Part 3

1074 Kata
Malam ini tidak seperti biasanya. Terasa cukup ramai karena Tuan Handoko menggelar pesta kecil-kecilan untuk menyambut kedatangan cucunya. Lapangan luas ini di sulap menjadi tempat pesta yang di mana banyak jamuan makanan dan berbagai minuman. Membuat Jenar semakin semangat mengikuti acara pesta ini. Di sisi lain gadis desa di sini sedang berbondong-bondong mempercantik diri untuk bisa menaklukkan hati sang pria tampan. Cucu dari Tuan Handoko. "Lihat itu si Jenar. Buset kaya buntelan kentut gitu pake acara dandan segala." Tertawaan, cemoohan dan hinaan lagi-lagi Jenar dapatkan. Padahal Jenar hanya memakai pakaian yang sedikit lebih bagus berpadu dengan bedak sedikit lebih tebal apa itu salah? Wanita itu mencoba untuk tidak berpengaruh. Ia meraih beberapa makanan lain untuk dicicipi. Di sini banyak sekali makanan untuk apa ia mendengar ocehan mereka yang tak bermutu sama sekali. Yang lebih menyenangkan semua makanan di sini gratis. Jenar tidak boleh mengabaikan kesempatan ini hanya karena omongan pedas mereka. "Mungkin dia mau nyaingi kamu Indah. Mau rebut hati Mas Agam." Desi, teman Indah terlihat semakin memprovokasi wanita itu. Mereka seperti menemukan bahan olokan yang pas untuk dihina oleh mulut-mulut beracun mereka. "Wkwk mimpi aja kali. Mana mungkin Mas Agam ngelirik wajah jelek Jenar yang ada dia malah muntah." Gelak tawa saling bersahutan. Menertawakan Jenar yang kini semakin menunduk dalam. Meskipun diabaikan. Hinaan mereka benar-benar memberikan denyutan sakit untuk hati Jenar. Terlebih lagi semua mata kini sedang tertuju ke arahnya. Menatap Jenar penuh penghinaan. Dengan sedih Jenar meletakan piring makannya di atas meja. Bertahan lebih lama pun malah membuat hatinya semakin sakit. Ia berniat pergi saja dari sini karena semua orang seolah tidak pernah menyukai keberadaannya. Belum sempat kakinya melangkah. Tiba-tiba suara berat seseorang menggema. Membuat para wanita tengil itu bungkam tanpa kata mendengar ucapan tajam lelaki tersebut. "Kalian pikir, kalian cantik? Berpikir dulu sebelum menghina seseorang. Karena belum tentu yang kalian hina itu adalah yang terburuk." Semua mulut di bungkam. Mereka tidak berani membalas ucapan lelaki itu. Mereka malah berbalik merasa begitu malu lelaki tampan itu malah mengatai mereka dengan balasan yang setimpal. Agam menghela napas. Menatap kepergian para wanita centil tersebut. Tadi siang ia menemukan wanita bernama Indah itu begitu anggun dan penuh sopan santun ternyata hanya topeng saja. Agam mendengus, bagaimana bisa kakeknya menjodohkan ia pada gadis seperti itu. Dibandingkan, paras, harta dan kedudukan Indah, Mesya lebih unggul dari wanita itu karena selama ia bersama dengan Mesya Agam tidak pernah mendengar Mesya menghina seseorang secara menjijikkan seperti apa yang wanita di desa ini lakukan. Berbalik menatap Jenar yang sedari tadi hanya menundukan kepala. Agam menatap gadis pendek ini dengan tatapan tidak seperti orang-orang yang sering menatapnya kebanyakan. Membuat Jenar merasa sangat dihormati dengan sikap Agam yang tidak pandang fisik. Sebelumnya tidak ada yang memperlakukan Jenar seperti ini kecuali Pakdenya. "Terima kasih," ucap Jenar. Agam hanya mengangguk menanggapi ucapan terima kasih dari wanita ini. "Lain kali kalau ada yang menghinamu jangan diam saja. Untuk perlawanan kamu bisa membalas mereka." Jenar tesenyum. Ia tidak menjawab hanya bisa menatap terpesona ke arah Agam yang kini sudah berlalu meninggalkannya. Menghampiri Tuan Handoko dan berbaur dengan para penghuni desa. Sejenak Jenar terdiam. Baru kali ini ia merasakan perasaan tulus dari seseorang. Lelaki itu begitu sempurna tetapi dia tidak memandang rendah dirinya hanya karena keadaan dan fisik seperti lelaki di desa ini. Jenar merasa jantungnya seakan lepas saat menatap wajah rupawan lelaki itu. *** Setelah berbaur dengan keadaan pesta Agam memutuskan untuk kembali ke tempat peristirahatannya. Tidak jauh dengan lapangan milik kakeknya di sini juga tersedia penginapan yang didirikan kakeknya untuk pengunjung kota ketika berlibur. Dibanding harus menginap di rumah kakeknya, Agam lebih memilih tidur di penginapan ini ia tidak perlu mendengar ocehan tak bermutu kakeknya tentang Mesya. Agam meraih kaleng bir dari dalam kulkas, ia meminumnya sampai menghabiskan beberapa kaleng. Ia berniat mengistirahatkan tubuhnya dengan meminum alkohol mungkin akan menghilangkan segala pikiran yang berkecamuk. Sudah seminggu ini Mesya tidak dapat dihubungi. Ia takut jika terjadi sesuatu pada Mesya. Saat ini Mesya tengah berada di negara Prancis. Menekuni pekerjaan sebagai modeling di sana. Dan meninggalkan ia di Indonesia seorang diri. Mesya tahu Tuan Handoko tidak pernah menyukai keberadaan gadis itu. Maka dari itu ketika ada tawaran menambah wawasan akan keterampilannya berjalan di atas catwalk Mesya tanpa pertimbangan langsung mengambilnya. Membuat mereka bertengkar selama satu minggu lamanya akibat Agam yang tidak setuju dengan keputusan Mesya. Sekarang Agam hanya bisa pasrah mendukung keputusan pacarnya menjadi model profesional. Layar ponselnya di nyalakan. Agam sudah setengah mabuk. Wajahnya memerah menatap foto cantik Mesya dengan penuh kerinduan. "Aku merindukanmu Sya. Kenapa tidak ada kabar sedikit pun. Apa sesibuk itu sampai mengabaikanku." Ini bukan hal pertama. Mesya memang terlalu sibuk mengejar karier menyebabkan waktu wanita itu malah lebih sibuk dan tidak ada sedikit pun untuknya. Agam menghela napas. Mungkin lebih baik ia tidur. Ketika akan menjatuhkan tubuh di atas ranjang. Tiba-tiba suara ponselnya berbunyi. Agam yang masih setengah sadar terlihat mulai meraih ponselnya dengan gerakan malas, ketika nama Mesya tertera di layar ponselnya wajah tampan itu langsung tersenyum semringah, tanpa menunggu lama Agam langsung mengangkat panggilan tersebut. "Halo Sayang," ucap Agam lembut. "Hallo, kamu di mana? Kok suaranya gak jelas." Seketika Agam memeriksa ponselnya. Keningnya mengerut meneliti dengan jelas keadaan jaringan di sini. Dan sialnya, sinyal di sini benar-benar buruk. "Bentar, aku cari sinyal dulu. Aku lagi menginap di perkebunan kakek ada pekerjaan yang harus aku urus di sini." "Kakek menjodohkanmu lagi ya?" Suara Mesya terdengar bernada kecewa. Agam berhasil membuka pintu kamarnya ia langsung mencari sinyal yang bagus, tidak mau moment kebersamaan ia dan kekasihnya berakhir hanya karena jaringan yang tidak memadai. Sehingga membuat Agam lupa bahwa ia tidak sempat menutup pintu kamarnya lagi. "Kamu tenang saja. Aku tidak tertarik pada mereka." "Sepertinya hubungan kita akan berakhir sia-sia. Kakek tetap tidak menyukaiku." "Tidak!" lelaki itu terlihat marah saat Mesya mengatakan hal tersebut. Agam yang setengah dipengaruhi alkohol terlihat terhuyung. Ketika mabuk ia bisa lebih bebas mengekspresikan hatinya tanpa ragu. "Aku mencintai kamu Sayang. Tidak ada wanita yang aku ingin seriusi selain kamu. Aku berusaha meyakinkan kakek untuk bisa menerimamu sebagai menantunya." "Agam kamu sedang mabuk ya. Tidak biasanya mengobral rayuan seperti ini." Lelaki itu terkekeh. "Sedikit, hanya untuk menghilangkan penat." Mesya mendengus di seberang sana. "Yasudah sekarang kamu tidur. Mimpikan aku. Aku mencintaimu." "Hm aku lebih mencintaimu. Mimpikan aku juga." Agam mematikan ponsel. Memijit pelipisnya yang mulai berdenyut mungkin ia harus segera mengistirahatkan tubuhnya. Agam mulai berjalan perlahan memasuki penginapan dan mengunci pintu. Ia butuh tidur agar Mesya bisa hadir di dalam mimpinya. Kerinduan ini benar-benar membuat Agam kehilangan kewarasannya. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN