4. Meletakkan Kepercayaan

1522 Kata
Setelah Robert keluar, Aezar berdeham. Ia menatap Raras yang mulai menaruh kembali busur dan anak panahnya ke sebuah wadah kulit yang tergantung di punggung. Jika dilihat dengan saksama, penampilan Raras saat ini mirip sekali dengan tokoh Srikandi dalam cerita pewayangan. Apakah, sifat dan perilakunya juga sama? Mungkin saja. Karena Raras terlihat sangat cantik dan tampak polos, tetapi menyimpan sisi buas yang bisa kapan saja menerkam saat privasinya terganggu. Hari ini mungkin Robert yang dibanting sampai tersungkur. Siapa yang tahu jika setelah ini adalah giliran Aezar? Bagaimana jika diam-diam, Raras menyimpan dendam pada Aezar dan berniat membantingnya juga? Sialan. Apa ini? Sejak kapan Aezar jadi penakut? Pada makhluk asing yang bahkan asal-usulnya tidak jelas? "Duduklah," kata Aezar tenang. Ia mengambil cangkir keramik dan melangkah ke depan mesin pembuat kopi. "Kamu mau kopi? Mau yang pekat atau dicampur krim dan s**u?" Sejak kapan Aezar jadi berubah sopan begini dan bicara aku-kamu? Aezar tak pernah menawarkan kopi kepada orang asing, bahkan kepada wanita-wanita yang pernah menjadi kekasihnya. Juga kakak dan sahabat-sahabatnya sekali pun. Jika ingin minum, mereka bisa mengambilnya sendiri. Kenapa Aezar jadi repot-repot dan bertindak seperti tuan rumah yang baik? "Terserah Paduka saja," balas Raras tenang. Ia duduk di kursi dan meletakkan kantong panah serta busur kayunya di atas meja. Ia menatap Aezar penasaran. "Aku baru pertama kali mendengar kata kopi. Apakah itu sejenis minuman?" Kening Aezar berkerut saat melihat Raras. Apa gadis gila itu sedang membual lagi? Orang macam apa yang tidak tahu kopi? Ah, benar. Raras mengenalkan dirinya sebagai makhluk purba era Majapahit, jadi sudah pasti ia akan kelihatan berbohong jika tahu soal kopi. "Baiklah, cappucino saja," kata Aezar. Ia melirik busur dan anak panah milik Raras, memikirkan cara untuk menyingkirkannya supaya ia bisa dengan segera mendepak Raras pergi dari rumahnya. Sambil mengetuk-ngetuk jarinya di atas konter, Aezar menunggu cairan kopi itu memenuhi cangkir. Otaknya memikirkan sebuah cara paling efektif untuk mengusir wanita ini tanpa memancing keributan. Setelah selesai, Aezar meletakkan cangkir kopi yang mengepulkan uap panas itu ke depan Raras yang diam menunggu. "Kalau kamu mau berdiskusi, kamu tidak boleh membawa panah itu," kata Aezar. Tangannya terulur untuk mengambil benda sialan itu, tetapi tatapan tajam Raras membuat gerakan Aezar tertahan di udara. Sial. "Kamu tidak boleh menyakiti siapapun di kerajaanku," sambung Aezar lagi. Raras menatap Aezar dengan tatapan menilai, beralih dari wajah dan telapak tangannya yang masih terulur bergantian. Hingga kemudian, Raras mengangguk dan menyerahkan sendiri busur dan anak panahnya yang paling berharga pada Aezar dan mengendorkan perlawanan. Dengan meletakkan senjata, berati Raras yakin bahwa Aezar tidak berbahaya, bahwa Raras menyerahkan hidupnya di bawah perlindungan Aezar. Untuk saat ini, hanya Aezar saja yang bisa Raras percaya. Pasti ada alasan mengapa semesta memilih Aezar di antara miliaran orang. Raras mengulas tipis yang tampak menawan, ada lesung pipi kecil di sudut bibirnya. Bola matanya, menyiratkan ketegasan yang membuat Aezar terpaku sejenak. "Aku tidak mengenal siapapun di dunia yang asing ini. Karena kamu adalah manusia pertama yang aku lihat, maka aku memilih mempercayakan hidupku kepadamu." Sementara itu, Aezar menerima senjata milik Raras dan mengerjab perlahan. Kenapa mudah sekali membuat gadis ini percaya? Dan kenapa ia meletakkan hidupnya kepada Aezar? Aezar menatap Raras yang sedang menatapnya dengan mata bulat yang indah dan berkilau. Tatapannya seolah menyiratkan bahwa ia akan menjadi anjing yang patuh kepada tuannya, tetapi juga bisa menggigit ketika batas-batas wilayahnya terganggu. "Kamu tidak takut padaku?" Raras menggeleng, membuat rambut hitamnya yang lurus dan tampak lembut itu bergoyang seperti iklan shampo. "Takdir pasti mempunyai alasan mengapa membawaku kepadamu. Kamu tidak terlihat seperti orang jahat, Paduka. Malahan mengingatkanku dengan seseorang di duniaku." Kening Aezar berkerut. "Siapa?" "Tetua yang bijak. Guru yang didatangkan khusus untuk mengajariku tata krama untuk menjadi seorang putri. Dia suka marah-marah dan bicara kasar, tapi sebenarnya baik hati." Raras mengangkat bahu, kemudian menyesap kopinya perlahan. Matanya seketika membulat saat merasakan cairan hangat itu melalui lidahnya. "Wah. Ternyata minuman bernama kopi ini enak sekali!" Sialan. Apakah Aezar sudah mulai mempercayai omong kosong gadis gila itu sekarang? Berani-beraninya dia menyamakan Aezar dengan tetua! Apa wajah Aezar terlihat seperti kakek-kakek? "Gue nggak akan bersikap formal lagi." mata Aezar berkilat kesal. "Berhenti bersikap bodoh dan beritahu tujuan lo ke sini sebenarnya apa! Dari mana lo bisa masuk ke penthouse gue? Siapa yang bawa lo ke sini?" Mata Aezar memicing curiga saat memandang Raras. "Atau... sebenarnya lo adalah mata-mata?" Aezar juga tak mengerti kenapa sikapnya bisa berubah-ubah. Aura yang terpancar dari Raras membuat Aezar sejenak kebingungan. Di satu sisi, ia seperti akan terlena dan mengikuti alur pembicaraan yang Raras buat, kemudian di sisi lain, Aezar akan tersadar bahwa apa yang ia lakukan tidak benar. Ia tak seharusnya bersikap baik dan berkompromi dengan orang asing. Apalagi seorang yang mengaku-ngaku berasal dari era Majapahit. Gadis macam apa yang sedang berada di depan Aezar sekarang? Raras tiba-tiba berdiri dan berhadapan dengan Aezar. Jarak mereka hanya satu langkah sehingga Aezar bisa mencium aroma yang keluar dari tubuh Raras, seperti harum cendana bertabur melati dan kayu manis, diguyur dengan madu kualitas terbaik. Begitu lembut dan halus ketika dihindu, seperti menyimpan sisi magis yang akan membuat lawan bicaranya tunduk. "Mata-mata itu apa?" Raras mengerjab polos dan memiringkan kepala. Mata bulatnya lekat memandang Aezar. Aezar gelagapan dan mundur dua langkah hingga pinggangnya menyentuh pinggiran konter dapur. "Lo..." Aezar kehabisan kata-kata. Matanya membulat. "Sebaliknya lo pergi dari sini dan nyari keluarga lo. Mumpung gue masih bersikap baik." Aezar berdeham saat tiba-tiba saja tenggorokannya terasa kering. "Gue bisa pinjemin Robert buat nganter lo pulang." ia melirik jam mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Gue harus ke kantor sekarang." Aezar bergeser dan merentangkan jarak. Dilihatnya Raras yang masih memandang Aezar penasaran. Ia buru-buru berujar, "Panah ini, gue simpan dulu supaya lo nggak melukai Robert atau berbuat sesuatu yang merugikan orang lain." "Tapi aku tidak punya rumah dan keluarga di zaman ini," kata Raras. "Aku berasal dari era Majapahit. Dan aku mempercayakan hidupku kepadamu, Paduka Aezar. Aku ingin beradaptasi di zaman ini sampai menemukan cara untuk kembali." "Stop bicara omong kosong dan pergi dari sini!" bentak Aezar keras. Ia semakin berjalan mundur, seolah Raras adalah sebuah virus berbahaya yang harus dihindari. "Bersikap baiklah pada Robert. Dia akan mengantarmu pulang." Aezar tahu jika wanita ini bisa mempengaruhinya kalau mereka dekat terlalu lama. Ada sesuatu di dalam diri Raras yang membuatnya takut, tetapi juga sekaligus penasaran. Aezar suka hidup stabil, dan mengurus seorang gadis aneh dari dunia antah berantah tidak ada dalam rencana hidup Aezar ke depan. Siapa yang bisa menjamin bahwa gadis ini bukan pasien rumah sakit jiwa yang kabur? **** Aezar menyuruh Robert mengantarkan Raras ke rumahnya. Dan jika gadis itu tak punya rumah, Aezar memerintahkannya untuk menurunkan Raras di tapi jalan dan memberinya beberapa lembar uang. Aezar memilih untuk menyingkirkan gadis itu dari hidupnya sebelum terlambat. Seseorang yang mengetuk pintu membuat Aezar tersentak. Haru masuk sambil membawa beberapa berkas. Saat cowok itu duduk di depan Aezar dan meletakkan berkata yang dibawanya ke depan Aezar, ia berujar. "Tadi Bu Ayudia mencari Anda, Pak. Katanya nomor Anda tidak bisa dihubungi. Dia marah-marah karena Anda datang terlambat." Aezar mendesah, membuka berkas yang diberikan Haru dan membubuhkan tanda tangan. "Aku tahu," balas Aezar malas. "Moodku sedang jelek hari ini." "Kenapa? Ada masalah?" tanya Haru penasaran. "Gue tanya ini sebagai teman, bukan karyawan." "Ada cewek gila yang tiba-tiba masuk ke penthouse gue." Aezar menyandarkan punggung dan memijat pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. "Kayaknya dia punya semacam gangguan kejiwaan? Terlalu mendalami perannya sebagai aktris di drama kolosal? Ah, sudahlah. Gue males." Karena kamu adalah manusia pertama yang aku lihat, maka aku memilih mempercayakan hidupku kepadamu. Kata-kata Raras tiba-tiba terbayang di benak Aezar dan membuatnya gusar. Raras tampak sangat serius mengatakannya, seolah-olah hidupnya bergantung pada Aezar. Jika dipikirkan lagi, rasanya mustahil kalau Raras bisa masuk ke dalam penthouse-nya begitu saja. Pasti ada sesuatu yang salah. Aezar bahkan sudah meminta Robert untuk mengecek cctv dari sejak Aezar meninggalkan penthouse kemarin hingga tadi pagi, tapi tak ada seorang pun yang masuk. Bukankah, itu cukup aneh? Raras bukan spiderman yang bisa memanjat dinding dan masuk lewat jendela. Apa yang dibicarakan Raras memang benar? Bahwa ia bukan berasal dari zaman ini? Membayangkan Raras berkeliaran sendiri dengan kain batik jelek dan kotor itu tiba-tiba membuat Aezar merasa kasihan. "Aezar. Halooo?" Haru melambaikan tangannya di depan Aezar yang sedang melamun. Ia kemudian berdecak. "Lo nggak denger gue ngomong, ya? Bener-bener nih bocah satu." Aezar mengerjab dan tersadar. "Sorry." Haru memutar bola matanya malas, kemudian mengambil berkas yang selesai ditanda tangani Aezar dan menganggukkan kepala hormat. "Kalau begitu saya permisi dulu, Pak. Semoga hari Anda menyenangkan." Dengan begitu, Haru melangkah pergi dari kantor Aezar dan meninggalkan Aezar seorang diri. Aezar mendesah lagi. Fokus, Aezar! Tidak usah memikirkan hal yang tidak penting, oke? Fokus saja pada pekerjaan dan menghasilkan uang banyak. Ayudia akan membunuhnya kalau tahu Aezar kabur setelah berangkat telat ke kantor. Raras... Tidak terlihat seperti gadis bodoh. Dia pasti tidak akan tersesat dan berbuat sesuatu yang membahayakan dirinya. Iya kan? Apa Aezar perlu memerintahkan Robert untuk mengikuti Raras dan memastikan gadis itu baik-baik saja? Pikiran macam apa ini? Aezar pasti sudah gila. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN