Club malam

2584 Kata
Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Sampai saat ini, Siren belum juga pulang ke rumah. Geo pun harus terpaksa berbohong kepada kedua orang tuanya, kalau sahabat Siren itu sedang ada masalah dan membutuhkan bantuan Siren saat ini. Geo menghela nafas lega, saat kedua orang tuanya percaya dengan apa yang dikatakannya. Sekarang yang harus ia pikirkan adalah mencari keberadaan Siren saat ini. Dimana dia sekarang? kenapa dia gak menjawab panggilan gue. Geo kembali mencoba untuk menghubungi nomor Siren. Ia sebenarnya tak mau melakukan semua itu, karena ia tak peduli. Siren mau pulang atau gak, ia tak akan peduli. Tapi, sekarang situasinya berbeda. Dirinya dan Siren saat ini tengah berada di rumah kedua orang tuanya. Geo hanya tak ingin membuat kedua orang tuanya cemas dengan nasib pernikahannya dengan Siren. Geo tau pasti, kalau kedua orang tuanya sangat berharap dengan pernikahannya itu. Tentu saja karena bantuan yang papa Siren berikan bisa membuat perusahaan keluarganya kembali bangkit dari kebangkrutan. Sial! Geo mengepalkan kedua tangannya, “kemana gue harus mencarinya? Dasar wanita gak tau diri! Apa dia pergi menemui kekasihnya?” Geo merasakan getaran di tangannya yang berasal dari ponsel yang digenggamnya. Siren! Geo langsung menjawab panggilan itu, “dimana kamu, hah!” serunya saat panggilan itu mulai tersambung. “Siren ada bersama denganku sekarang.” Kedua mata Geo membulat dengan sempurna saat mendengar suara lelaki dari ponsel Siren. “Siapa kamu, hah!” “Kamu mau tau siapa aku? apa Siren gak pernah cerita soal aku?” Geo mengepalkan tangannya, “dimana kamu sekarang? katakan!” Geo mendengar suara tawa lelaki itu. “Kamu gak usah mencemaskan Siren. Dia saat ini bersama dengan orang yang tepat.” “Kalau sampai kamu menyentuh Siren seujung kukupun, aku akan menghabisimu!” geram Geo dengan rahang yang sudah mengetat. Geo kembali mendengar suara tawa lelaki itu. “Apa kamu mengancamku? Apa kamu pikir aku takut? Bahkan saat ini Siren sedang berada di dalam pelukanku.” “Brengsekk!” seru Geo dengan sangat keras. “Asal kamu tau, bukan hanya tubuh Siren yang bisa aku peluk. Aku bahkan bisa menikmatinya saat ini juga. Jadi, aku peringatkan sama kamu. Meskipun Siren memilih untuk menikah denganmu, aku akan pastikan, hanya aku yang bisa memiliki hati dan tubuhnya.” Geo membanting ponselnya ke atas ranjang saat panggilan itu berakhir. Gue gak menyangka lo akan serendah itu Siren! dimana harga diri lo sebagai seorang wanita? Apa lo lupa, kalau sekarang lo sudah menikah dengan menjadi seorang istri! Geo yang merasa harga dirinya sudah terinjak-injak, tak ingin meluapkan emosinya di rumah kedua orang tuanya. Geo memilih untuk melepaskan amarahnya di tempat lain. Tentu saja tujuannya adalah rumah Hito—sahabatnya. Geo mengambil ponsel dan kunci mobilnya. Ia lalu melangkah keluar dari kamarnya. Saat melewati ruang tengah, Geo melihat kedua orang tuanya yang tengah menatap layar datar yang ada di depan mereka. “Pa, Ma.” Geo melangkah mendekat. “Sayang, kamu mau pergi kemana malam-malam begini?” tanya Sila yang melihat penampilan putranya yang sudah berganti celana jeans dan memakai sweater andalannya. “Aku mau ke rumah Hito, Ma. Hito butuh bantuan aku sekarang juga.” Geo lalu mencium punggung tangan kedua orang tuanya. “Tapi gimana kalau nanti istri kamu pulang dan mencari kamu?” Geo menghela nafas panjang, “Mama gak usah menunggu Siren pulang, karena malam ini Siren gak akan pulang.” Sila dan Marco saling menatap satu sama lain. “Memangnya istri kamu kemana, Sayang?” tanya Sila terkejut dan cemas tentunya. Ini adalah hari kedua pernikahan putra semata wayangnya dengan wanita pilihannya. Tapi, saat ini menantunya itu malah mementingkan sahabatnya ketimbang putranya yang sekarang sudah menjadi suaminya. “Siren tadi menghubungi aku, Ma. Katanya dia akan menemani temannya malam ini, karena dia tak tega meninggalkan temannya yang sedang sakit,” ucap Geo terpaksa berbohong. “Tapi, Sayang. Kalian baru saja menikah lho? Masa istri kamu tega meninggalkan kamu sendirian?” Sila benar-benar merasa bersalah karena sudah membuat anaknya dalam posisi sekarang ini. Andai keluarganya tak sedang dalam masalah, Sila dan Marco juga tak akan memaksa putra semata wayangnya untuk mengorbankan kebahagiaannya. Maafkan Mama dan Papa, Sayang. Hanya itu yang bisa Sila ucapkan di dalam hatinya saat ini. Geo menggenggam tangan mamanya, “Ma, aku baik-baik aja kok. Ini juga bukan salah Siren. Kalau aku berada dalam posisi Siren saat ini, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama. Hito adalah sahabat terbaik aku. Kalau Hito sedang membutuhkan aku saat ini, maka aku akan datang untuk membantunya,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya. Sila menghela nafas, lalu menganggukkan kepalanya. “Apa kamu juga akan menginap di rumah Hito?” kali ini Marco yang bertanya. Geo menggelengkan kepalanya, “tenang aja, Pa. Aku akan pulang ke rumah.” Marco mengangguk. “Kalau begitu aku pergi dulu ya Ma, Pa,” pamit Geo lagi lalu melangkah pergi dari ruangan itu. Sila menatap sang suami, “Pa, apa Papa juga berpikir seperti Mama?” Marco menghela nafas panjang, “Ma, Papa yakin, Geo akan bisa merubah sikap Siren yang pembangkang dan susah diatur itu. Mungkin karena itu juga, Roy meminta kita untuk menjodohkan Geo dengan Siren, karena Roy yakin, Geo bisa membuat Siren merubah sifat buruknya.” “Tapi, Pa. Anak kita...” Marco memeluk istrinya, “Mama harus percaya sama Geo, Ma. Geo sudah dewasa. Ia tau apa yang harus dilakukan.” Sila yang masih dalam pelukan suaminya hanya bisa menganggukkan kepalanya. Ia tak sanggup membayangkan bagaimana nasib pernikahan putranya nantinya. Kini Geo menghentikan mobilnya tepat di depan rumah Hito. Ia memang sengaja tidak memberitahu sahabatnya itu tentang kedatangannya ke rumahnya. Geo melangkah menuju pintu. Ia lalu menggerakkan tangan kanannya untuk menekan bel yang ada didekat pintu itu. Semoga Hito ada di rumah. Kebiasan Hito adalah pergi ke club malam kalau sedang penat. Kadang Geo juga ikut bersama dengannya. Terdengar suara pintu terbuka, memperlihatkan penampilan Hito yang acak-acakkan. “Astaga! Lo habis molor?” Hito menutup mulutnya yang menguap, “masuklah,” pintanya setelah ia masuk lebih dulu. Geo melangkah masuk ke dalam rumah Hito, “sampai kapan kedua orang tua lo pulang ke kampung?” tanyanya setelah mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu. “Sepertinya mereka akan menetap disana, bokap gue mendapat pekerjaan disana. Nyokap gue juga gak mungkin meninggalkan bokap gue sendirian disana.” Hito menatap Geo, “terus ngapain lo ke rumah gue? Bukankah lo baru aja nikah? Memangnya lo gak mengurung istri lo di kamar?” Geo menghela nafas panjang, “Siren kabur.” Kedua mata Hito membulat dengan sempurna, “hah! Kabur! Kabur kemana?” “Kabur sama pacarnya. Gue baru tau kalau Siren punya pacar.” “Terus, sekarang apa yang akan lo lakukan? Lo gak mungkin akan diam aja ‘kan saat harga diri lo diinjak-injak ama istri lo itu?” Hito tak akan terima sahabatnya di perlakukan serendah itu sama wanita yang baru sahabatnya nikahi itu. “Gue juga gak bisa berbuat apa-apa, karena saat ini gue butuh duit Om Roy.” “Geo... lo bukan pria pengecut. Lo bisa melakukan apapun pada Siren, karena lo adalah suaminya sekarang.” Geo menghela nafas panjang, lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. “Tapi, gue juga gak bisa memaksa Siren untuk melakukan apa yang gue minta. Gue juga masih punya prinsip.” “Tapi, untuk menghadapi cewek macam Siren, lo harus hilangkan prinsip lo itu. Lo harus tunjukkan sama Siren, kalau lo bukan cowok lemah yang bisa dia rendahkan seenak jidatnya!” “Gue pusing. Mana hari ini gue terpaksa harus berbohong sama nyokap dan bokap gue soal Siren. Gue hanya gak ingin kedua orang tua gue sedih, saat tau kondisi pernikahan gue sama Siren.” Hito menepuk bahu Geo, “mau gue temani minum? Sepertinya lo saat ini lagi butuh pelampiasan.” Geo menganggukkan kepalanya, “tapi nanti lo ingatkan gue sampai gue mabuk. Soalnya gue udah janji sama kedua orang tua gue, kalau malam ini gue akan pulang ke rumah.” “Ok. Kita gak perlu mabuk. Kita hanya butuh bersenang-senang hari ini.” Hito lalu beranjak dari duduknya, “gue mau siap-siap dulu,” ucapnya lalu melangkah pergi dari ruangan itu. Geo menghela nafas panjang, ‘ya... gue butuh pelampiasan saat ini,’ gumamnya dalam hati. “Ayo,” ajak Hito yang sudah merubah penampilannya. Geo beranjak dari duduknya, “pakai mobil gue aja.” Hito menganggukkan kepalanya. Mereka lalu melangkah keluar dari rumah itu. Dalam perjalanan menuju club malam, Hito dan Geo sama-sama sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. “Geo, apa lo pernah berpikir untuk bercerai dengan Siren suatu saat nanti?” Geo mengedikkan kedua bahunya, “gue gak tau. Tapi, gue sudah mencoba untuk menerima Siren menjadi bagian dari hidup gue. Tapi, gue gak menyangka, kalau Siren ternyata memilih untuk kabur ke pelukan pria lain.” Hito mengernyitkan dahinya, “maksud lo... Siren dan kekasihnya... mereka pernah...” Geo kembali mengedikkan kedua bahunya. “Astaga! Ternyata anak orang kaya bisa serendah itu juga ya,” ucap Hito sambil geleng kepala. Astaga, Hito! Apa kamu lupa dengan apa yang sudah kamu lakukan bersama dengan Hanin selama ini? kamu bahkan memanfaatkan kepolosan gadis itu dan menjadikannya penghangat ranjangmu. Setelah satu jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di club malam. Geo dan Hito memilih untuk duduk di sofa yang berada dipaling pojok. Jauh dari hingar bingar pengunjung club itu yang tengah menikmati musik yang diputar dengan sangat keras. Seorang pelayan berjalan menuju tempat Hito dan Geo sambil membawa dua botol wine dan dua gelas kosong. Pelayan itu lalu meletakkan pesanan Hito ke atas meja. Setelah itu pelayan itu pamit undur diri. “Malam ini lo lupakan masalah lo itu. Pokoknya, malam ini kita harus bersenang-senang.” Hito mengambil botol wine dari atas meja, lalu membuka tutup botol itu, hingga dari ujung botol itu mengeluarkan busa. Hito lalu menuangkan wine itu ke dalam dua gelas kosong yang ada di atas meja. Hito meletakkan botol wine itu ke atas meja, lalu mengambil kedua gelas wine itu. “Jangan biarkan hidup lo hancur,” ucapnya sambil memberikan gelas satunya kepada Geo. Geo mengambil gelas berisi wine itu dari tangan Hito. “Tentu saja. Gue gak akan membiarkan Siren menghancurkan hidup gue,” ucapnya lalu menyatukan gelasnya dengan gelas Hito. Hito dan Geo lalu mulai meneguk wine itu. “To, sekarang lo cerita soal hidup lo. Apa lo akan terus hidup seperti ini?” Hito tak mengerti dengan apa yang Geo katakan. “Apa maksud lo? Memangnya ada apa dengan hidup gue? Gue fun-fun aja dengan hidup gue?” “Lo...” Geo menghentikan ucapannya saat melihat seorang pelayan wanita yang tengah dilecehkan oleh pengunjung club malam itu. “Lo mau kemana?” tanya Hito saat melihat Geo yang beranjak dari duduknya. “Gue harus tolongin wanita itu,” ucap Geo sambil menunjuk ke arah meja yang tak jauh dari meja mereka saat ini. Hito menarik tangan Geo, “kita datang kesini bukan untuk membuat keributan. Hal seperti ini bukannya sudah biasa terjadi? Pelayan itu disini dibayar, dia mungkin juga merangkap menjadi penghibur di club malam ini.” “Tapi...” “Jangan membuat masalah, kalau lo gak mau kena masalah. Ingat, kita datang kesini untuk bersenang-senang.” Geo menghela nafas panjang, ia lalu kembali mendudukkan tubuhnya. “Gue gak nyangka lo gak punya hati nurani,” sindirnya lalu kembali meneguk sisa wine yang ada di gelasnya. “Bukannya gue gak punya hati nurani. Tapi, lo juga harus tau, dimana sekarang kita berada. Lo juga harus lihat situasi. Dia saat ini tengah bersama dengan teman-temannya. Lo gak mau mati disini ‘kan hanya karena ingin menolong wanita itu? lo bahkan tak kenal sama wanita itu.” Geo hanya diam. Ia lalu kembali menuangkan wine ke dalam gelasnya, lalu meneguknya sampai habis. “Lo gak boleh sampai mabuk. Kalau itu terjadi, apa yang akan lo katakan sama nyokap dan bokap lo?” Hito mengambil botol wine yang ada di tangan Geo saat ini. Geo melihat wanita itu berdiri dan melangkah pergi sambil menangis. “Gue mau ke toilet,” ucapnya lalu beranjak dari duduknya. “Jangan lama-lama. Ingat, jangan buat masalah di tempat ini!” teriak Hito saat Geo sudah melangkah pergi. Geo mengikuti langkah wanita itu. Ternyata wanita itu pergi ke tempat yang jauh dari keramaian. Geo bahkan bisa mendengar isak tangis gadis itu. “Siapa kamu!” teriak wanita itu yang menyadari akan kehadiran Geo. “Jangan takut, aku bukan orang jahat,” ucap Geo sambil mengangkat kedua tangannya mencoba untuk menyakinkan wanita itu. “Aku gak percaya. Semua pria yang datang ke klub ini sama aja! semuanya b******k!” seru wanita itu sambil menghapus kedua pipinya yang penuh dengan air mata. Geo terus melangkah maju. Tapi wanita itu terus melangkah mundur, “pergi!” teriaknya keras. Aishh! Sial! Niat mau nolong, malah kayak gini! Daripada gue mati bonyok, mending gue pergi dari sini. Peduli amat dengan wanita ini! Geo lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Wanita yang bername tag Leta itu hanya bisa menangis sesenggukkan. Ya Tuhan, kuatkan hambamu ini. Hamba terpaksa bekerja disini untuk membiayai hidup hamba dan ibu hamba. Bu, aku gak akan pernah menyerah, Bu. Meskipun aku harus mengalami semua ini, aku akan tetap bertahan. Demi Ibu. Demi kesembuhan Ibu. Geo kembali mendudukkan tubuhnya di sofa yang tadi didudukinya. “Ngapain apa lo di toilet? Lo gak kesasarkan?” tanya Hito sambil mengernyitkan dahinya. Geo hanya diam. Ia lalu mengambil botol wine dari atas meja, lalu menuangkannya ke dalam gelasnya dan juga gelas Hito. “Malam ini gue hanya ingin bersenang-senang!” teriak Geo lalu meneguk habis wine yang ada dalam gelasnya. Hito hanya geleng kepala melihat kelakukan sahabatnya itu. Sedangkan di tempat lain, Siren mulai membuka kedua matanya secara perlahan. Ia melihat sekeliling ruangan, lalu menatap jam di dinding kamar itu. Kedua matanya seketika langsung membulat, saat melihat dimana jarum jam itu berada. “Astaga! Apa yang sudah aku lakukan?” Siren lalu mencoba untuk mengingat apa saja yang sudah dilakukannya di apartemen Nicholas. Kenapa aku gak bisa ingat apa-apa setelah aku meminum minuman yang Nicholas berikan sama aku? jangan bilang Nicholas memasukkan... Siren bergegas melihat penampilannya saat ini. Ia lalu menghela nafas lega, saat pakaiannya masih melekat di tubuhnya. Dimana Nicholas sekarang? Siren lalu beranjak turun dari ranjang, ia lalu melangkah keluar dari kamar itu. Ia melihat Nicholas yang tengah meneguk minuman keras. “Sayang, bukannya kamu sudah berjanji sama aku untuk gak minum minuman keras lagi?” Siren mendudukkan tubuhnya di samping Nicholas. Nicholas hanya tersenyum. “Sayang, apa kamu...” Nicholas menganggukkan kepalanya sebelum Siren melanjutkan kata-katanya. Ia tau apa yang ingin Siren tanyakan padanya. “Maaf, aku terpaksa melakukan itu, karena aku gak ingin kamu pulang.” “Tapi aku harus pulang sekarang. Kedua orang tua Geo pasti saat ini sangat mencemaskan aku.” Siren lalu mengambil ponselnya. Ia terkejut saat ada begitu banyak panggilan tak terjawab dari Geo. “Sayang... apa kamu...” “Hem... aku menghubungi suami kamu dan mengatakan kalau kamu ada bersamaku saat ini.” “Astaga! Apa yang sudah kamu lakukan? Aku yakin, Geo saat ini tengah menjelek-njelekan aku di depan kedua orang tuanya. Setelah itu mereka pasti akan cerita sama Papa aku.” Nicholas menggenggam tangan Siren, “maafkan aku. Tapi aku melakukan semua itu, agar suami kamu tau, kalau kamu hanya milikku.” Siren menghela nafas panjang, “tapi aku harus tetap pulang. Aku hanya gak ingin membuat masalah di hari pertama aku tinggal di rumah Geo.” Siren lalu beranjak dari duduknya. “Sayang, tapi ini sudah malam lho.” “Aku gak peduli. Aku akan tetap pulang,” ucap Siren lalu mengambil tas selempangnya dan melangkah keluar dari apartemen Nicholas. Sial!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN