Ditampar Ibu Mertua

1046 Kata
“Satu hal lagi, aku akan mencarikan wanita untuk mengurus putraku karena kamu tidak bisa melakukannya, kamu tidak berguna jadi seorang istri.” ‘Iya aku memang tidak berguna untuk putramu, tetapi aku sangat berguna untuk kedua keponakanku’ ucap Alisa dalam hati. “Lakukanlah, tetapi satu hal yang aku ingin katakan pada Ibu, jika ibu melakukan itu, karier dan harga mas Farel akan akan di pertanyakan nantinya, sebagai seorang polisi, mana boleh polisi memiliki dua istri” Alisa meninggalkan ibu mertuanya yang aneh itu, walau Alisa sudah meninggalkannya, wanita tua itu tetap mengoceh, seolah-olah ia tahu segalanya, ia berpikir semua harus di bawah kendalinya. Namun, Alisa wanita yang tangguh, ia tidak mau melakukan apa yang diinginkan Ibu mertuanya. Suasana dalam rumah itu benar-benar seperti neraka, Farel pulang malam, tetapi setiap kali ia pulang akan keadaan mabuk. Alisa, bukannya tidak mau perduli, tetapi, Farel sendiri yang meminta agar jangan ikut campur dalam hidupnya. “Ibu dan Mbak, jangan mencampuri kehidupanku lagi, apa Ibu tidak puas melihatku hancur, seorang Ibu harusnya menuntun anak-anaknya bukan malah menyesatkan dan mengajari yang tidak benar. Aku sudah muak dengan kalian semua,” ujar Farel dalam keadaan mabuk malam itu. “Farel, apa yang kamu katakan sama Ibu.” Dinar, membentaknya. “Mbak harusnya menikah dan tinggal di rumah sendiri, bukan di sini terus, aku malu sama orang, karena Mbak itu sudah jadi bahan omongan orang, mbak itu gonta-ganti pacar,” ujar Farel mengungkapkan semua masalah yang di simpan dalam hatinya. “Farel, jaga omongan kamu, hidupku urusanku!” teriak wanita dengan kemarahan. “Kalau kamu dan Ibu tidak ikut campur terus dalam rumah tanggaku, hidupku tidak akan hancur,” ucap Farel masih dengan suara orang mabuk. “Farel, mari tidur, kamu itu seorang polisi, bagaimana kamu mabuk-mabukan seperti ini, apa kata tetangga,” ucap Ibunya meminta seorang membantu masuk ke dalam kamar. “Aku tidak ada gunanya seorang polisi, karena aku tidak bisa menjaga keutuhan rumah tanggaku, dan seorang wanita yang mengatakan aku harus malu pada seragam ini, apa yang harus aku lakukan,” ujar Farel dengan suara oceh-ocehan tidak jelas. Alisa mendengar semuanya, tetapi ia memilih tidak ikut campur, ia mematikan lampu dan memilih untuk tidur. Tetapi tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar, Farel keluar lagi dari kamarnya dan mengetuk kamar. Alisa bangun, tetapi, ia tidak berani membuka pintu, ia tahu itu adalah Farel yang sedang mabuk. ‘Ya, ampun dia mabuk apa yang harus aku lakukan, kalau aku biarkan terus yang ada anak-anak terbangun karena suara ribut, tetapi aku takut membuka pintu’ Alisa hanya berdiri diam di balik pintu berharap si kembar tidak terbangun. “Alisa, buka pintunya, apa kamu tahu, walau kamu membenciku dan tidak suka denganku, biar bagaimanapun, aku ini tetaplah suami, kamu tidak bisa mengabaikan seperti ini selamanya, keluar dan dengarkan aku,” ujar Farel ia ribut di depan pintu kamar Alisa. Alisa tidak mau keluar, walau Farel memanggil dan mengetuk pintu kamarnya, ia sibuk menjaga kedua kembar, agar tidak terbangun mendengar suara Ayah mereka yang ribut. Ibunya Farel dan mbaknya membopong Farel masuk ke kamarnya lagi. “ Wanita ini benar-benar keras kepala, bukankah Farel itu suaminya , kok dia tidak perduli, awas kamu besok,” ujar Ibu Farel dengan marah. “Iya Ibu tampar saja iya besok, beri ia pelajaran, agar ia tahu kalau di rumah kita ini tidak ada yang boleh macam-macam semua harus di bawah kendali Ibu,” ucap Dinar, kakak perempuan Farel, wanita yang menjadi ular yang paling berbisa di rumah itu yang sering sekali menghasut Ibunya. Seolah-olah tidak ingin rumah tangga adiknya bahagia. Hingga besok pagi tiba, baru saja Alisa turun dari lantai atas untuk berangkat kerja, Farel duduk di meja makan menikmati serapan, tidak biasanya lelaki itu bangun sepagi itu, biasanya saat Alisa berangkat kerja lelaki itu masih tidur. Namun, kali ini ia sudah rapi. “Aku pamit Bu, Mas, Mbak. Assalamualaikum,”ucap Alisa, ia selalu pamit dan mengucapkan salam pada Ibu mertuanya, walau Ibu mertuanya jarang menjawabnya. Namun, wanita cantik berkerudung itu, tidak mempedulikan walau Ibu mertuanya mengacuhkan nya setiap kali pamit, terkadang malah asisten rumah tangga yang menyahut atau barang kali supir yang sedang ada di teras rumah. “Tunggu!” Ibu mertuanya mendekat . Pak …! Wanita paru baya itu dengan marah menampar Alisa di depan Farel dan di depan para asisten rumah tangga. Farel kaget , tetapi tidak mengucapkan sepatah katapun, malah asisten dan sang supir yang merasa terkejut. Karena mereka tahu. Alisa wanita yang baik, sopan, ramah pada semua orang Namun orang-orang itu tidak ada yang membuka mulut, tampak Dinar tertawa licik, saat melihat Alisa ditampar. “Ini untuk apa Ibu?” tanya Alisa dengan sikap tenang. “Ini karena kamu tidak berguna sebagai istri” “Oh, baiklah, kalau itu yang ibu pikirkan,” ujar Alisa ia berjalan dan ingin berangkat. “Apa kamu tidak mengatakan apa-apa, Ha?” “Untuk apa Bu?’ “Iya setidaknya kamu mengatakan sesuatu” “Tidak Bu, aku di ajarkan kedua orang tuaku untuk tidak melawan orang tua, jika aku terus menjawab dan melawan yang Ibu katakan, sudah hampir setiap jam nanti di rumah ini ada keributan, aku malu Bu, sama tetangga. Tetapi kalau Ibu masih melakukan hal itu lagi tanpa alasan yang jelas, aku akan mengadukan Ibu ke polisi, kalau tidak ke komnas perempuan” “Kamu mengancam Ibu?” “Tidak, aku hanya mengingatkan Ibu, karena negara kita negara hukum” “Kamu wanita yang tidak berguna!” “Baiklah Bu, aku pamit. Assalamualaikum” Alisa berangkat dengan bersikap biasa, seolah-olah tamparan itu tidak ada apa-apanya baginya, walau hatinya merasa sakit dan sedih . Namun, ia tidak mau bersikap lemah di depan orang-orang yang memusuhinya. “Apa yang ibu lakukan? Aku muak dengan sikap Ibu yang selalu ikut campur dengan masalah rumah tanggaku,” ujar Farel, pada akhirnya ia membuka mulut dan memarahi Ibu dan kakak perempuannya. “Farel Ibu hanya perduli padamu” “Ibu tidak perduli padaku, Ibu hanya perduli pada diri Ibu sendiri” “Farel ber-” “Mbak Dinar juga berhenti untuk mencampuri rumah tanggaku, urusi hidup mbak, cukup urus hidupmu sendiri” Kedua wanita itu hanya diam melongo saat melihat sikap Farel yang tiba-tiba berubah, kalau biasanya lelaki itu bersikap tidak perduli. Namun, kali ini ia dengan sikap tegas meminta Ibu dan kakak perempuannya agar tidak bersikap kasar pada Alisa. BERSAMBUNG...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN