Seharian ini Jack berusaha untuk tidak menggali informasi tentang perempuan yang dia tiduri semalam. Mencoba focus pada pekerjaannya sekarang, bahkan ajudannya sampai kaget karena seharian Jack mengerjakan pekerjaan yang wajar. “Tuan, ada kiriman dari Kroasia, tiba di klab nanti malam. Apa anda akan tidur disana? Saya akan meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk anda.”
“Gak usah.”
“Saya mendengar Tuan Owen juga akan ikut mengantarkan senjata itu.”
“Gak, saya mau pulang ke mansion.”
Kalau tujuannya adalah mansion, sang ajudan paham kalau Jack tidak mau mengurus pekerjaan lain nya. Diantarkan oleh Liam, Jack meminta berhenti dulu di toko kue untuk menemani malamnya. Kali ini tidak ingin ada alcohol dan rokok, Jack ingin kue dan cokelat.
“Ayah,” panggil seseorang.
Jack menoleh, melihat Bintang; anaknya dari perempuan yang dulu dihamili, tapi tidak diakui. “Baru pulang ngampus?”
“Iya, Mama Sena juga disini. Tuh lagi pada dilantai dua, si kembar tiga juga ikut.”
Bintang lah alasan Jack mengurangi pekerjaannya sebagai mafia. Dulu dirinya sampai di titik menembaki manusia yang berani melawannya, menguburnya masal dan memiliki anak buah di setiap titik di dataran Amerika Serikat. Namun, Jack mengalami kesialan bertubi-tubi. Dimulai dari Papanya yang meninggal kemudian kekayaannya diambil sang Ibu tiri, anaknya meninggal dan Bintang yang mengalami banyak kesulitan.
Jack tidak mau kesalahannya kembali mengakibatkan karma buruk bagi orang-orang yang dia sayangi. Apalagi Bintang sudah memiliki anak kembar tiga yang baru berusia 3 bulan. Dirinya sudah menjadi Kakek walaupun hubungannya dan Bintang tidak tertulis secara hukum.
“Mau ketemu cucunya dulu nggak, Yah?”
“Nanti deh, Ayah mau pulang dulu. Ada urusan.”
Sepertinya Angkasa; suaminya Bintang itu tidak memberitahukan kalau Jack sudah tidur dengan Mikha.
“Makannya punya istri, biar ada yang ngurusin,” ucap Sena turut ke lantai bawah, menyilangkan tangannya di daada dengan tatapan mengejek. Dulu Jack dan Sena itu bersahabat sebelum Jack benar-benar hilang kendali dan menjadi buronan. “Nikah, Jack.”
“Gak tertarik, malah tambah bikin pusing. Ayah pulang dulu ya.” mengusap pipi Bintang setelah menerima pesanan. Anaknya yang berusia 21 tahun itu melambaikan tangan padanya, masih ada rasa sesak di hati Jack karena dulu dia tidak mengakui Bintang sebagai anaknya, tidak mempedulikan dia lahir selamat atau tidak.
“Astaga….,” ucapnya menghela napas dalam.
“Ada yang salah, Tuan?” tanya Liam.
“Saya pengen makan cookies, cepetan nyetirnya.”
“Baik, Tuan.”
Sudah membayangkan dirinyaa duduk di balkon sambil menikmati cokelat dan cookies panas. Namun, moodnya hancur saat melihat seorang pria menunggunya. “Usir dia,” perintahnya pada Liam.
“Baik, Tuan.”
Pantas saja tidak ada penjaga di depan, pasti pria itu yang mengacau. Sang ajudan tampak bicara baik-baik, tapi dia malah mendapatkan pukulan. Oke, Jack muak, keluar dari mobil dengan wajahnya yang kesal.
“Jackkk! My bro!” pria berambut pirang itu tertawa. “Kita tidak bisa memutuskan bisnis begitu saja. Aku punya banyak wanita cantik dalam container. Kau harus menjualnya seperti biasa, dan teruslah kirimi aku gan──”
DOR! DOR! Jack tanpa ragu menembakan senjata mengenai perut lawannya.
“Shiittt! Apa yang kau lakukan, Jack?!”
“Kau tidak mendengar peringatanku? Bisnis kita selesai, kau terlalu banyak merugikan.”
“Orang-orangku akan membuatmu menderita! Beraninya kau melukaiku!”
DOR! Satu lagi suara tembakan menggema, Jack membidik kepalanya hingga dia tidak lagi bergerak. “Liam, bereskan ini.”
“Baik, Tuan.”
“Ambil organnya kalau sehat. Kirim ke Yayasan amal buat mereka yang butuh.” Berjalan dengan santai ke dalam mansion. “Ada yang terluka?”
“Tidak, Tuan. Kami menutup pintunya,” jawab sang kepala pelayan.
“Pindahkan cookies itu ke piring, dan kasih saya permen jahe.”
Jack menikmati sore hari sambil melihat mayat yang sedang dibersihkan oleh penjaga lain. “Tuan Jack,” panggil Liam. “Ada panggilan dari Elijah.”
“Sambungkan.”
Jack dan Elijah terhubung dalam panggilan video dengan Liam yang memegangkan ipad tersebut. “Hallo, Father.”
“Ada apa?” tanya Jack sambil mengunyah cookies.
“Kami merindukanmu, kapan anda akan datang ke markas? Pendapatkan enam bulan terakhir ini sangatlah bagus.”
Pusat perdagangan Jack berada di New Mexico, hanya sebagian yang dikirimkan ke Italia atau Indonesia. “Berapa?”
“Mencapai 24 juta dollar, Father. Kita harus merayakannya bukan?”
Jack menelan salivanya kasar. “Berikan seperempat penghasilan untuk keperluan kemanusiaan, khususnya bagi anak-anak.”
Sebelum Elijah berucap, Jack langsung mematikan panggilan. Dia berdehem dan menatap Liam. “Dia gak boleh hubungi saya sebelum 6 bulan. Tapi kalau dia melewati batasan, segera laporkan.”
“Baik, Tuan.”
Sore harinya terguncang karena laporan Elijah, Jack segera masuk ke kamar. “No, no, no…,” ucapnya pada diri sendiri. Dibandingkan dengan income dari perusahaan anggur, tentu saja New Mexico jauh lebih besar. “Gak boleh, Jack, tetep jadi CEO.” Mencoba menenangkan dirinya supaya tidak terlibat lagi. Biarkan anak buahnya yang mengambil alih.
***
“Tuan, apa anda mau meihat laporan dari New Mexico?”
“Nggak,” ucap Jack penuh penekanan. “Mana lihat laporan keuangan dari Millers Inc.”
Mengawali sarapan dengan membuka laporan pendapatan dari perusahaan anggur miliknya. Jack tersenyum hambar. Tidak rugi, tapi keuntungannya sedikit. “Tambahin dana buat Millers Inc dari New Mexico.”
“Baik, Tuan.”
Setiap kali menggunakan uang hasil pekerjaan ilegalnya, Jack terkadang merasa takut. Tubuh siapa yang menghasilkan uang sebanyak ini? atau senjata apa yang dijual? Begitu kepalanya bertanya-tanya. Jack hanya tidak mau tindakan buruknya berakibat pada anaknya.
Jadi saat di lampu merah, Jack keluar dari mobil tanpa sepengetahuan Liam. Menuju seorang tunawisma dan memberikan beberapa uang ratusan ribu. “Nah, ini buat kamu.”
“Terima kasih, Tuan.”
“Doakan saya terhindar dari karma,” ucapnya santai dan berbalik lagi.
Liam yang tidak tahu Jack turun itu malah melaju saat lampu hijau menyala. “Sialan,” umpat Jack kesal. Untungnya Liam langsung menoleh saat majikannya tidak menjawab pertanyaannya. Ternyata Jack menunggunya dibawah pohon rindang, tangannya masuk ke dalam aku.
“Maaf, Tuan.”
“Udah lama kamu gak ke New Mexico sampe gak sadar saya turun huh?”
“Maaf, Tuan.”
Jack itu haus akan validasi, dia membuat aturan bahwa semua orang harus menunduk ketika dirinya datang. Supaya terlihat jelas bahwa dirinya adalah pemimpin. “Selamat pagi, Tuan.” Sekretarisnya menyapa, wanita itu dulunya juga kerja dibawah Jack saat masih terjun di markas. “Ada permintaan dari Universitas Thribhuana untuk mengizinkan mahasiswanya melakukan magang disini.”
“Berapa orang?”
“Satu ada dua orang.” Sang sekretaris menjawab.
“Saya ingin melihat siapa yang Universitas rekomendasikan buat perusahaan besar kayak saya.”
“Kebetulan mereka juga mengirim profil mahasiswa yang akan magang disini. Tuan bisa memilih satu atau dua untuk magang disini.”
Jack duduk di kursi kebesarannya, membuka berkas yang sudah disediakan sekretaris. Sebelum rapat, Jack melihat dulu penawaran Universitas. “Hmmm… jalin kerjasama?” bergumam sampai melihat foto yang tidak asing.
Seorang perempuan yang berpose dua jari, bahkan di berkasnya juga tersimpan beberapa foto yang sedang melakukan endorsement. “Mikhaila.” Perempuan yang tidur dengan Jack kemarin malam.
Dia sudah menahan diri untuk tidak mencari tahunya, tapi sekarang terpampang dengan sendirinya identitas Mikhaila. “22 tahun bulan depan, ibu sudah meninggal, seorang selebgram dan mantan sekretaris BEM?”
Melihat salah satu foto Mikha yang seksi membuat Jack langsung erreksi seketika, dalam pikirannya terbayang bagaimana Jack akan menyeret Mikhaila ke meja kantor dan melebarkan kakinya. “No!” teriak Jack menutup berkas tersebut. “No!” BUGH! Malah memukul meja sampai kacanya pecah.
“Tuan, ada apa?” sang ajudan masuk dengan wajah yang panik.
“Singkirkan ini, gak boleh ada yang magang disini.”
“Apa anda baik-baik saja, Tuan?”
Leher Jack merah, tangannya berdarah dengan keringat membasahi wajah. Tidak menjawab, Jack langsung pergi ke kamar mandi dan menurunkan celananya. Siallll! Dirinya langsung bangun! Jack harus menuntaskannya seorang diri.
Ketika mengoccok sendiri, Jack membayangkan bagaimana Mikhaila bekerja disini dan dia bisa melihatnya setiap hari. Setiap sudut kantor perusahaan ini berpotensi menjadi panas jika ada perempuan muda itu. “No, Jack….,” desisnya. “Dia seumuran anak kamu… no…” sambil memejamkan mata dan menggerakan tangan semakin cepat. “Gak boleh, Jack!”
Ketika sampai pelepasannya, Jack menghela napas panjang. Setelan jas ini bahkan membuatnya muak. “Liam?!”
“Iya, Tuan?” Liam mendekat ke pintu kamar mandi.
“Izinkan perempuan yang namanya Mikhaila buat magang disini.”
“Baik, Tuan.”
“Dan bawain saya kaos item sama kolor.”
“Iya, Tuan?”
***
“Gak bisaaa! Mikha mau ke kampus sekarang. Ada hal penting yang harus dilakukan,” ucapnya segera menutup telpon. Sebelum adik tirinya menyusul ke apartemen, Mikha lebih baik bergegas ke kampus meskipun tidak ada yang bisa dia lakukan.
Perkuliahan dihentikan karena mahasiswa semester akhir sedang magang serentak. Harusnya hari ini Mikha datang ke tempat magang untuk membawa surat dari kampus, tapi dia belum pasti akan magang dimana.
“Kak Mikha?”
Dia menoleh, oh itu adik tingkatnya sekaligus istri dari temannya. “Mau kemana, Bin?”
“Pulang, udah beres perkuliahannya. Kakak ngapain di lorong rektorat sendiri?”
“Diem aja, si Chika lagi keluar kota. Temen yang lain sibuk sama tempat magangnya, punya aku kan belum pasti.”
“Mau ikut sama Bintang?”
“Gak mau. Nih Kakak mau kasih ini buat kamu. Hasil endors, jepitnya masih baru bisa dipake sama anak kamu.” mengeluarkannya dari tas. “Gak usah say thankyou, doain aja kakak supaya bisa kayak suami kamu. Lompat semester dan langsung bisa lulus cepet.”
“Kakak juga pinter, usia 21 tahun udah tingkat akhir.”
“Mau 22 bentar lagi. Yaudah sono berangkat.” Melambaikan tangannya pada Bintang. Tidak lama setelahnya, Mikha mendapatkan telpon dari staff rektorat. Yang memberitahukan bahwa dia bisa magang di Millers Inc. sekarang diminta membawa surat pengantar kesana. “Ya tuhaannn! Apakah itu keajaiban berbagi? Tau gini ngasih tas juga buat si Bintang.”
Bergegas mengambil surat pengantar sebelum pergi ke gedung perusahaan baru di ibu kota. Sempat ramai diperbincangkan oleh mahasiswa tentang perusahaan anggur itu. Mikha bangga bisa magang disana, dia bisa pamer pada teman-teman selebgram yang lain. “Gue bukan Cuma modal seksi sama cantik aja, tapi pinter. Nih buktinya gue bisa magang disini hahahaahahah!” teriaknya menancap gas.
“Anjirrrr! Kecee banget parkirannya! Gak akan ada setan inimah, terang benderang gini! Hahahaha!” Mikha sampai terbatuk-batuk karena terlalu banyak tertawa.
Sepertinya karena ini jam makan siang, jadi kantor tampak ramai. Mikha tersenyum saat berpapasan dengan para pegawai disini. “Hallo,” sapanya ketika memasuki loby yang begitu luas. “Gila bangettt…”
Langsung ke meja resepionis dan memberikan surat pengantarnya. “Saya dari Universitas Thribhuana.”
“Tunggu sebentar ya.”
“Eh? Nunggu? Bukannya saya bisa langsung magang minggu depan?”
“Biarkan Pak CEO melihatnya dulu. Silahkan duduk disana.”
“Oke…” saking gugupnya, Mikha memilih ke kamar mandi dulu. Saat keluar, dia melihat sosok yang tidak asing baginya. Itu pria yang tidur dengan Mikha! Dia berdiri di depan lift emas, sambil merokok kemudian membuangnya ke pot bunga. “Heh!” teriak Mikha.
Membuat Jack menoleh. Lah? Si bocah?
“Kamu ngapain disini? lagi ngaterin barang?”
“Maaf?”
“Ekhem! Sebenernya saya gak mau nyapa kamu, tapi tempat ini bukan buat main-main. Kamu jadi kurir apa gimana?”
“Mau masuk ke lift.”
“Heh gak boleh, itu punya petinggi disini. Lihat tulisannya. Kamu pasti tersesat ya gak tahu jalan keluar? sini saya bantu.” Menarik tangan Jack keluar dari lorong sunyi itu, membuat Jack panik! Dia hanya memakai kaos dan kolor saja! apa kata karyawannya nanti.
“Tung─”
“Iya nanti kita ngomong ya. Cuma jangan disini, nanti kamu disalahin. Maklum kok kalau lupa jalan keluar di usia segitu.” Mikha juga senang malam itu, jadi tidak menutup jalan untuknya berkomunikasi diluar ranjang. “Ini perusahaan internasional. Kamu kok bisa lolos satpam sih?”
“Tuan Jack,” panggil sang resepsionis saat sampai di loby.
“Tuh, kayaknya ada CEO deh. Ayok lari, kamu bisa dibawa ke kantor polisi kalau berpakaian gak sopan kayak gini. Ayok lari!”
Jack malah dibawa berlari oleh Mikha.
“Tuan!”
“Kenapa si mbaknya malah ngejar?” Mikha panik sendiri.
Jack berhenti yang otomatis membuat Mikha tidak bisa menariknya lagi. “Kenapa malah berdiri? Kaki kamu kram? Sakit? Pegel linu ya? Atau asam urat? Atau-hmpphhh!”
“Dia manggil saya,” ucap Jack menutup mulut Mikha sesaat dengan tangannya. Astaga, cerewed sekali!
“Tuan, saya ingin memberitahukan kalau pihak PT.Antariksa datang, saya meminta mereka menunggu dulu di ruang rapat lantai satu.”
“Suruh mereka pulang saja, atau kasih tau ajudan saya buat ngurus dia.”
“Baik, Tuan. Dan saya baru menerima surat pengantar magang dari Universitas Thribhuana.”
“Langsung saja ACC, dia bisa kerja minggu depan.”
Dengan mulut terbuka dan mata kebingungan, Mikha menatap aki-aki panas dengan sang resepsionis sedang bicara. Tangan mereka bahkan masih saling bertautan.