang kejam, itu normal dan tidak masalah. Justru, dengan segala alasan yang kau katakan barusan, itu menambah buruk penilaianku terhadapmu, kau benar-benar penuh dengan kepalsuan. Kau tidak cocok menjadi muridku, kau terlalu kurang ajar.”
“M-Maafkan aku, Tuan Garfiel.”
“Sekarang, aku ingin bertanya padamu, kenapa kau memilihku sebagai gurumu? Dari ribuan guru di kota ini, kenapa kau memilihku? Jujur saja, aku tidak sanggup melatih murid yang kurang ajar sepertimu. Kenapa kau tidak pilih saja orang lain untuk melatihmu, aku yakin salah satu dari mereka ada yang mampu menampung sifat kurang ajarmu itu. Tapi untukku, aku tidak mampu dan tidak menginginkannya.”
Setelah mendengar segala ucapan yang Tuan Garfiel katakan, aku hanya terdiam dan menundukkan kepalaku, mataku masih terpejam, tapi aku tidak bisa menahan air mataku, aku menangis, benar-benar menangis dalam hening. Aku tidak menyangka Tuan Garfiel sebegitu bencinya padaku, sampai mengatakan hal-hal yang menyakitiku, jujur, menurutku itu terlalu berlebihan. Padahal, aku berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi murid yang patuh, tapi ternyata itu sia-sia. Nilaiku sudah buruk, bahkan sebelum memulai latihan dengannya. Sepertinya dari awal bertemu, Tuan Garfiel sudah menganggapku kurang ajar dan tidak berguna. Tapi itu wajar, karena saat pertama kali bertemu saja, kami bertemu di depan gerbang rumahnya dan tidak diizinkan masuk sebentar ke dalam rumahnya, dan dia juga terlihat sedang sibuk dan tidak punya waktu untuk berkenalan dulu denganku.
Padahal itu sudah jelas, mengisyaratkan bahwa Tuan Garfiel tidak tertarik padaku, tapi aku malah beranggapan bahwa dia mau melatihku dan bisa-bisanya aku pernah sangat terobsesi padanya. Itu tidak masuk akal, sangat tidak masuk akal. Rasanya, aku jadi ingin mati. Seperti tidak ada sesuatu yang bisa kubanggakkan di dunia ini. Setiap perkataan Tuan Garfiel memang benar, aku ini sangat kurang ajar dan b*****h. Aku tidak lebih seperti serangga yang mengganggu. Seharusnya aku tidak perlu datang dan mengganggu waktu istirahatnya Tuan Garfiel. Seharusnya aku tidak perlu terobsesi pada Tuan Garfiel. Seharusnya aku tidak perlu berambisi ingin menjadi penyihir.
Seharusnya dan lebih dari seharusnya, orang sepertiku, tidak perlu dilahirkan ke dunia ini.
Diperintahkan untuk menutup matamu rapat-rapat sambil berdiri tegak, juga merasakan ada sesuatu yang mengganggu seluruh tubuhmu dari sebuah pukulan di perut sampai gelitikan di seluruh badan, tentu tidak mudah untuk terus bertahan, tapi bagaimana pun, aku harus melalui latihan ini agar aku bisa mengeluarkan dan mengendalikan energi sihirku sendiri, dan itu sangat wajib. Meskipun di pertengahan latihan aku jadi merasa gelisah sebab Tuan Garfiel masih belum memerintahkanku untuk membuta mata, maksudku, aku cemas mau sampai kapan aku terus-terusan menutup mataku? Jujur, itu tidak membuatku nyaman, aku merasa ketakutan. Aku khawatir sesuatu yang lain setelah pukulan dan gelitikan muncul lagi menggangguku.
Jujur, aku masih heran sebenarnya itu ulah siapa? Apakah itu ulahnya Tuan Garfiel? Tapi kurasa mustahil, buat apa Tuan Garfiel melakukan itu? Lagipula, sebelumnya ketika perutku dipukul dan aku secara refleks membuta kelopak mataku, aku sama sekali tidak melihat Tuan Garfiel telah melakukan itu, dia masih berdiri jauh di depanku dengan matanya yang memandangiku tajam dari sana, dia sama sekali tidak melakukan apapun padaku dan aku sangat yakin pada hal itu. Mungkin saja, itu adalah perbuatan energi sihirku sendiri, yang mencoba memberontak dan melawan ketika aku sedang berusaha fokus menguasainya. Tapi kalau begitu, energi sihir itu hidup? Entahlah, aku tidak mengerti, itu Cuma prediksi yang kupikirkan secara sembarangan.
Aku perlu menanyakan soal ini pada Tuan Garfiel agar dia bisa menjelaskan penyebab dari semua yang kurasakan ini, pasti ada sebabnya dan solusinya dibalik itu semua.
“Tanpa membuka matamu, jawab pertanyaanku.”
“Baik, Tuan Garfiel!” ucapku dengan semangat, meski aku sedang gelisah sekalipun, energiku tetap membara dan aku masih sangat bersemangat dalam menanggapi segala yang Tuan Garfiel katakan. Setidaknya, sekarang tidak ada lagi keheningan karena Tuan Garfiel mulai mengawali pembicaraan dengan sesi pertanyaan, dan aku yakin itu juga bagian dari latihan.
“Siapa namamu dan nama temanmu itu, nak?”
“Namaku Goro Flamingo! Dan temanku bernama Rio! Tuan!” jawabku dengan sangat antusias, dan saat itulah aku mulai menyadari kalau aku ini murid yang tidak sopan karena tidak memperkenalkan diri dengan baik pada Tuan Garfiel sampai-sampai beliau sendiri yang menanyakan namaku. Sungguh, aku jadi sangat malu sekarang pada Tuan Garfiel, menyadari kurang ajarnya diriku pada beliau.
“Baiklah, Goro, sekarang, bagaimana kondisimu sekarang? Jawablah dengan jujur.”
“Kondisiku sejauh ini baik-baik saja, Tuan. Meski sebelumnya aku merasa perutku seperti dipukul dan seluruh tubuhku digelitiki oleh banyak tangan, itulah yang sedikit membuatku gelisah, Tuan. Tapi aku yakin, itu adalah bagian dari latihan, jadi aku bisa menahannya sekuat mungkin.”
“Begitu rupanya, kau benar-benar kuat dan pemberani,” kata Tuan Garfiel, yang kuyakini dia sekarang sedang tersenyum bangga padaku. Aku senang sekali jika itu benar, karena artinya aku telah menciptakan kesan yang bagus pada Tuan Garfiel sehingga dia dapat menganggapku salah satu muridnya yang hebat. Aku sangat bahagia dengan pencapaianku saat ini.
“Terima kasih, Tuan Garfiel, aku senang mendengar itu dari Anda.”
“Tapi, kau masih tampak begitu lemah dan hijau di mataku, bahkan sebelumnya, kau berani membuka mata tanpa seizinku, apakah kau tahu? Itu adalah tindakan yang sangat menghinaku, artinya, kau tidak percaya pada pelatihmu sendiri.”
Disitu aku benar-benar kaget, sungguh, aku terkejut Tuan Garfiel berpikir begitu padaku, aku benar-benar tidak menyangkanya. Kalau begitu, artinya pemikiranku salah, Tuan Garfiel tidak menganggapku sebagai muridnya yang hebat, melainkan orang asing yang tidak becus mengikuti prosedur latihannya, dan itu membuatnya kesal. Bagaimana ini, aku bahkan jadi tidak bisa meresponnya, aku bingung bagaimana caraku menjawabnya, aku takut salah kata saat melakukannya dan dapat membuat situasi jadi semakin canggung dan tegang.
“Kenapa kau diam saja? Tidak adakah hal yang ingin kau katakan, Goro?” tanya Tuan Garfiel saat menyadari bahwa aku tidak merespon perkataannya sama sekali dan mungkin itu membuatnya terheran-heran. “Apakah sekarang kau putus asa dan menganggapku orang yang kejam?”
“T-Tidak! Tuan! Aku tidak berpikir begitu, malah sebaliknya, aku merasa bersalah karena telah membuat Anda marah, itu memang kesalahanku dan aku bertanggung jawab untuk menerima segala kemarahana Anda, tetapi aku sama sekali tidak berpikir bahwa Anda kejam, aku lebih merasa kalau Anda sangat tegas dan aku sangat mengagumi ketegasan Anda, Tuan Garfiel,” jawabku dengan pelan. “Yang membuatku tidak merespon ucapan Anda, itu karena aku masih mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab perkataan Anda, jika aku salah bicara, itu bisa berkakibat fatal, itulah alasanku, Tuan Garfiel.”
“Berhentilah membuat-buat alasan, Goro,” tukas Tuan Garfiel dengan nada yang halus tapi mematikan. “Kalau kau memang sedang putus asa, ketakutan, dan menganggapku sebagai orang yang kejam, itu normal dan tidak masalah. Justru, dengan segala alasan yang kau katakan barusan, itu menambah buruk penilaianku terhadapmu, kau benar-benar penuh dengan kepalsuan. Kau tidak cocok menjadi muridku, kau terlalu kurang ajar.”
“M-Maafkan aku, Tuan Garfiel.”
“Sekarang, aku ingin bertanya padamu, kenapa kau memilihku sebagai gurumu? Dari ribuan guru di kota ini, kenapa kau memilihku? Jujur saja, aku tidak sanggup melatih murid yang kurang ajar sepertimu. Kenapa kau tidak pilih saja orang lain untuk melatihmu, aku yakin salah satu dari mereka ada yang mampu menampung sifat kurang ajarmu itu. Tapi untukku, aku tidak mampu dan tidak menginginkannya.”
Setelah mendengar segala ucapan yang Tuan Garfiel katakan, aku hanya terdiam dan menundukkan kepalaku, mataku masih terpejam, tapi aku tidak bisa menahan air mataku, aku menangis, benar-benar menangis dalam hening. Aku tidak menyangka Tuan Garfiel sebegitu bencinya padaku, sampai mengatakan hal-hal yang menyakitiku, jujur, menurutku itu terlalu berlebihan. Padahal, aku berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi murid yang patuh, tapi ternyata itu sia-sia. Nilaiku sudah buruk, bahkan sebelum memulai latihan dengannya. Sepertinya dari awal bertemu, Tuan Garfiel sudah menganggapku kurang ajar dan tidak berguna. Tapi itu wajar, karena saat pertama kali bertemu saja, kami bertemu di depan gerbang rumahnya dan tidak diizinkan masuk sebentar ke dalam rumahnya, dan dia juga terlihat sedang sibuk dan tidak punya waktu untuk berkenalan dulu denganku.
Padahal itu sudah jelas, mengisyaratkan bahwa Tuan Garfiel tidak tertarik padaku, tapi aku malah beranggapan bahwa dia mau melatihku dan bisa-bisanya aku pernah sangat terobsesi padanya. Itu tidak masuk akal, sangat tidak masuk akal. Rasanya, aku jadi ingin mati. Seperti tidak ada sesuatu yang bisa kubanggakkan di dunia ini. Setiap perkataan Tuan Garfiel memang benar, aku ini sangat kurang ajar dan b*****h. Aku tidak lebih seperti serangga yang mengganggu. Seharusnya aku tidak perlu datang dan mengganggu waktu istirahatnya Tuan Garfiel. Seharusnya aku tidak perlu terobsesi pada Tuan Garfiel. Seharusnya aku tidak perlu berambisi ingin menjadi penyihir.
Seharusnya dan lebih dari seharusnya, orang sepertiku, tidak perlu dilahirkan ke dunia ini.
Diperintahkan untuk menutup matamu rapat-rapat sambil berdiri tegak, juga merasakan ada sesuatu yang mengganggu seluruh tubuhmu dari sebuah pukulan di perut sampai gelitikan di seluruh badan, tentu tidak mudah untuk terus bertahan, tapi bagaimana pun, aku harus melalui latihan ini agar aku bisa mengeluarkan dan mengendalikan energi sihirku sendiri, dan itu sangat wajib. Meskipun di pertengahan latihan aku jadi merasa gelisah sebab Tuan Garfiel masih belum memerintahkanku untuk membuta mata, maksudku, aku cemas mau sampai kapan aku terus-terusan menutup mataku? Jujur, itu tidak membuatku nyaman, aku merasa ketakutan. Aku khawatir sesuatu yang lain setelah pukulan dan gelitikan muncul lagi menggangguku.
Jujur, aku masih heran sebenarnya itu ulah siapa? Apakah itu ulahnya Tuan Garfiel? Tapi kurasa mustahil, buat apa Tuan Garfiel melakukan itu? Lagipula, sebelumnya ketika perutku dipukul dan aku secara refleks membuta kelopak mataku, aku sama sekali tidak melihat Tuan Garfiel telah melakukan itu, dia masih berdiri jauh di depanku dengan matanya yang memandangiku tajam dari sana, dia sama sekali tidak melakukan apapun padaku dan aku sangat yakin pada hal itu. Mungkin saja, itu adalah perbuatan energi sihirku sendiri, yang mencoba memberontak dan melawan ketika aku sedang berusaha fokus menguasainya. Tapi kalau begitu, energi sihir itu hidup? Entahlah, aku tidak mengerti, itu Cuma prediksi yang kupikirkan secara sembarangan.
Aku perlu menanyakan soal ini pada Tuan Garfiel agar dia bisa menjelaskan penyebab dari semua yang kurasakan ini, pasti ada sebabnya dan solusinya dibalik itu semua.
“Tanpa membuka matamu, jawab pertanyaanku.”
“Baik, Tuan Garfiel!” ucapku dengan semangat, meski aku sedang gelisah sekalipun, energiku tetap membara dan aku masih sangat bersemangat dalam menanggapi segala yang Tuan Garfiel katakan. Setidaknya, sekarang tidak ada lagi keheningan karena Tuan Garfiel mulai mengawali pembicaraan dengan sesi pertanyaan, dan aku yakin itu juga bagian dari latihan.
“Siapa namamu dan nama temanmu itu, nak?”
“Namaku Goro Flamingo! Dan temanku bernama Rio! Tuan!” jawabku dengan sangat antusias, dan saat itulah aku mulai menyadari kalau aku ini murid yang tidak sopan karena tidak memperkenalkan diri dengan baik pada Tuan Garfiel sampai-sampai beliau sendiri yang menanyakan namaku. Sungguh, aku jadi sangat malu sekarang pada Tuan Garfiel, menyadari kurang ajarnya diriku pada beliau.
“Baiklah, Goro, sekarang, bagaimana kondisimu sekarang? Jawablah dengan jujur.”
“Kondisiku sejauh ini baik-baik saja, Tuan. Meski sebelumnya aku merasa perutku seperti dipukul dan seluruh tubuhku digelitiki oleh banyak tangan, itulah yang sedikit membuatku gelisah, Tuan. Tapi aku yakin, itu adalah bagian dari latihan, jadi aku bisa menahannya sekuat mungkin.”
“Begitu rupanya, kau benar-benar kuat dan pemberani,” kata Tuan Garfiel, yang kuyakini dia sekarang sedang tersenyum bangga padaku. Aku senang sekali jika itu benar, karena artinya aku telah menciptakan kesan yang bagus pada Tuan Garfiel sehingga dia dapat menganggapku salah satu muridnya yang hebat. Aku sangat bahagia dengan pencapaianku saat ini.
“Terima kasih, Tuan Garfiel, aku senang mendengar itu dari Anda.”
“Tapi, kau masih tampak begitu lemah dan hijau di mataku, bahkan sebelumnya, kau berani membuka mata tanpa seizinku, apakah kau tahu? Itu adalah tindakan yang sangat menghinaku, artinya, kau tidak percaya pada pelatihmu sendiri.”
Disitu aku benar-benar kaget, sungguh, aku terkejut Tuan Garfiel berpikir begitu padaku, aku benar-benar tidak menyangkanya. Kalau begitu, artinya pemikiranku salah, Tuan Garfiel tidak menganggapku sebagai muridnya yang hebat, melainkan orang asing yang tidak becus mengikuti prosedur latihannya, dan itu membuatnya kesal. Bagaimana ini, aku bahkan jadi tidak bisa meresponnya, aku bingung bagaimana caraku menjawabnya, aku takut salah kata saat melakukannya dan dapat membuat situasi jadi semakin canggung dan tegang.
“Kenapa kau diam saja? Tidak adakah hal yang ingin kau katakan, Goro?” tanya Tuan Garfiel saat menyadari bahwa aku tidak merespon perkataannya sama sekali dan mungkin itu membuatnya terheran-heran. “Apakah sekarang kau putus asa dan menganggapku orang yang kejam?”
“T-Tidak! Tuan! Aku tidak berpikir begitu, malah sebaliknya, aku merasa bersalah karena telah membuat Anda marah, itu memang kesalahanku dan aku bertanggung jawab untuk menerima segala kemarahana Anda, tetapi aku sama sekali tidak berpikir bahwa Anda kejam, aku lebih merasa kalau Anda sangat tegas dan aku sangat mengagumi ketegasan Anda, Tuan Garfiel,” jawabku dengan pelan. “Yang membuatku tidak merespon ucapan Anda, itu karena aku masih mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab perkataan Anda, jika aku salah bicara, itu bisa berkakibat fatal, itulah alasanku, Tuan Garfiel.”
“Berhentilah membuat-buat alasan, Goro,” tukas Tuan Garfiel dengan nada yang halus tapi mematikan. “Kalau kau memang sedang putus asa, ketakutan, dan menganggapku sebagai orang yang kejam, itu normal dan tidak masalah. Justru, dengan segala alasan yang kau katakan barusan, itu menambah buruk penilaianku terhadapmu, kau benar-benar penuh dengan kepalsuan. Kau tidak cocok menjadi muridku, kau terlalu kurang ajar.”
“M-Maafkan aku, Tuan Garfiel.”
“Sekarang, aku ingin bertanya padamu, kenapa kau memilihku sebagai gurumu? Dari ribuan guru di kota ini, kenapa kau memilihku? Jujur saja, aku tidak sanggup melatih murid yang kurang ajar sepertimu. Kenapa kau tidak pilih saja orang lain untuk melatihmu, aku yakin salah satu dari mereka ada yang mampu menampung sifat kurang ajarmu itu. Tapi untukku, aku tidak mampu dan tidak menginginkannya.”
Setelah mendengar segala ucapan yang Tuan Garfiel katakan, aku hanya terdiam dan menundukkan kepalaku, mataku masih terpejam, tapi aku tidak bisa menahan air mataku, aku menangis, benar-benar menangis dalam hening. Aku tidak menyangka Tuan Garfiel sebegitu bencinya padaku, sampai mengatakan hal-hal yang menyakitiku, jujur, menurutku itu terlalu berlebihan. Padahal, aku berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi murid yang patuh, tapi ternyata itu sia-sia. Nilaiku sudah buruk, bahkan sebelum memulai latihan dengannya. Sepertinya dari awal bertemu, Tuan Garfiel sudah menganggapku kurang ajar dan tidak berguna. Tapi itu wajar, karena saat pertama kali bertemu saja, kami bertemu di depan gerbang rumahnya dan tidak diizinkan masuk sebentar ke dalam rumahnya, dan dia juga terlihat sedang sibuk dan tidak punya waktu untuk berkenalan dulu denganku.