Untoucable

1065 Kata
Menjadi wanita karir adalah impiannya sejak kecil, entah karena pengaruh lingkungan atau bagaimana yang pasti dirinya ingin menjadi wanita karir. Jenni berpikir bahwa keuar dari mobil dengan sepatu hak tinggi itu sangat keren, benar-benar keren karena dapat mandiri dan tidak mengandalkan pria di dalam berbagai bidang kehidupan. Mata perempuan itu menerawang jauh ke langit-langit kamar. Menatap perempuan hebat yang tengah tidur di sampingnya, perempuan yang selalu mengiyakan permintaannya dengan penuh kasih sayang. Mungkin memang ini tipu daya dunia, sudah direncanakan sejak awal bahwa dia akan dijodohkan seperti Malin Kundang. “Eh kok Malin Kundang sih, Siti Nurbaya ya Allah.” Jenni mengacak-acak rambutnya dengan gemas, pikirannya yang berkelana membuatnya tidak fokus tentang legenda masa lampau. “Ya Allah mau bobo, tapi nggak ngantuk.” Jenni dilema, jika dia tidur di jam yang sangat nanggung ini pasti akan melewakan salat subuh, tapi jika salat sekarang belum masuk waktu. Di tengah kegelisahannya itu, sebuah dering panggilan telepon dari seseorang mampu mengalihkan perhatiannya. Jenni segera duduk tegak begitu mengetahui bahwa sang suamilah yang menelponnya. “Assalamualaikum Mas.” “Waalaikumsalam, Mas ganggu tidurnya Jenni nggak?” tanya sosok itu to the point. “Enggak Mas, kebetuan Jenni udah bangun kok. Kalau boleh tahu, Mas ada perlu apa malam-malam kok telepon Jenni?” Jenni mendengar bahwa suaminya ini sedang batuk, terdengar olehnya. Sarah yang berada di samping itupun bangun, pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Dia sempat bertanya kepada Jenni siapa yang menelpon, ber oh ria saat tahu bahwa sang mantu yang telah berbicara dengan anaknya. “Jenni sudah tahu kalau Mas mau ke Surabaya?” “Iya udah Mas.” “Jenni shareloc yah, Mas udah di gerbang tol Driyorejo satu.” “WHAT?” Jenni berteriak cukup keras, membuat Sarah yang baru keluar dari kamar mandi ikut kaget. “Ada apa Adek?” tanya Sarah. Jenni tidak menjawab pertanyaan sang ibu, perempuan itu menekan tombol speaker ada menyuruh sang ibu untuk duduk di sampingnya. “Mas minta maaf kalau ngabarinnya mendadak banget, Mas mau bantu Jenni cari apartemen, kos Jenni khusus cewek kan?” “I-iya Mas.” “Nah karena khusus cewe, Mas bantu nyari apartemen buat kita. Jenni shareloc aja nanti Mas jemput, Mas sampe Surabaya mungkin setengah jam atau satu jam lah, Mas cuma mau ngabarin itu, habis ini langsung shareloc, jangan nunggu nanti-nanti. Mas tutup teleponnya yah, assalmualaikum.” “Waalaikumsalam,” Jenni menjawabnya dengan susah payah, perempuan itu langsung ambruk ke belakang. Sedangkan Sarah yang ikut mendengar ucapan menantunya mulai pusing, dia belum mempersiapkan apa pun, dan kenapa bisa dimajukan hari ini? “Adek langsung shareloc ke Mas, habis itu mandi sama bersih-bersih. Ibu pesenin makanan buat kamu Mas, ayok jangan malas-malasan sayang, jangan buat Mas nunggu.” Harap sabar, ini semua adalah cobaan. Melakukan semua perintah yang diberikan Sarah, Jenni dengan cepat mempersiapkan diri. Beruntung tadi pagi dia sudah keramas, jadi dia tidak khawatir jika rambutnya akan bau. Setengah jam terlewati begitu cepat, hingga membuat sang suami sudah berada di depan kos. Pak Direktur Mas udah di depan “Ya Allah Ibu, Mas udah di depan!” Dia benar-benar panik, bagaimana bisa ada orang yang tidak tersesat di luasnya Surabaya ini? “Iya-iya sabar ini udah semua kok barangnya.” “Ya Allah kenapa Ibu bawain minyak telon, minyak angin, obat panas segala dimasukin ke tas.” “Mas sembilan jam nyetir, dan nggak ada yang gantiin. Semua obat ini buat jaga-jaga, pastiin Mas sarapan, habis sarapan kamu paksa Mas buat tidur. Tidak perlu pilih-pilih hotel sayang, Mas pasti udah capek banget, kasian dia kalau harus nunggu.” Jenni menarik nafas dan mengeluarkannya secara perlahan, berpamitan kepada sang ibunda yang tersenyum lebar. Sarah tidak bisa ikut karena bisa dipastikan sang menantu akan sangat canggung jika dia berada di sana. Sarah pagi nanti akan menyalahkan besannya karena tidak memberitahunya bahwa sang mantu akan sampai di Surabaya hari ini. Meninggalkan Sarah yang sudah menutup pintu kamar kos sang anak, mari kita lihat bagaimana sang pemilik kos yang tercengang melihat Honda BR-V terpakir dengan cantik di depannya. Tidak ingin membuat sang suami menunggu lama, Jenni dengan cepat masuk ke dalam mobil. “Assalamualaikum Mas,” ucap Jenni dan menyalami sosok pria di sampingnya. “Langsung jalan aja yah, nanti Jenni tunjukin mau bermalam di mana.” Perempuan itu mengangguk, tidak bertemu selama setengah tahun dengan suaminya sendiri membuatnya pangling. Sepertinya pria ini melakukan gym, terlihat dari otot di punggung tangannya yang timbul itu. “Habis lampu merah ini belok ke kiri Mas, hotelnya di sebelah kanan jalan. Aku udah liat reviewnya bagus kok, empat per delapan.” Jenni segera turun dari mobil, ikut membawa satu tas jinjing yang dia ketahui isinya adalah laptop. Perempuan itu segera melakukan registrasi di resepsionis, dia tidak ingin membuat sang suami menunggu lama. “Double bed eh nggak jadi mbak, saya minta yang kingsize.” Perempuan itu sering kali lupa jika sudah berstatus sebagai istri sejak setahun yang lalu, entahlah pikirannya ini selalu lajang saja. “Ini kuncinya Nyonya, selamat malam.” Jenni mengangguk terhadap kasir, selepas mendapat kunci bertepatan dengan sang suami yang memasuki hotel. Berjalan di sampingya dengan satu tas besar yang dia percaya adalah berkas-berkas penting bernilai ratusan juta. Meletakkan barang-barang sang suami terlebih dahulu, baru barang miliknya diletakan di atas meja. Semuanya yang serba cepat ini membuat dirinya gerah, membuatnya melepas hijab yang dia pakai dan mengurai rambut hitam sepunggung miliknya. Perempuan itu membalikan badan mendengar suara pintu kamar mandi yang dibuka, dia sudah tidak malu menunjukkan rambutnya karena sebenarnya dia dan suaminya ini sudah pernah tidur bersama sebanyak dua kali. “Mas minta maaf banget yah kalau ini mendadak, kamu nggak lagi sibuk kan?” “Penjelasannya besok aja, Mas sekarang makan, habis itu tidur.” Pria di depannya menurut, memakan sushi yang dipesan sang ibu dan segera membaringkan tubuh di atas kasur empuk. “Kamu juga harus buruan tidur, Mas nggak mau kalau Mas kebangun dan kamu masih main ponsel di atas sofa itu. Sini ayo tidur bareng,” ucap sang suami sembari menepuk tempat kosong di sampingnya. “Iya duluan aja Mas, aku mau ngunci pintu bentar,” ucap Jenni dan pergi mengunci pintu. Saat perempuan itu kembali, dia sudah mendapati sang suami tertidur pulas dengan nafas yang teratur. Perempuan itu juga segera bergabung di atas kasur, mengatur suhu AC dan segera menyelimuti dia beserta pria tampan di sampingnya. “Bobo yang nyenyak ya Mas Doni.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN