Bab 12. Demi Mendapatkan Tempat

1105 Kata
Adrena membersihkan seluruh isi apartemen Gamaliel, ia juga memasak sesuatu yang enak untuk Gamaliel, tak ada persediaan di kulkas Gamaliel, yang ada hanya lah minuman kaleng, dan beberapa botol mineral, jadi Adrena membeli bahan makanan secara online dan memasak setelah menerima pesanannya. Adrena harus membujuk Gamaliel agar ia bisa tinggal di sini untuk waktu yang cukup lama, karena ia belum memiliki uang untuk menyewa rumah atau kost di dekat sini. Ia juga sudah kasbon beberap kali di tempatnya bekerja, jadi ia tak bisa kasbon lagi, ini saja dia berbelanja online karena uangnya tersisa dua ratus ribu. Andaikan Agung tidak mengambil tabungan dan apartemennya, nasibnya tidak akan seperti ini, nasibnya pasti akan biasa saja meskipun kehilangan Agung, tapi Agung malah mengambil semua yang ia miliki dan tidak memberikan sepersen pun untuknya. Jika Adrena mengingat betapa keras pengorbanannya, Adrena pasti akan menangis dan menganggap dirinya bodoh, wanita terbodoh di dunia sudah dirinya, ia berkorban hanya atas nama cinta yang tidak ia miliki selamanya. Adrena mendesah napas, tadi siang ia sudah ke apartemen Agung namun Agung sudah pindah, katanya sudah dua hari tidak pulang bersama Fitria, Adrena juga tidak bisa menghubungi Agung karena nomor agung sudah tidak aktif, hal itu lah yang memicu air mata Adrena, karena Adrena kehilangan segalanya dalam sekejap. Setelah membersihkan bagian dapur dan ruang tamu, Adrena lalu menjemur pakaian di teras apartemen, ada dudukan jemuran yang bisa ia gunakan, jadi Adrena menjemurnya di situ, dan menjaganya agar tidak tertiup angin. Andaikan mungkin tertiup angin, tapi tidak akan terjadi. Adrena mendesah napas halus, karena ia lelah seharian harus bekerja, ia melihat pemandangan siang di luar sana, Adrena belum bisa keluar apartemen karena masih banyak pertimbangan, ketika Agung meninggalkannya kepercayaan diri Adrena pun serasa hilang begitu saja. Adrena tak memiliki keberanian menginjakkan kaki di luaar sana, seolah masalah yang tengah ia hadapi adalah akhir dari hidupnya. *** “Sayang, kamu masih marah? Apa aku udah gak berharga lagi buat kamu, hem?” Yoyo memegang lengan Yumi namun Yumi menghempaskan genggamannya begitu saja. “Apa sih. Gak usah ganggu deh,” geleng Yumi. “Mau sampai kapan kamu kayak gini? Aku kan udah minta maaf dan aku udah melakukan banyak hal agar kamu memaafkan aku, tapi apa ini? Kamu malah masih marah dan kesal kepadaku. Lalu apa yang harus ku lakukan agar kamu gak marah lagi?” tanya Yoyo memegang lengan istrinya lagi namun Yumi kembali menghempaskannya. “Kamu mau tahu apa yang bisa kamu lakukan? Cari Agung sampai dapat dan bawa di hadapanku.” Yumi memberi syarat pada suaminya membuat Yoyo menggeleng dan mengelus dahinya. “Apa kamu mengira aku dan Agung masih sering ketemu? Sejak malam itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengan Agung, dia juga gak pernah menghubungiku, ketika aku hubungi dia tidak aktif lagi, jadi aku salah apa? Aku harus menemukan Agung dimana? Di rumahnya juga kan kita sudah pergi dan dia gak ada. Bahkan di apartemennya itu Adrena bilang gak ada kan? Jadi kita mau kemana lagi?” tanya Yoyo. “Aku akan melakukan hal lain tapi jangan suruh aku cari Agung. Kita kan udah sama-sama kemana-mana buat cari dia, tapi dia gak ketemu, ‘kan? Ayolah.” Yumi mendesah napas halus dan berkata, “Terus kenapa kamu menolak Rena ketika dia meminta tolong butuh tempat tinggal? Kan hanya sementara waktu, tapi kamu malah sengaja berbicara sangat keras agar Rena dengar kan? Kamu gak hargai sahabat aku, sementara aku hargai sahabat kamu yang b******k itu.” “Yumi, aku mohon. Aku gak mau ikut campur urusan Adrena dan Agung, aku malas banget bahas mereka. Ini tentang kita berdua. Dan, kamu tahu kan kenapa aku menolak Adrena? Karena dia mau tidur di mana? Rumah kita aja sempit begini, satu kamar yang bisa Adrena tempati juga sudah menjadi gudang. Lalu dimana kira-kira kamu mau menaruh sahabatmu? Mau tinggal dimana dia?” “Ya setidaknya jangan memperdengarkan ketika kamu menolak, kan aku bisa menolaknya secara baik-baik.” “Terus kamu sudah telepon Adrena? Dia dimana sekarang?” tanya Yoyo. “Aku juga gak tahu dia dimana. Aku sudah hubungi sejak tadi tapi ponselnya tidak aktif. Aku harus gimana dong? Rena itu gak ada tujuan pulang, gak ada tujuan pergi, dia udah dibuang sama keluarganya, dia udah tak dianggap keluarga oleh keluarganya sendiri. Bahkan dia gak punya uang, tabungan dan apartemennya di ambil oleh Agung dan Bank. Apa yang harus ku lakukan? Apa yang terjadi pada Rena itu semua salahku juga. Karena aku dan kamu yang mengenalkannya kepada Agung si b******k itu, jika aku ketemu dimanapun itu aku akan membuatnya malu,” kata Yumi menitihkan airmata karena merasa sahabatnya itu memiliki nasib yang buruk. “Aku akan minta maaf kepada Adrena jika nanti kita ketemu sama dia. Aku mau minta maaf karena aku gak bisa menerimanya di rumah ini, aku juga mau minta maaf atas kata-kataku malam itu, semua itu aku lakukan hanya karena bersenang-senang dan aku gak sadar.” “Sudahlah, Yo. Kamu gak ada gunanya minta maaf kepada Rena. Dia udah sakit hati sama kamu.” “Tapi kamu gimna? Masih sakit hati sama aku?” “Masih. Kamu juga sempat mengataiku kan? Kamu bilang kamu bosan menjalani pernikahan denganku. Jadi, aku harus pura-pura tak dengar?” “Aku mohon, Sayang. Aku mengatakan itu bukan karena aku beneran bosan atau apa, tapi aku gak tahu harus bilang apa, anggap saja itu buang kata dan aku gak tahu apa yang aku katakan. Heem? Aku mohon jangan marah lagi. Aku tersiksa tahu pas kamu marah kayak gini,” lirih Yoyo. “Kamu harus bantu aku cari Rena. Aku gak akan bisa makan dan tidur jika gak ada kabar dari Rena. Dia sudah hancur, dan aku sebagai sahabat gak mungkin ikut menghancurkannya.” “Heem. Aku tahu, karena itu kita harus tenang dulu ya.” “Tenang gimana? Bantu aku cari.” “Aku udah telepon café tempatnya kerja, dia gak masuk sudah berapa hari, dan dia ambil cuti.” “Kalau itu aku tahu.” “Terus?” “Apa gak ada cara lain untuk lacak dia?” tanya Yumi. “Ponselnya aja gak aktif.” “Duh. Gimana ini? Aku gak akan bisa tenang kalau Rena gak ada ngasih kabar. Dia dimana sekarang? Dia pasti kelaparan, dia gak punya uang dan dia gak punya tempat tinggal, apa dia tidur di pinggir jalan?” lirih Yumi menggaruk jidatnya. “Kita doain Rena sembari nunggu kabarnya, ya?” "Duh. Rena kamu dimana? Aku mohon kabarin aku. Dimanapun kamu berada kabarin aku, aku udah ngutang buat nyariin kamu kost yang murah." Yumi mendesah napas halus dan mengelus leher belakangnya. Airmatanya menggenang karena memikirkan nasib sahabatnya diluar sana. Andaikan Yumi tahu dimana Adrena sekarang, Yumi tak akan sekhawatir ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN