“Siapa?” Hayden menunjukan rasa penasarannya.
“Pamanku. Paman Randolf.” Aku tak benar-benar mengingat rupanya karena sudah terlalu lama tak pernah bertemu dengannya. Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah dua hari sebelum aku dibawa oleh Gramps meninggalkan Memphis. Aku masih ingat, saat itu musim gugur. Daun-daun maple berguguran, membuat jalanan dipenuhi oleh warna kuning kecolatan. Aku tengah bersepeda dengan Mom. Dia melarangku untuk bersepeda di jalanan, apalagi di luar sedang dingin akibat angin yang cukup kencang. Seperti biasa, aku merengek pada Mom agar mengizinkanku, dan hasilnya sudah bisa ditebak, dia mengiyakan permintaanku dan pergi bersepeda bersama.
Di tengah jalan, sebuah jeep hitam berhenti. Aku sudah mengenali siapa pemiliknya, bahkan sebelum sang pemilik keluar. Paman Randolf keluar dari mobil. Dia menyapa kami, mengelus kepalaku kemudian mengucapkan beberapa kalimat yang saat ini kulupakan. Dia membawa kami pulang dengan jeepnya karena tujuan dia adalah rumah.
“Kau masih berhubungan dengannya?” Pertanyaan Hayden membuyarkan ingatanku.
Aku menggeleng. “Tidak, aku sudah lama tak berkomunikasi dengannya.” Sebenarnya aku ingin sekali bertemu dengannya, tapi nomor telponnya sudah tidak aktif dan aku tak memiliki waktu untuk pergi mengunjunginya. Terdengar buruk memang, karena bagaimanapun juga, dia sudah begitu baik padaku dan Mom.
“Ah ... lagi pula tak ada hubungannya dengan pamanmu, aku yakin.” Aku memilih tak memberi tanggapan apapun. Wajah mereka sedikit mirip, tapi bukankah itu hal yang biasa terjadi di dunia ini? Bahkan ada juga orang yang memiliki kemiripan sangat tinggi padahal tak memiliki hubungan darah.
Ishirou membawa makanannya ke ruang tengah. Duduk di sofa tepat di sampingku, dan menawariku mie instan di mangkuknya. “Kau mau?”
“Aku akan membuatnya sendiri.”
“Baiklah,” ujarnnya kemudian menyantap mie instan buatannya sendiri.
Aroma pedas tercium dari sini, benar-benar menggoda dan membuat perutku semakin lapar saja. Aku beranjak dari sofa, meninggalkan Ishirou dengan semangkuk mie instannya, sementara aku pergi ke dapur untuk memasak mie instanku sendiri.
Aku mengorek kantong plastik yang tadi dibawa oleh Hayden, mencari nmie instan dan menemukan beberapa mie instan dengan beberapa rasa di dalamnya. Aku mengambil satu dengan rasa korean spicy.
Seseorang mendekat ke arahku, dan begitu aku menoleh rupanya ada Hayden. Dia mengambil satu bungkus mie dan berjalan mendekat. “Buatkan untukku sekalian!” ujarnya. Aku hanya diam, kemudian memanaskan air dan menyalakan kompor. Kutinggal sebentar dan duduk di kursi tepat di depan Hayden.
“Kau yakin kalau pria itu adalah informan yang tepat untukmu?” tanyaku penasaran.
Hayden mendongak mendengar pertanyaanku, mengalihkan wajah dari ponselnya dan berkata, “dia satu-satunya informan potensial bagiku saat ini.”
“Maksudmu?”
“Aku tak bisa menjelaskan banyak padamu, karena ini rahasia. Yang jelas, jika aku bisa mewawancarainya, aku bisa lolos dari amukan bosku.” Dia mengakhiri kalimat dengan menyeringai, mungkin teringat dengan bosnya yang galak.
“Dan kurasa kau juga memiliki tujuan di sini.”
“Maksudmu?”
“Dengan Ishirou. Aku tak tahu jelasnya, tapi sepertinya kau juga membutuhkan bantuannya nanti.” Bagaimana dia tahu kalau aku membutuhkan Ishirou? Apa karena aku yang tidak langsung pergi setelah mengantarkannya ke sini? Yeah, alasan yang masuk akal sepertinya. Sudah sewajarnya dia berpikir demikian.
“Ya, aku ingin menemukan seseorang yang semalam tak bisa kutemui di stasiun.”
“Siapa?”
“Seorang wanita,” jawabku singkat, aku tentu tak akan memberikan informasi lengkap padanya yang baru kukenal dua puluh empat jam yang lalu.
“Siapa?”
“Aku tak bisa menjelaskannya, tapi kau akan tahu nanti.”
Aku beranjak dari kursi, melihat apakah air sudah mendidih atau belum, kemudian memasukan mie setelah melihat airnya sudah mendidih. Kusiapkan bumbu di atas mangkuk. Dan hanya menunggu mienya matang.
“Kau juga akan membayarnya?”
“Tentu, jangan berikan dia penawaran yang terlalu tinggi!” Hayden menoleh ke arah Ishirou.
“Entahlah, kita lihat nanti,” ujarku.
“Kau bilang kau juga mencari seseorang yang gagal kau temui di stasiun?” tanya Hayden tiba-tiba.
“Ya, menurutmu apa yang kulakukan di sana tengah malam kalau bukan karena urusan penting?”
“Benar juga. Aku semakin penasaran, siapa sebenarnya kau ini.” Ucapan Hayden membuatku menoleh spontan ke arahnnya. Dia memindaiku dan aku berkata, “jangan berpikiran macam-macam, aku bukan orang jahat,” ujarku.
“Kita lihat saja nanti.”
Mie yang kubuat rupanya terlalu matang, kurasa ini karena aku terlalu lama meninggalkannya hanya untuk mengobrol dengan Hayden. Rasanya terlalu lembek dan ini bukan seleraku, meskipun begitu aku tetap memakannya karena tak banyak pilihan makanan yang ada. Selain itu, aku juga terlalu lapar untuk pilih-pilih makanan.
Ishirou rupanya telah selesai dengan makanannya, dia beranjak dari sofa, kemudian melangkah mendekati monitor mliknya. Mungkin melanjutkan pekerjaannya tadi karena dia masih memiliki tanggungan.
Aku fokus terhadap mie instanku, memakannya perlahan karena masih panas, dan berusaha menikmatinya karena lapar. Hayden duduk di sampingku. Diam dan fokus memakan mie miliknya. Itu lebih baik, daripada dia terllau banyak bertanya, dan aku harus mencari jawaban dengan hati-hati untuk dibeberkan padanya. Ah, itu melelahkan dan menyebalkan.
“Kau sudah selesai dengan makananmu?” Tiba-tiba Ishirou bertanya pada Hayden.
“Hampir. Kenapa?”
“Aku berhasil memisahkan beberapa suara dan menemukan suara Daniel.”
Hayden meletakkan mie di atas meja kemudian beringsut mendekati Ishirou.
Ishirou memutar suara yang berhasil dia dapatkan dan menemukan sesuatu yang cukup aneh dari suara itu.
“Halo? Ya, benar. Aku ... aku tak bisa menahannya lebih lama lagi. Aku merasa dihantui rasa bersalah. Jangan! Kumohon! Baik. Aku akan pergi, aku akan menuruti ucapanmu saat ini. Tapi kumohon, jangan ganggu hidupku lagi!”
Terdengar seperti pria itu mendapat ancaman dari seseorang di balik telepon. Entah apa itu, tapi pria bernama Daniel nampak ketakutan dan memilih meninggalkan stasiun meskipun dengan berat hati.
“Sudah kuduga,” kata Hayden. “Dia pasti mengalami suatu hal sampai-sampai membatalkan pertemuannya denganku secara tiba-tiba bahkan tanpa memberitahuku lebih dulu.”
“Sekarang, apa yang akan kau lakukan?” tanya Ishirou.
“Mencarinya. Aku harus bertemu dengannya. Mengingat perlakuan yang sudah dia alami sekarang, itu sudah membuktikan kalau dia memang informan yang sangat potensial.” Hayden tampak bersemangat sekarang. “Carikan aku alamatnya, kalau bisa nomor ponselnya atau apapun yang berkaitan dengannya. Aku harus bertemu dengannya secepat mungkin.”
“O...ke.” Ishirou mulai beraksi lagi.
Aku tak ingat semalam aku tidur jam berapa. Terakhir kali yang kuingat adalah, Ishirou menemukan alamat Daniel dan memberikannya pada Hayden. Saat aku membuka mata, tak ada satupun orang di ruangan ini. Aku bangkir dan mencari Hayden ataupun Ishirou tapi nihil, mereka semua sepertinya sudah pergi. Tapi, kenapa mereka tak mengajakku?