Diceraikan

1037 Kata
Plaak! Sebuah tamparan melayang mengenai pipi Jeanna. Membuat Raditya, Della, sekaligus Jeanna sendiri terkejut bukan main. Terlebih Jeanna yang masih tak percaya, sebab yang baru saja menamparnya adalah sang ibu mertua—Lestari. “Bu—” “Mulut urakan! Tidak punya sopan santun! Berani sekali kau meneriaki calon menantuku sebagai wanita jalang, hah?!” Wah, mendengar itu rasanya Jeanna ingin tertawa. Calon menantu? “Oh, jadi Ibu sudah tahu jika Mas Radit punya wanita lain di belakangku?” tanya Jeanna dengan bibir yang bergetar. Lalu pada saat sang ibu mertua mengiyakan, tangan Jeanna sontak mengepal kuat. “Bagaimana bisa Ibu diam saja saat tahu Mas Radit mempunyai wanita lain di belakangku? Seharusnya Ibu sebagai orang tua bisa menasehati Mas Radit, bukan malah mendukung kelakuan dan perselingkuhannya seperti ini, Bu!” “Jeanna! Jaga sopan santun mu!” bentak Radit tidak terima, saat Jeanna berteriak di hadapan sang ibu. Jeanna benar-benar tidak peduli dengan bentakan Raditya barusan. Rasa sakit yang dia rasakan membuatnya menjadi lebih berani untuk melawan. Sudah kepalang hancur. “Aku benar-benar tidak menyangka. Jadi selama ini aku hanya kalian anggap seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa?” Jeanna menatap ke arah sang suami, “kau bermain gila dengan mantan pacarmu itu. Lalu...” Jeanna kembali menoleh ke arah sang ibu mertua, “Ibumu hanya bisa diam dan mendukungmu untuk berselingkuh. Jahat, kalian benar-benar jahat! Aku sampai tidak mengerti, mengapa ada orang jahat seperti kalian?” Sumpah demi seluruh alam semesta, rasanya sesakit itu. Jeanna sampai memukul dadanya sendiri karena rasa sesak yang semakin menekannya. Hati Jeanna benar-benar terasa hancur. Entah kesalahan apa yang sudah dia perbuat, sampai suami dan ibu mertuanya tegas mengkhianatinya seperti ini. Dan yang sangat membuat Jeanna tak percaya adalah, sang ibu mertua yang ternyata diam-diam sudah mengetahui semuanya, namun tetap diam dan mendukung perbuatan Raditya yang salah. Jeanna sudah tidak peduli dengan raut wajahnya yang berantakan akibat air mata. Dia kecewa, kecewa berat pada Raditya yang sudah ingkar janji. Padahal, demi pria itu dia rela meninggalkan segalanya. “Sudahlah Jeanna, hentikan tangisanmu yang tidak berguna itu.” seru Lestari dengan tatapan tak suka. “Lebih baik kau tandatangani ini surat perceraianmu dengan anakku!” Jeanna mengusap air matanya seraya menatap sebuah map yang disodorkan oleh sang ibu mertua padanya. Muncul kembali pertanyaan di dalam pikirannya, begitu sang ibu mertua memintanya untuk menandatangani surat cerai. Wanita itu sontak menoleh kembali ke arah sang suami dengan tatapan seolah berharap jika apa yang dia pikirkan tidak benar. “Mas—” “Aku sudah mempersiapkan surat perceraian itu sejak 2 bulan yang lalu.” Radit menyela dan berucap demikian tanpa memikirkan perasaan Jeanna sama sekali. Kilat amarah tentu saja muncul di mata Jeanna. Siapa juga yang tidak marah begitu mengetahui fakta bahwa suaminya sendiri sudah mempersiapkan surat perceraian jauh-jauh hari. Sementara dirinya tidak tahu apapun seperti orang bodoh. “Sekali lagi kau menyakitiku, Mas. Bagaimana bisa kau mempersiapkan surat perceraian begini di belakangku?!” seru Jeanna. Suaranya begitu menggema di ruang tengah tersebut. Jeanna menarik kerah baju yang Radit pakai dengan sekuat tenaga. “Apa salahku, Mas Radit? Apa?! Apa alasannya?!” Jeanna berteriak sembari mengguncang tubuh Raditya. “Kenapa kau bisa sampai setega ini padaku, hah? Apa kurangnya aku, Mas? Jawab!” Radit sontak mencengkram kedua pergelangan tangan Jeanna dengan kilatan amarah yang terpancar jelas dari sorot matanya. “Masih tanya alasannya apa? Masih tidak mengerti juga kurangnya kau apa selama ini, Jeanna?!” Jujur saja, Jeanna kaget dengan suara keras yang Raditya timbulkan barusan. Kedua pergelangan tangannya juga terasa sakit akibat dicengkeram kuat oleh pria itu, namun Jeanna tak sampai untuk menyuarakan protesnya, sebab terpaku oleh tatapan mata Raditya. Benar-benar sudah tidak ada cinta lagi di sana. Hanya ada kebencian yang terlihat. “Lima tahun! Lima tahun, Jeanna! Kau tidak bisa memberiku anak sama sekali!” teriak Raditya tepat di depan wajah Jeanna. “Aku malu jadi omongan tetangga karena belum punya anak sampai sekarang. Aku bahkan iri melihat semua teman dan rekan-rekan bisnisku punya alasan untuk pulang lebih cepat ke rumah. Aku sudah terlalu sabar menunggu, tapi sampai sekarang kau tidak ada tanda-tanda hamil sama sekali. Apa jangan-jangan memang benar ya apa kata orang kalau kau ini ternyata mandul?” Jeanna sampai terperangah saat mendengarnya. Berkali-kali lipat rasa sakit yang dia rasakan hari ini. Dia seperti baru saja ditusuk lagi dan lagi oleh suaminya sendiri. “Mandul? Enteng sekali mulutmu bicara begitu? Kau tidak bisa seenak jidat mengataiku seperti itu hanya karena belum bisa memberikanmu anak selama ini, Mas Radit! Berulang kali bahkan aku mengajakmu untuk cek kondisi kesehatan bersama ke dokter dan melakukan program hamil. Tapi kau tidak mau! Selama ini hanya aku sepertinya yang berusaha, sedangkan kau—” “Tapi buktinya hanya beberapa kali bercinta dengan Della saja aku bisa membuatnya hamil sekarang.” Raditya menyela. Ya Tuhan, sakit sekali hati Jeanna mendengarnya. Kenapa harus diperjelas seperti barusan? “Memang dasarnya kau itu mandul, Jeanna! Jangan coba-coba cari kesalahan anakku Radit, kau ini!” Lestari menimpali. “Sudahlah cepet ini tandatangani surat cerainya! Setelah itu pergi yang jauh dari sini!” “Cepat, Jeanna. Tandatangani surat perceraian itu sekarang. Agar Mas Raditya bisa cepat-cepat menikahi ku.” Della turut bersuara, lalu tersenyum manis bak malaikat tanpa dosa. Jeanna bersumpah akan membalas rasa sakit ini berkali-kali lipat lebih parah dari ini. Meski Jeanna tidak tahu, akankah dia benar-benar bisa melakukannya atau tidak. “Tandatangani sekarang, Jeanna!” titah Raditya, memaksa Jeanna untuk segera menandatangani surat perceraian tersebut. Jeanna menguatkan seluruh hatinya yang baru saja hancur berantakan untuk menandatangani surat perceraian tersebut. Tidak ada yang bisa dia pertahankan lagi di sini. Mengetahui alasan sang suami sudah membuatnya cukup mengerti, bahwa Raditya selama ini tidak benar-benar mencintainya. Jika pria itu mencintainya, maka sampai kapanpun akan menerimanya. Air mata Jeanna kembali mengalir saat tinta hitam itu mulai nampak di atas kertas putih tersebut. Memori pendek dari awal pernikahannya sampai detik menyakitkan ini mendadak terputar di dalam pikirannya. Jeanna menyesal. Benar-benar menyesali keputusannya 5 tahun yang lalu. Kini, semuanya sudah usai. Jeanna masih di sana dengan hati yang hancur lebur. Sementara tiga orang di hadapannya tengah tertawa bahagia. Semengerikan ini ternyata, memiliki mertua yang tak pernah berpihak padanya. Bahkan anaknya sendiri didukung saat berjalan di jalan yang salah. Miris.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN