Anak yang Tidak Diharapkan

1253 Kata
Alisa seorang bidan yang bekerja di rumah sakit milik pemerinta, setelah pulang kerja ia juga ia akan mengurus kedua anaknya dengan penuh kasih sayang, hari itu setelah ia pulang kerja berganti pakaian dan mandi, barulah ia menggendong Akmal baby lelaki dan Aminah baby perempuan di pegang sama suster. Sedangkan ibu yang membantu menjaga satu si kembar, ia akan pulang setelah Alisa pulang kerja. Wanita paruh baya itu hanya bekerja dari pagi sampai sore dan ia akan pulang ke rumahnya saat Alisa sudah pulang. Alisa terpaksa mengeluarkan lebih banyak uang untuk menjaga dua baby kembar, ia tidak mau berhenti bekerja seperti permintaan keluarga suaminya. Mereka inginnya Alisa berhenti bekerja dan fokus mengurus si kembar, namun, Alisa punya pemikiran sendiri, ia lebih baik gajinya hanya sisa sedikit karena menggaji dua suster sekaligus. Saat Alisa turun untuk makan malam, ibu mertuanya kembali mengoceh dan yang di ributkan hal yang itu-itu lagi. “Kamu itu beli s**u yang bagus tidak untuk mereka?” “Sudah Bu” “Lalu kenapa mereka selalu menangis tiap malam, aku jadi terganggu tidur, kepalaku sakit,” ujar wanita marah-marah. ‘Astafirullah, namanya juga bayi yang masih berusia dua bulan, wajar masih sering menangis’ ujar Alisa dalam hati, tetapi tidak sekalipun ia melawan ataupun ia membantah omongan ibu mertuanya, ia diajarkan ayah ibunya untuk patuh dan tidak melawan sama orang tua, hal itulah yang selalu Alisa ingat dalam hati. “Bayi baru dua bulan memang sering rewel, Bu.” “Tidak jga, kata siapa? Anak saya semuanya tidak ada yang rewel,” ujarnya ketus. Alisa diam, ia tidak menyahut lagi. Farel juga diam, ia menikmati makan malamnya tanpa membela Alisa ataupun ibunya, lelaki seolah-olah tidak pernah menganggap Alisa ada dalam rumahnya. Terkadang Alisa berpikir kalau mantan kakak ipar tersebut, punya penyakit jiwa, karena ia hanya diam tanpa perduli dengan keadaan sekitarnya. Alisa merasa sangat kasihan pada mbaknya karena mendapat suami dan ibu mertua seperti nenek lampir. “Lagian Lu kagak usah kerja lagi kenapa sih!? lu gak kasihan sama anak kakak kamu yang tidak punya ibu lagi,” ucap Dinar kakak iparnya. Alisa hanya diam, menahan semua tekanan dari sana sini di rumah suaminya, tanpa ada satu orangpun yang membela dirinya. Setelah makan malam usai, ia naik lagi ke kamar baby kembar, hanya di kamar bernuansa biru putih itulah ia merasa tenang. Melihat kedua baby malang tertidur pulas, air mata Alisa tidak terasa menetes membasahi pipinya, ia kasihan pada kedua baby tidak berdosa itu, mereka di tolak ayah, nenek, serta bibi mereka. ‘Mbak, apa sebenar yang terjadi, kenapa mereka menolak anak-anakmu? beri aku sedikit petunjuk ‘ ucap Alisa mengusap linangan air mata di pipinya. Tidak ingin larut dalam kesedihan, ia mengambil sajadah dan mukena yang ia simpan di kamar baby kembar, sholat tahajud membuat hatinya tenang. Kala ia sedang sholat, tiba-tiba keduanya menangis dan tangisannya semakin mengkelangar, saat itu susternya kebetulan sedang mandi. Ibu mertuanya datang dan ipar membuka pintu dengan keras. “Kamu tuli ! Anak nangis kok dibiarkan!” teriak Dinar padahal sudah jelas-jelas ia melihat Alisa sedang sholat. Bukannya langsung menggendong cucunya agar diam dan tenang, kedua wanita itu malah, teriak marah dan memaki-maki Alisa. Beruntung Desi buru-buru mandi dan dia menggendong Akmal bayi pemarah dengan tangisan yang paling keras. Desi menyebut Akmal bayi pemaarah, sekit saja popoknya basah atau ia haus bayi lelaki ber usia dua bulan itu langsung klenger. Dengan tenang Alisa melipat sajadah miliknya dan menggendong Aminah. “Kamu tidak bisa menyuruh mereka diam apa!? Membuatku pusing ,” ucap Dinar. “Mbak, mereka masih bayi yang baru lahir wajar kalau sering menangis,” ucap Alisa. “Mereka membuatku pusing, suruh diam!” Bentak Ibu mertuanya lalu Ibu dan anak itu keluar dari kamar si kembar. Alisa hanya bisa mengelus d**a dan menghela napas melihat kelakuan ibu mertua dan iparnya. Tetapi anehnya, seribut apapun dan seheboh apapun terjadi di kamar si kembar, Farel tidak pernah perduli, seolah-olah kedua anak kembar itu bukan anaknya dan bukan bagian keluarganya. Ia akan selalu diam dan bersikap acuh dengan semua keadaan. “Ya Allah, hamba lelah,” ujar Alisa mengusap bulir air dari matanya. “Sabar Bu, demi anak-anak,” ujar Desi menunjukkan sikap simpati pada majikannya. “Saya juga manusia biasa, ada saatnya lemah tidak berdaya seperti saat ini, Des,” lirih Alisa. “Iya saya mengerti Bu, tapi aku juga bingung kenapa mereka semua tidak ada yang menyayangi anak-anak malang ini” “Iya, mereka berdua anak-anak malang.” Alisa mendaratkan bibirnya ke kening kedua baby kembar. Alisa juga lelah kerja di rumah sakit, tetapi ia merasa lebih lelah lagi saat tiba di rumah, karena kelakuan keluarga suaminya. Alisa masuk ke dalam kamar, kali ini ia sudah tidak tahan lagi , ia harus bicara dan bertanya pada Farel tentang apa yang sebenarnya yang terjadi. Ia sudah dua bulan lebih, tetapi kenapa Farel hanya jadi penonton, hanya bisa diam dan diam, tetapi, kali ini Alisa harus bicara. Saat masuk ke dalam kamar, lelaki yang berprofesi sebagai polisi itu sedang sibuk memainkan ponsel nya, ia duduk menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang. “Mas, kita harus bicara.” “Ya bicaralah.” “Sebenarnya ada apa dengan kalian semua?” “Memang kenapa?” tanya Farel tidak mengalihkan matanya dari benda pipi berwarna putih itu. “Kenapa Mas selalu bersikap tidak perduli pada Akmal dan Aminah?” “Aku mau tidur mengantuk,” ujar Farel tidak mau membicarakan tentang baby malang itu. “Seorang lelaki sejati harus berani mengucapkan kebenaran," ujar Alisa kehabisan kesabaran “Mereka bukan anakku!!” “Haaa … ! ma-ma-maksudnya apa Mas?” tanya Alisa nyaris pingsan. “Kenapa kamu tidak tanyakan pada mbak mu di kuburan sana, tanyakan padanya anak siapa yang ia lahir kan," ujar Farel memunggungi Alisa. Alisa merasa bagai di timpa dengan batu besar, merasa rongga dadanya terhimpit dan susah bernapas, mendengar penuturan Farel. Alisa mematung dengan mata bulat itu semakin membesar karena terkejut. “Bukan kah tuduhan itu tidak terlalu jahat, Mas," ujar Alisa berharap apa yang ia dengar salah. “Tidak ! itu bukan tuduhan, itu kebenaran," balas Farel masih dengan posisi tubuh membelakangi. “Lalu, mereka bukan anakmu, lalu mereka anak siapa?” “Itu tugas kamu mencari tahu.” “Mbak Ratna bukan orang yang seperti itu Mas, jangan menuduh seperti itu, itu tidak masuk akal,”ucap Alisa. Alisa merasakan rasa yang amat sakit di dalam dadanya saat Farel mengungkapkan baby kembar yang malang itu, bukanlah darah dagingnya, rasa kecewa, bingung, malu. Hal itulah yang di rasakan Alisa. Ia tidak percaya kalau mbak yang ia sayangi melakukan hal tercela seperti itu. Karena ia tahu kalau Ratna sangat mencintai suaminya, bahkan ia rela meninggalkan profesinya sebagai perawat demi menjadi istri Farel. Lima tahun sudah mereka menikah, di lima tahun pernikahan baru di berikan momongan . Memang sempat beredar kabar belakangan kalau Farel mulai bersikap dingin dan acuh pada Ratna , seusai mengalami kecelakaan. “Berhentilah menangis dan tidurlah, kamu boleh menjaga anak-anak itu di rumah ini, tetapi jangan harapkan kalau aku akan memberikan mereka perhatian layaknya seorang ayah,” ujar Farel. Ia tidur memunggungi Alisa yang masih duduk dalam tangisan. ‘Apa semua yang dikatakan Mas Farel benar Mbak? Apa Mbak lakukan, bagaimana ini, bagaimana aku menatap wajah mereka semua, jika hal itu benar’ucap Alisa dalam hati, matanya menatap foto Ratna yang masih tergantung rapi di dalam kamar apa yang dikatakan Farel membuat mata Alisa tidak bisa terpejam sepanjang malam, ia masuk ke kamar anak kembar, tiba-tiba ia merasakan hawa yang sangat dingin, seolah-olah ada roh kakaknya yang ingin mengatakan sesuatu padanya. Mampukah Alisa mencari kebenaran tentang mbaknya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN