10. Mengusir Pergi

1543 Kata
Aezar bahkan tidak sempat berkedip saat anak panah itu meluncur dari busur milik Raras. Ia bahkan tak bisa berteriak apalagi menghindar. Dan Aezar merasa kepalanya seperti akan dilubangi. Mungkin jarak panah itu hanya satu sentimeter saat melewati daun telinga Aezar. Ia bahkan bisa merasakan suara desisannya yang mengerikan. Jantung Aezar seperti akan melompat dari rongganya. Aezar kehilangan kata-katanya sejenak. "Aku tidak takut untuk membunuhmu, Paduka," kata Raras tegas, menyapu keheningan mencekam yang terjadi beberapa detik lalu. "Tapi aku akan memberikan satu kesempatan lagi. Paduka mau memberikan lukisan itu secara sukarela atau harus kupaksa?" Aezar menarik napas saat kendali dirinya kembali. Dia menoleh ke belakang dan menemukan anak panah itu menancap di sebuah lukisan yang terpasang di dinding. Bukan main. Kepala Aezar bisa benar-benar berlubang jika mengenainya. Raras itu... benar-benar tidak tahu diri, ya? Dia seperti anak kucing yang mengubah diri menjadi macan. Nenek moyang dinasti Patibrata pasti menangis darah melihat keturunan mereka diperlakukan seperti ini. Aezar berdeham untuk melegakan tenggorokannya yang kering. Aezar harus mencari cara untuk melumpuhkan Raras tanpa kehilangan apapun. Salah Aezar sendiri karena meragukan kemampuan Raras dan membuatnya berada di posisi ini. "Baiklah, gue bakal kasih lukisan itu ke lo, tapi turunin dulu panahnya." "Tidak. Aku akan terus membuat Paduka menjadi tawanan sampai lukisan itu berada di tanganku." Raras berujar dengan nada tegas, menolak kompromi. "Sekarang, Paduka harus berjalan ke arah ruangan itu dan mengambilkan lukisannya untukku. Aku akan mengikuti dari belakang. Dan yang harus Paduka ingat, panah ini akan langsung meluncur saat Paduka menyerangku tiba-tiba." Aezar mengangkat kedua tangannya ke udara. "Oke." Dengan begitu, Aezar berjalan lebih dulu ke dalam ruang lukisan, diikuti Raras di belakangnya. Dalam setiap langkah yang Aezar ambil, ia memikirkan cara seperti apa yang akan ia lakukan untuk mengelabui Raras. Kekuatan tangan Raras tidak bisa diremehkan. Aezar sudah merasakannya sendiri tadi malam. Maka satu-satunya cara yang bisa Aezar lakukan adalah dengan bersikap manis dan membuat Raras lengah. Ketika gadis itu tidak sadar, Aezar akan mengambil panah itu dan membuangnya. "Gue bakal kasih lukisan itu," Kata Aezar tenang. Jika apa yang Raras katakan benar, bahwa ia hanya bisa mengandalkan Aezar, maka ia punya satu cara untuk membuat Raras gamang dengan keputusannya. "Tapi setelahnya, apa yang bakal lo lakuin di luar? Lo nggak punya seseorang yang bisa lo mintain tolong. Lo perlu uang buat makan dan hidup. Di kota ini, ada lebih banyak penjahat yang bersembunyi, Raras. Ada banyak hal yang nggak lo ketahui." Raras menelan ludah. Hening beberapa saat. "Kalau begitu, Paduka juga harus memberiku uang untuk bertahan hidup. Tidak usah cemaskan soal kondisiku setelah ini. Aku bisa beradaptasi dengan cepat." Aezar membuka pintu ruangan itu dan membiarkan mereka berdua masuk. Aezar berdiri di depan lukisan itu, kemudian membalikkan tubuh untuk memandang Raras. Sekarang, satu-satunya cara untuk membuat Raras luluh adalah dengan mempercayai dongeng yang ia ceritakan. "Lo bilang sendiri, kalau bukan suatu kebetulan lo bisa terlempar ke penthouse gue, Raras. Gimana kalau ternyata lo cuma bisa kembali ke era Majapahit lewat tempat ini? Lo sendiri nggak punya cara buat buka portal waktu." Raras terdiam sejenak. Apa yang dikatakan Aezar, memang ada benarnya. Raras yakin jika ia bisa bertahan hidup di luaran sana tanpa bantuan Aezar. Tapi bagaimana jika ternyata, Raras tidak bisa membuka portal itu dalam jangka waktu yang lama? Bagaimana jika lukisan itu hanya mau terbuka di tempat Aezar? Lagi pula, lukisan itu cukup besar untuk Raras bawa bepergian. Raras... benar-benar bingung. Aezar sudah mengkhianati kepercayaan Raras dengan mengembalikan panah ini dan mengusir Raras pergi. Sekarang, bagaimana bisa Raras mempercayai Aezar lagi? "Raras, gue nggak punya banyak waktu. Gue harus berangkat kerja sekarang." Aezar melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Silahkan kalau lo mau ambil lukisan ini. Nanti biar Robert yang anterin lo ke luar penthouse. Tapi setelah itu, jangan harap lo bisa balik lagi ke tempat gue." Raras mengerjab dan menatap Aezar. "Pilihan apa yang kamu tawarkan padaku, Paduka?" Aezar menyeringai. "Pilihan pertama, lo boleh pergi sambil bawa lukisan ini, tapi jangan harap lo bisa kembali lagi. Dan pilihan kedua, lo pergi tanpa lukisan ini, dan setelah menemukan cara buat buat buka portal waktu, lo bisa ke sini lagi dan mencobanya. Lo nggak bisa terus-terusan ada di rumah gue, Raras. Gue nggak bisa nampung lo selamanya. " Pada akhirnya, Raras menurunkan busur dan anak panahnya. "Baiklah, aku akan pergi tanpa lukisan itu." "Pilihan yang bagus," Aezar menyeringai lagi. "Sepuluh menit lagi, Robert akan mengantarmu, jadi, persiapkan dirimu baik-baik." Aezar tidak bisa lagi menjadi orang dermawan. Meski visual Raras begitu cantik dan memesona alami, tetapi Aezar tak bisa membiarkan gadis itu tetap berada di sisinya dalam jangka waktu yang lebih lama. Gadis itu seperti magnet yang menariknya, tetapi Aezar tidak suka menjadi besi yang kehilangan kendali. Aezar akan menyuruh Robert untuk mengantarkan Raras ke luar kota, sehingga gadis itu tak akan bisa menemukan Aezar lagi. Kemudian, Aezar akan melupakan Raras dan kembali ke kehidupan stabilnya. Aezar tak mau lagi berurusan dengan cerita dongeng yang keluar dari mulut Raras. Dengan langkah ringan, Aezar keluar dari tempat itu menuju kantornya. Berkali-kali Aezar meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat dengan mengusir Raras. **** Raras tidak tahu sudah berapa lama ia berada di dalam mobil ini, dan segalanya tampak sangat jauh. Dunia tempat tinggal Raras, sangat berbeda dengan tempat ini. Mungkinkah Raras bisa bertahan hidup? Ia tiba-tiba jadi meragukan dirinya sendiri dan terbayang senyuman ibunya. Dia baru dua hari meninggalkan rumah. Tetapi kenapa ia sudah rindu? Apa ibundanya akan mencari Raras yang tiba-tiba menghilang? Bunda pasti khawatir sekali. Mobil yang dikendarai Robert akhirnya berhenti. Dengan sopan, Robert meminta Raras untuk turun dari mobil. Ia memberikan tiga lembar uang tiga ratus ribu rupiah kepada Raras dan berkata, "Semoga Anda bisa segera bertemu dengan orangtua dan saudara Anda, Nona." Raras tersenyum tipis dan mengambil uang itu, kemudian turun dari mobil. Raras tahu jika Robert adalah orang baik. Raras bisa membacanya. Setiap orang di dunia yang baru ini, memiliki berbagai aura yang mengikuti di belakang punggungnya. Berwarna-warni seperti pelangi, dan ada pula yang gelap dan pekat. Maka dari itu, Raras bisa menilai siapa saja orang yang sedang berniat baik atau buruk kepadanya. Karena itulah Raras bisa yakin bahwa ia bisa bertahan di tempat ini sendirian. Hanya saja, Aezar seperti pengecualian. Raras tidak bisa melihat aura apapun dari Aezar dan itu membuatnya bingung. Raras tidak tahu kapan Aezar benar-benar bersikap baik atau hanya sedang memanipulasinya saja. Maka dari itu, Raras sengat waspada terhadap Aezar dan mempercayainya sama saja dengan berjudi. Dan nyatanya, di sinilah kemudian Raras berada, di tanah asing di mana ia tidak mengenal siapapun. Bagaimana cara Raras untuk kembali? Tanpa bantuan Aezar dan lukisan itu? Raras benar-benar tidak punya petunjuk apapun. Sebenarnya, alasan apa yang membuat Raras akhirnya terdampar di tempat ini? Raras melihat sekeliling. Ia sedang berada di tepi jalan, dan orang-orang di sekitarnya duduk di sebuah kursi panjang yang terbuat dari besi yang kuat. Raras meninggalkan busur dan panahnya di tempat Aezar, dan hanya membawa beberapa lembar uang tunai. Malam ini, Raras harus menginap di mana? Sebuah mobil yang lebih besar dan panjang tiba-tiba berhenti di depan Raras, membuat Raras terpaku melihatnya. Orang-orang yang tadinya duduk, kini berdiri dan memasuki benda panjang itu. Beberapa orang menyenggol lengan Raras karena tergesa-gesa masuk. Setelahnya, benda itu pergi dan hanya menyisakan beberapa orang di tempat itu. Raras duduk di sebelah seorang gadis yang mempunyai aura cerah. Berwarna pink lembut yang menggemaskan. Ia tersenyum-senyum menatap benda berbentuk persegi di tangannya. "Namaku Raras." Raras mengulurkan tangannya pada gadis itu. "Apa aku boleh bertanya sesuatu kepadamu?" Gadis itu menoleh dan memandang Raras bingung, tetapi kemudian membalas uluran tangannya. "Aku Arum." Raras mengangguk. "Benda yang barusan lewat, berbentuk persegi panjang dan dinaiki oleh banyak orang tadi, namanya apa? Dan kenapa orang-orang menaikinya?" Arum mengerjabkan mata saat memandang Raras. Dahinya berkerut bingung. Seketika, aura merah muda di belakang punggungnya berubah ungu. "Kamu beneran nggak tahu atau ngajakin bercanda sih?" "Aku beneran nggak tahu. Makanya aku tanya," Raras memasang senyuman paling manis. "Aku sudah lama terkurung di rumah, jadi ini kali pertamaku melihat dunia." Arum mengerjabkan mata tak percaya. Aura ungu di belakang punggungnya perlahan memudar. "Ah, begitu. Benda yang tadi kamu maksud namanya bus. Orang-orang naik bus untuk bepergian ke tempat yang jauh. Kamu harus memilih nomor bus yang tepat untuk sampai ke tujuan yang diinginkan." Sebuah bus berhenti di depan mereka. Arum menunjuk angka besar di bagian belakang bus. "Kamu lihat angkanya, 24. Bus ini akan ke Jl Patimura raya untuk perjalanan terakhirnya. Dan aku harus mencari bus dengan nomor 50 untuk pulang ke rumahku." Melihat Arum yang begitu semangat menceritakan segala sesuatu pada Raras, membuat Raras tersenyum lebar. Raras kemudian menanyakan semua yang ia perlukan untuk bisa bertahan hidup di tempat ini, mulai dari bagaimana cara menggunakan uang hingga menyewa tempat untuk tidur malam ini. Dengan kemampuannya, Raras yakin ia bisa bertahan, setidaknya untuk beberapa hari ke depan sambil mencari cara untuk bernegosiasi lagi dengan Aezar. Nyatanya, setelah dipikirkan begitu lama, Raras tidak akan pernah bisa menemukan cara untuk membuka portal waktu tanpa bantuan Aezar. Bagaimana cara untuk meyakinkan Aezar agar mau menampung Raras lagi? Apa yang bisa Raras tawarkan untuk mengubah hati Aezar? Namun sebelum itu, Raras harus mencari cara untuk kembali ke rumah Aezar. Bisakah, ia melakukannya? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN