Sebuah hotel bintang lima, menjadi tempat berlangsungnya pernikahan Geo dan Siren.
Aula di hotel itu, telah disulap menjadi ruangan yang begitu megah dan mewah. Dekorasinya sangat indah, penuh dengan bunga mawar merah, karena itu adalah bunga kesukaan Siren.
Belum lagi kursi dan meja dihiasi dengan pita berwarna merah muda. Sedangkan pelaminan tempat sepasang pengantin akan menjadi ratu dan raja dalam sehari, juga terlihat begitu elegan.
Meski pernikahan itu sama sekali tak Siren inginkan, tapi soal urusan dekorasi, ia tak bisa hanya berdiam diri. Ia harus ikut andil dalam menentukan dekorasinya.
Tentu saja, Siren melakukan semua itu, karena ia tak ingin mempermalukan dirinya sendiri dihadapan semua para tamu undangan.
Pernikahannya harus diingat semua orang. Pernikahan yang mewah dengan segala macam dekorasi yang terlihat begitu elegan dan mahal.
Setengah jam yang lalu, Geo baru saja selesai mengucapkan ijab qobul. Sekarang, dirinya dan Siren sudah sah menjadi sepasang suami istri.
Di hari itu juga, untuk pertama kalinya, Geo mengecup bibir merah muda milik Siren di depan semua tamu undangan.
Geo sengaja melakukan itu, karena ia yakin, Siren tak akan menolaknya. Kalau sampai Siren menolak, dia yang akan malu sendiri.
Apalagi di acara pernikahan mereka, yang hadir kebanyakan relasi dari Roy—papanya Siren.
Geo sejak tadi tak bisa menahan senyum, melihat Siren yang tengah menahan kesal. Padahal ciuman itu sudah berlalu dari dua puluh menit yang lalu. Tapi, wajah Siren masih saja terlihat kesal.
“Aku yakin, itu bukan ciuman pertama kamu. Terus, kenapa kamu masih kelihatan kesal gitu?”
“Diam kamu!” seru Siren sambil menatap pria yang duduk di sampingnya. Pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya.
Geo lalu mendekatkan wajahnya, membuat Siren membulatkan kedua matanya.
“Itu baru awal ya. Tunggu apa yang bisa aku lakukan nanti malam. Apalagi malam ini adalah malah pertama kita,” godanya sambil mengedipkan sebelah matanya.
Siren mendorong tubuh Geo, agar menjauh darinya.
“Jangan harap ya! apa kamu lupa dengan perjanjian kita! Kamu tau ‘kan kalau kamu melanggarnya!”
Geo tersenyum sinis, “aku tau. Tapi, aku tetaplah suami kamu, dan aku berhak atas diri kamu. Kamu gak lupa soal itu ‘kan? Aku bisa aja, bilang sama Papa kamu, kalau kamu maksa aku untuk menandatangani surat perjanjian itu.”
Geo lalu mengusap pipi Siren, tapi Siren langsung menepis tangan Geo.
“Kalau sampai papa kamu tau soal surat perjanjian itu, bukan aku yang akan rugi. Tapi kamu,” lanjutnya dengan tersenyum sinis.
Siren mengepalkan kedua tangannya.
Brengsekk! Ternyata Geo gak sebodoh yang aku kira. Tapi, aku gak boleh lengah.
“Aku gak mau tau. Kita akan tetap tidur dalam satu kamar. Atau kamu mau pilih, Papa kamu tau soal surat perjanjian itu,” ancam Geo sambil tersenyum.
**
Siren tak punya pilihan lain, selain menuruti permintaan Geo, karena malam ini, mereka harus menginap di salah satu kamar yang ada di hotel tempat mereka melangsungkan pesta pernikahan.
Geo yang sudah selesai membersihkan tubuhnya, melangkah keluar dari kamar. Ia mengernyitkan dahinya, saat tak melihat Siren di dalam kamar itu.
Kemana dia pergi?
Geo lalu melangkah menuju ranjang, mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nangkas yang berada di dekat ranjang. Ia lalu mencari kontak Siren dan langsung menghubunginya.
“Kamu sekarang dimana? Jangan macam-macam ya! atau aku...”
“Aku apa, hah! Kamu mau laporin ke papa aku?”
“Dimana kamu? ini sudah malam.”
“Kamu gak usah peduli sama aku. Pikirkan aja diri kamu sendiri.”
“Halo! Siren!” teriak Geo saat panggilan itu terputus.
Argghhh... brengsekk!
Goe tak tau harus berbuat apa. Dirinya juga tak mungkin menghubungi kedua orang tuanya ataupun papa mertuanya dan bilang kalau Siren kabur di malam pertama mereka.
Geo tak menyangka, kalau Siren sampai nekat kabur hanya untuk lepas dari dirinya.
Geo menyugar rambutnya yang masih basah ke belakang.
“Ren, apa begitu sulit untuk menerima semua ini? gue tau, kita belum mengenal satu sama lain. Tapi, gue gak ada niat untuk mempermainkan pernikahan kita. Gue bahkan akan berusaha untuk terima lo jadi istri gue.”
Sedangkan di kamar lain yang ada di hotel itu juga, saat ini Siren tengah menikmati makan malamnya. Ia bahkan tak peduli dengan Geo yang saat ini tengah mencemaskannya.
“Memangnya dia pikir, aku akan diam saja, saat papa meminta aku untuk menginap di kamar hotel ini? Siren dilawan,” ucap Siren dengan senyuman di wajahnya.
Siren mendengar suara dering ponselnya, ia mengambil ponselnya yang belum lama ini diletakkan di atas meja.
Nicho!
Siren lalu menjawab panggilan itu, “halo, Sayang,” sahutnya saat panggilan itu mulai tersambung.
“Sayang, sekarang kamu ada dimana? Apa kamu tidur sekamar dengan suami kamu?”
“Kamu tenang aja. Aku gak tidur sekamar sama dia. Sekarang aku menginap di kamar lain. O ‘ya, kenapa kamu tadi gak datang? padahal tadi aku mau kenalin kamu sama Geo. Biar dia tau, kalau pria yang aku cintai hanya kamu.”
“Maaf. Aku gak bisa datang. Aku juga gak mungkin bisa tahan, melihat kamu bersanding dengan pria lain di pelaminan.”
Untung juga tadi Nicho gak datang. Coba kalau dia datang tadi. Dia pasti melihat Geo mencium aku tadi. Nanti Nicho bisa salah paham.
“Aku tau kok. Maaf ya. Tapi, kamu percaya sama aku ‘kan, kalau hanya kamu pria yang aku cintai?”
“Hem... aku percaya. Tapi, kamu jangan pernah menyalahkan gunakan kepercayaan aku. Ingat satu hal, jangan pernah kamu tidur dengannya. Apapun alasannya.”
“Hem... aku janji.”
“Ya udah, udah malam. Lebih baik kamu tidur. Aku juga mau tidur.”
“Hem... selamat malam, Sayang.”
“Hem...”
Siren melihat layar ponselnya yang sudah kembali ke menu awal. Ia lalu menghela nafas.
“Nicho pasti marah. Besok aku harus temui dia.”
**
Goe mendengar suara ketukan di pintu kamar hotelnya. Ia lalu membuka kedua matanya secara perlahan, dan melihat jam yang ada di dinding kamar itu.
Siapa sih! Mengganggu tidur orang aja!
Meski kesal, Geo tetap beranjak dari ranjang. Ia lalu melangkah menuju pintu dan membuka pintu itu.
Geo terkejut, saat Siren mendorong tubuhnya, hingga kembali bergeser dari depan pintu.
“Semalam kamu tidur dimana?” tanyanya setelah menutup pintu kamarnya.
“Kamu gak perlu tau!” ketus Siren lalu melangkah menuju kamar mandi.
Tapi, Geo lebih dulu menarik tangan Siren, hingga Siren hampir saja berada dalam dekapan Geo.
“Apa-apaan sih kamu!” seru Siren dengan kesal.
“Aku ini suami kamu, kalau kamu lupa.”
Siren melipat kedua tangannya di depan dadanya.
“Lalu? Kenapa kalau kamu suami aku? apa kamu akan mulai mengatur hidup aku, gitu?”
Geo mencengkram dagu Siren, “seharusnya kamu tau, tugas seorang istri itu apa. Bukan malah pergi tanpa pamit dan lebih parahnya lagi kamu memilih untuk tidur di luar. Kalau sampai kedua orang tua aku tau, apa yang akan mereka pikirkan tentang kamu?”
Siren menepis tangan Geo, “aku... gak... pe... du... li!”
Siren lalu melangkah menuju kamar mandi.
Geo mengepalkan kedua tangannya.
Brengsekk! Sekarang lo bisa menang. Tapi, lita nanti, apa yang bisa gue lakukan sama lo!
Goe mendudukkan tubuhnya di sofa. Ia ingat, kalau di kamar mandi hanya ada handuk. Apalagi tadi Siren sama sekali tak membawa baju ganti.
Lihat aja nanti, gue akan balas penghinaan ini!
Geo mengambil ponselnya yang ada di atas nangkas. Ada pesan masuk dari papanya.
Geo, hari ini kamu dan Siren akan menginap di rumah papa ‘kan? Mama kamu nanyain terus.
Geo menghela nafas. Ia kembali meletakkan ponselnya ke atas ranjang.
Melihat sikap Siren, ia yakin, istrinya itu tak akan mau diajak untuk menginap di rumahnya. Apalagi mertuanya sudah menyiapkan rumah untuk mereka tempati nantinya.
Tapi, Geo juga tak tega menolak permintaan kedua orang tuanya.
Sekarang apa yang harus gue lakukan?
Geo mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Ia melihat Siren keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit tubuhnya.
Kedua mata Geo membulat dengan sempurna. Ia menelan ludah berkali-kali melihat tubuh istrinya yang hanya berbalut handuk. Belum lagi rambut basahnya membuat Siren semakin terlihat sexy.
Siren sebenarnya malu keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk. Tapi, ia tak punya pilihan lain.
Tak mungkin juga ‘kan ia akan mendekam di kamar mandi terus? Bisa mati kedinginan. Ia juga tak mungkin meminta Geo untuk mengambilkan pakaian gantinya.
Gengsi plus malu dong.
Geo beranjak dari duduknya, ia lalu melangkah mendekati Siren yang saat ini tengah berjalan menuju kopernya yang ada di dekat ranjang.
Siren menghentikan langkahnya, saat Geo menghalangi jalannya. Saat ini Geo berdiri tepat di depan Siren.
“Bisa minggir gak!” serunya.
“Kalau gak? Kamu mau apa?” tantang Geo.
Siren mendorong tubuh Geo, tapi Geo sama sekali tak bergeming dari tempatnya berdiri saat ini.
“Minggir, gak!” teriak Siren keras.
Bukannya menyingkir, Geo malah mendekatkan wajahnya ke wajah Siren.
“Aku mau minta hak aku sekarang.”
Kedua mata Siren membulat dengan sempurna, “apa! apa kamu sudah gila!”
“Aku masih waras, itu sebabnya aku minta hak aku sekarang juga. Kalau aku gak minta hak aku dan melepaskan begitu saja istri cantikku ini, itu aku baru gila,” ucap Geo dengan menyungingkan senyumannya.
Siren menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya, “jangan macam-macam ya!”
Siren tak mungkin bisa melawan Geo. Apalagi pria itu mempunyai tubuh kekar. Kalau dibandingkan dengan tubuh Nicho. Nicho tak ada apa-apanya.
Siren juga tak akan menampik, kalau Geo adalah pria yang menarik. Tapi sayangnya, di hatinya hanya ada Nicholas. Pria yang sudah membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Nicholas juga yang sudah membuat Siren bisa melupakan masalahnya dengan papanya. Ia juga yang selalu ada di samping Siren, saat Siren terpuruk, saat papanya tak ada waktu lagi untuknya.
Geo tersenyum, ia lalu menatap Siren dari ujung rambut sampai ujung kaki, hingga membuat Siren harus waspada.
Siapa tau Geo langsung menerkamnya saat itu juga.
“Ok, aku gak akan meminta hak aku sekarang. Tapi, ada syaratnya.”
Siren mengernyitkan dahinya, “syarat? Apa itu?”
“Kamu harus ikut sama aku ke rumah kedua orang tuaku. Kita akan menginap di rumah aku satu hari.”
“Hah! Menginap di rumah kamu! gak! Aku gak mau!” tolak Siren dengan tegas.
Enak aja! aku gak mau tidur di rumahnya.
“Ok. Gak apa. Tapi, kamu tau ‘kan apa resikonya kalau sampai kamu menolak syarat dari aku?” Geo melangkah mendekat, mengikis jarak di antara mereka.
“Ma—mau apa kamu?” Siren melangkah mundur.
“Kamu tau apa yang aku mau,” ucap Geo dengan senyuman menyeringai.
Siren terus berjalan mundur, sampai tubuhnya tak bisa lagi bergerak mundur, karena terhalang dinding kamar itu.
“Jangan macam-macam ya kamu!” serunya.
Geo tersenyum, “kenapa kamu suka sekali berteriak? Apa kamu sama sekali gak capek? Sayang ‘kan tenaga kamu habis buat teriak. Mendingan tenaga kamu, kamu simpan untuk malam pertama kita.”
Siren menelan ludah, saat tubuhnya benar-benar berada di dalam kungkungan tubuh Geo.
Tubuhnya sama sekali tak bisa bergerak. Belum lagi kedua tangannya ia gunakan untuk menahan tubuh Geo agar tak menempel sepenuhnya pada tubuhnya.
“Ge—geo...”
“Apa?” tangan Geo bahkan saat ini tengah membelai pipi Siren.
“Kamu bukan pria brengsekk ‘kan?”
Geo mengernyitkan dahinya, “apa maksud kamu?”
“Kalau kamu maksa aku untuk menuruti keinginan kamu, bukannya itu pria brengsekk namanya?”
Geo tertawa, “kalau itu, terserah kamu, mau mikir apa tentang aku. Toh, aku juga gak peduli. Lagi pula, sekarang kamu adalah istriku, dan aku berhak atas tubuh kamu.”
Geo bahkan berhasil mengecup bahu mulus Siren, hingga berhasil membuat tubuh Siren mengeliat, karena ini pertama kali tubuh itu mendapat perlakukan seperti yang Geo lakukan tadi.
“Tubuh kamu wangi, membuatku semakin ingin memakanmu saat ini juga,” bisik Geo di telinga Siren.
Siren mendorong tubuh Geo. Tapi, tenaganya tak sebanding dengan tenaga Geo.
Sekarang apa yang harus aku lakukan? Kalau aku diam saja, bisa-bisa Geo benar-benar meminta haknya saat ini juga. Gak! Itu gak boleh terjadi.
“Ok. Aku akan ikut kamu ke rumah kedua orang tua kamu.”
Geo tersenyum.
Menyerah juga ternyata.
Geo lalu menjauhkan wajahnya dari leher jenjang Siren. Tinggal selangkah lagi, ia bisa mengecup leher jenjang itu dan meninggalkan jejak kepemilikannya.
“Bukan hanya ikut ke rumah aku. Tapi, kamu harus mau menginap di rumah aku.”
“Satu hari. Gak lebih!”
“Ok. Itu sudah lebih dari cukup.”
Geo lalu melangkah mundur, “sekarang kamu siap-siap. Aku mau mandi dulu. Jangan coba-coba untuk kabur, karena aku akan melakukan apa yang tak pernah kamu pikirkan!” ancamnya lalu melangkah menuju kamar mandi.
Siren mengepalkan kedua tangannya. Ia tak menyangka, Geo berani mengancamnya.
Bukankah seharusnya Geo bertekuk lutut di kakinya, karena keluarganya sekarang bergantung kepada uang keluarganya.
Tapi, kenapa malah sebaliknya?
Aku gak boleh diam saja. Lihat saja nanti, siapa yang akan menjadi pemenangnya.
Siren tersenyum sinis, “aku gak akan membiarkan kamu menginjak-injak harga diriku. Kamu harus tau, dimana tempatmu sekarang.”
Siren melangkah menuju kopernya untuk mengambil pakaian gantinya. Ia lalu bergegas memakai pakaiannya, sebelum Geo selesai mandi, dan melihatnya berganti pakaian.
Siren mengambil ponselnya. Ia melihat ada pesan masuk dari Nicholas.
Siren lalu membuka pesan dari Nicholas dan langsung membacanya.
Datang ke apartemen aku sekarang juga. Aku sangat merindukan mu, Sayang. Jangan menghindar dariku lagi.
Siren menghela nafas, "apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku harus menemuinya sekarang juga," ucapnya.