Book 2 Sexretary - 2

1534 Kata
Entah sampai jam berapa Dewa mengajak Denisya bercinta diatas ranjang berukuran king size yang begitu nyaman ini. Namun kemudian jam enam pagi, alarm yang di setel pada ponsel Denisya berbunyi. Membuat Denisya yang masih berada dalam pelukan erat Dewa berusaha meraih ponselnya yang ada diatas nakas samping tempat tidur, kemudian mematikannya. Denisya membuka mata dengan berat, dia terdiam. Merasakan lengan Dewa melingkari pinggangnya dan telapak tangannya nyaris menyentuh d**a Denisya. Hembuskan napas Dewa terasa pada tengkuk Denisya dan Denisya dapat merasakan hangat tubuh Dewa pada punggungnya. Sejenak Denisya terdiam, mengulum bibirnya sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan posesif Dewa. Dia lalu menatap Dewa yang menggeliatkan tubuh sambil menarik selimut untuk dirinya sendiri. Denisya tersenyum geli. Dia tidak pernah membayangkan dirinya bisa tidur dalam satu ranjang, bercinta, dan berakhir tertidur dalam pelukan posesif seorang atasan tampannya yang di idam-idamkan seluruh wanita yang mengenal Dewa. Tapi Denisya tidak bisa terlalu lama larut dalam euphoria. Karena mulai pagi ini, dia harus bekerja lagi sebagai sekertaris pribadi Dewa seperti biasa. Maka dari itu, sebelum Dewa bangun, Denisya segera meluncur ke kamar mandi dan membersihkan diri. Setelah selesai mandi, dia berjalan ke walk in closet yang ada di kamar Dewa. Sudah disiapkan satu lemari yang khusus, berisi segala baju dan peralatan milik Denisya. Namun baru saja Denisya mengenakan celana dalamnya, tiba-tiba saja dia mendengar bunyi nyaring dari telepon milik Dewa. "Astaga, siapa yang telepon Dewa sepagi ini, sih?" Dengan cepat Denisya mengambil kemeja putih miliknya. Memakainya asal dan segera meraih ponsel milik Dewa. Namun Denisya terdiam ketika membaca nama kontak yang menelepon Dewa sepagi ini. Faye—istri Dewa. "Pak Dewa," Denisya membangunkan Dewa pelan. "Ada telepon dari istri Anda." "Hm?" Dewa membuka mata dengan berat, menatap Denisya sejenak, kemudian meraih ponselnya dan mengangkat telepon dari istrinya. "Yeah, good morning, babe." Denisya menekan bibirnya membentuk segaris. Dia sudah mengerti harus bagaimana. Denisya tidak berhak ikut campur atas urusan Dewa dengan istrinya, karena selain sebagai sekertaris, tugas Denisya itu untuk menghangatkan Dewa di kasur hingga lelaki itu lelah. Kini Denisya ke dapur, untuk sekedar membuat kopi untuk dirinya sendiri sembari menunggu waktu agar dia bisa kembali berpakaian rapi di kamar setelah Dewa selesai berbincang dalam telepon. Namun, pintu ruang kerja Dewa yang tidak tertutup rapat membuat Denisya tertarik hingga masuk ke dalamnya. "Wuah," Denisya berdecak kagum. Dari sini dia bisa melihat pemandangan indah kota Jakarta di pagi hari. Denisya meminum kopinya, sambil menikmati jajaran kendaraan di jalan yang terlihat kecil dari atas sini. "Aku lelah sekali tadi malam hingga lupa menghubungimu lagi." Denisya langsung menoleh kaget, melihat Dewa yang masuk ke ruang kerjanya. Masih berbincang di telepon dengan sang istri. Namun berdiri di depan Denisya dengan shirtless, hanya mengenakan celana training abu-abu yang membuat Dewa terlihat begitu seksi di pagi hari. Apalagi dengan rambut acak-acakan khas bangun tidurnya. Napsu Dewa sendiri kembali bangkit begitu melihat tampilan Denisya di pagi ini. Terlihat segar dengan hanya mengenakan celana dalam dan kemeja putih yang tak terkancing utuh sampai atas. Dewa kemudian melangkah mendekati Denisya, sambil mendengar cerita dari istrinya, Dewa mengambil secangkir kopi yang dipegang Denisya dan kemudian meminumnya dihadapan Denisya. Denisya mendongak, melihat jakun Dewa yang naik turun ketika meminum kopi tepat dihadapannya. Hingga kemudian Dewa menaruh gelas kopinya ke meja kerja dan dia mengusap tengkuk Denisya dengan iris mata biru memikat yang terus menatap mata Denisya. "Hm, setelah itu?" Dewa melanjutkan obrolannya dengan sang istri. Tapi kemudian Dewa menjauhkan telepon dari telinganya, dia menarik lembut tengkuk Denisya dan kembali mencium bibir Denisya. Denisya sedikit tersentak, kedua tangannya menahan d**a Dewa. Namun dia membuka mulutnya, mempersilahkan bibir lembut Dewa menekan bibirnya dan mengulumnya dengan nikmat. "Aku merindukan morning kiss-mu." Ucap Dewa di sela-sela ciumannya. Denisya tahu jika ucapan itu untuk istri Dewa di telepon, tapi kini Dewa melakukan ciuman itu dengannya. Membuat Denisya makin memejamkan mata dan menikmati ciuman Dewa. Namun Denisya langsung tahu apa yang harus dia lakukan agar Dewa senang begitu merasakan sesuatu yang keras dari bawah perut Dewa menekan pahanya. Perlahan tapi pasti, tangan Denisya turun dari d**a bidang Dewa, membelai perut sixpack Dewa, kemudian menyentuh kejantanan Dewa yang sudah menegang dan mengelus-elusnya terus. Dewa menyentakan kepalanya ketika Denisya mengecup lehernya, kemudian mencium dadanya, terus turun ciumannya hingga Dewa bersandar pada meja dan Denisya menurunkan celana Dewa hingga kejantanannya berdiri tegak dihadapan Denisya yang kini sudah bersimpuh dihadapannya. Denisya menatap Dewa yang masih sibuk menelepon istrinya, kemudian dia memegang kejantanan Dewa, mengocoknya dengan pelan sambil kemudian mencium buah zakar Dewa, lalu mengulumnya dengan nikmat. Dewa memejamkan matanya dan menelan salivanya ketika merasakan Denisya memasukkan kejantanan Dewa ke mulutnya. "Yeah, Andai kau bisa kemari, sayang." Ucap Dewa pada istrinya di telepon. Namun tangannya mengusap kepala Denisya, mengikat rambut panjang Denisya di lengannya dan membimbing Denisya ketika memaju mundurkan mulutnya—memberikan blowjob yang nikmat pada Dewa. Urat-urat tegang di p***s Dewa makin nampak ketika lidah Denisya menggoda di dalamnya. Denisya menjilat penisnya seperti dari ujung ke ujung, mengecup ujungnya, kemudian mengulumnya lagi hingga masuk seluruhnya ke mulutnya. Dewa tidak tahan lagi, dia menarik Denisya hingga kembali berdiri, kemudian dia mencium lagi bibir Denisya dan membawa Denisya hingga tertidur diatas meja kerja kaca Dewa, namun kakinya masih menggantung di bawah. Baik Dewa maupun Denisya, berusaha tak mengeluarkan suara sama sekali agar istri Dewa di telepon tidak curiga. Lagipula kuping Dewa terasa pengang mendengarkan istrinya ini terus bercerita. Denisya hanya bisa menggigit bibirnya dan menghela napas ketika Dewa meremas payudaranya dan bergantian mengecup serta meremas putingnya. Begitu nikmat, Denisya menyukainya. Namun kecupan Dewa terus turun hingga ke perut rata Denisya yang indah. Dewa kemudian menurunkan celana dalam berwarna hitam yang dipakai Denisya, hingga dia melebarkan kedua kaki Denisya, membiarkan kewanitaan Denisya nampak mekar dihadapan wajahnya. Dewa lalu mengecup paha dalam Denisya dan mengusap klirotisnya dengan jari telunjuk dan ibu jari. "Ya, Faye. Aku juga merindukanmu." Dewa kemudian mengecup kewanitaannya, membuat Denisya membekap mulutnya untuk menahan desahan nikmatnya. "Baiklah, sampai nanti, sayang." Tidak menunggu lama lagi, Dewa langsung membuka kaki Denisya makin lebar dan menjilat klirotisnya. "Aaahh!" Tubuh Denisya tersentak, dia memejamkan matanya dan meremas kedua dadanya sendiri ketika lidah Dewa menusuk-nusuk klirotisnya. Kemudian bergerak naik turun dan memutar membasahi kewanitaan Denisya. "Enghh, Dewaa—ahh," Denisya tidak bisa menahan desahannya lagi ketika Dewa kembali mengocok kewanitaannya dengan kedua jarinya sambil terus menjilatinya. "You're a good girl, Taran." Namun sebelum Denisya mendekati pelepasannya, Dewa segera menyudahi memanjakan kewanitaan Denisya dengan memberikannya kecupan keras. Dewa lalu berdiri, menarik tubuh Denisya lebih dekat dan langsung memasukkan kejantanannya yang keras kedalam kewanitaan Denisya yang basah. Denisya mendesah nikmat dan langsung melingkarkan kakinya di pinggang Dewa, membuat mereka tak berjarak dan Dewa dapat bergerak nikmat memaju mundurkan tubuhnya, menghujamkan kejantanannya pada kewanitaan Denisya yang menjepitnya nikmat. "Kau bekerja dengan baik, Taran." Dewa mendesah berat sambil meremas bergantian p******a Denisya yang bergoyang seiring dengan hujaman Dewa pada tubuhnya. Denisya memejamkan matanya, namun sesekali membuka mata menatap Dewa yang terus menghujam miliknya. Menarik keluar kejantanannya, lalu menusukkan lagi pada kewanitaan Denisya dengan keras. Membuat Denisya tak berhenti mendesah nikmat dan dia makin mengeratkan kakinya yang memeluk pinggang Dewa ketika merasakan dirinya mendekati o*****e. Kejantanan Dewa terasa makin dijepit kencang, Dewa kemudian menundukkan tubuhnya, dia mengulum bibir Denisya dan bersamaan dengan itu dia merasakan semburan hangat dari kewanitaan Denisya pada kejantanannya. "Aa-aahh," Denisya mendesis nikmat ketika Dewa tak membiarkannya beristirahat, membuat seluruh tubuh Denisya bergetar ketika o*****e namun Dewa terus menghujam penisnya. Setelah itu Dewa mencabut penisnya yang masih tegang, membuat cairan o*****e Denisya masih melumuri kejantanannya dan membasahi paha Denisya. Denisya yang masih gemetaran kemudian di paksa berdiri oleh Dewa, menghadap kearah kaca. Dewa memposisikan dirinya, memeluk Denisya dari belakang dan menghujam miliknya dari belakang. Denisya mendesis nikmat lagi ketika Dewa menhujam miliknya dari belakang dengan keras dan Dewa bergerak terus menusuk miliknya pada Denisya dengan cepat. Kedua tangan Denisya menempel pada kaca, selagi Dewa menghujam miliknya terus dari belakang, Denisya dapat melihat pemandangan kota Jakarta walaupun pikirannya tidak fokus dan dia merasa sedikit malu. "Dewa," Denisya terengah. "Gimana kalau ada yang lihat?" Dewa mengecup tengkuk Denisya dan tertawa geli. "Biar saja, hiburan di pagi hari." "Emmh," Denisya mengulum bibirnya ketika Dewa meremas dadanya dengan kencang. "Yahh, baiklah." Denisya merasa kacau, ini nikmat dan dia terus menginginkannya. Begitu juga dengan Dewa yang makin cepat mengejar pelepasannya. Suara desahan serta desisan mereka saling bersahutan bersamaan dengan suara tubuh mereka yang saling bersatu. Hingga Dewa menghujam dalam-dalam kejantanannya pada kewanitaan Denisya berkali-kali. Tubuh mereka berdua bergetar nikmat bersamaan ketika gelombang kenikmatan datang pada tubuh mereka. Sampai kini, hanya tersisa deru napas kepuasan mereka berdua. Dewa lalu mencium pipi Denisya dari belakang dan mengecupi punggung Denisya. Setelah itu dia mencabut kejantanannya dari kewanitaan Denisya yang nikmat. Dewa lalu menarik lembut bahu Denisya, membuat Denisya kini menatapnya dan Dewa dapat melihat wajah memerah Denisya, pipinya bersemu merah, bibirnya sedikit membengkak dan peluh di sekitar dahi membuat anak rambut Denisya menempel di dahinya. Dewa tersenyum sambil merapikan rambut Denisya, lalu menundukan tubuhnya untuk mencium kembali bibir sekertarisnya itu karena dia merasa gemas dengan Denisya. Sekertarisnya ini terlalu nikmat untuk di sentuh. Denisya kemudian membuka mata kembali setelah Dewa melepaskan ciuman mereka berdua. "Sepertinya kamu harus mandi lagi." Setelah mengatakan itu, Dewa kembali memakai celananya dan meninggalkan Denisya yang masih berdiri diam karena gelenyar nikmat tubuh Dewa yang masih tertinggal dalam tubuhnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN